Ibu yang memiliki darah rhesus positif cenderung melahirkan bayi eritroblastosis fetalis

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.

Page 2

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.


Lihat Kesehatan Selengkapnya

Page 3

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.


Lihat Kesehatan Selengkapnya

Page 4

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.


Lihat Kesehatan Selengkapnya

Page 5

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.


Lihat Kesehatan Selengkapnya

Page 6

Pada esai kali ini, saya akan membahas mengenai Eristoblastosis Fetalis, atau lebih dikenal dengan kelainan darah pada janin. Kelainan darah ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada janin. Mari kita mengenali terlebih dulu menganai kelainan darah ini dengan lebih dalam, sebelum membahas secara lebih riil dengan hasil wawancara saya dengan orang, yanng telah menghadapi sendiri bagaimana kelainan darah pada janin, atau Eristoblastosis Fetalisitu sendiri.

Eristoblastosis fetalis ini biasanya disebabkan oleh tubuh ibu yang mengandung janin membentuk antibodi yang nantinya malah menyerang sel darah merah janin yang dikandungnya. Mengapa bisa terjadi demikian? Ternyata, terbentuknya antibodi  disebabkan oleh ibu dan janin memiliki golongan darah atau rhesus yang berbeda. Dari hasil penelitian, diperkirakan 20% bayi menghadapi isoimuniasi golongan darah. Apa sebenarnya rhesus sehingga dapat menyebabkan kelainan darah pada janin? Rhesus positif atau rh positif merupakan seseorang yang memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya, sedangkan Rhesus negatif atau rh negatif adalah seseorang yang tidak memiliki rh-antigen pada sel darah merahnya.

Antigen sendiri, pada manusia disebut dengan antigen-D yang merupakan antigen  yang memiliki peran penting dalam transfusi darah. Hal ini sangat berlawanan dengan dengan sistem ABO, yang ketika seseorang tidak memiliki antigen A/B malah akan memiliki antibodi yang berlawanan dedalam plasmanya, sehingga pada rhesus antibodi selalu terbentuk hampir selalu oleh karena dua opsi, antara kehamilan atau transfusi. Sebenarnya, sistem golongan rhesus sendiri adalah antigen terkuat dibandingkan dengan sistem-sintem golongan darah lainnya. Bila secara parenteral terjadi pemberian darah rhesus positif (D+) satu kali kira kira sebanyak  0,1ml, individu yang memiliki rhesus  golongan darah negatif (D-), maka pasti akan langsung menimbulkan anti rhesus positif (anti D) meskipun, golongan darah ABO –nya sama. Contohnya adalah ketika ada pendonor darah dari darah rhesus positif yang memberikan darafnya pada seseorang yang memiliki golongan darah sama, namun memiliki rhesus negatif, maka tubuh penerima akan mengalami pembekuan darah. Hal ini, yang seharusnya membantu, juga menyembuhkan atau setidaknya mengurangi derita yang diraskan oleh pasien, malah sebaliknya. Yaitu, menjadi sangat merugikan penerima karena ginjalnya harus bekerja dengan lebih keras untuk membersihkan darah yang membeku. Namun, hal ini tidak terjadi pada kondisi sebaliknya, yaitu ketika darah dari rhesus negatif didonorkan oleh rhesus positif, karena darah dari pendonor yang ber rhesus negatif tidak memiliki antigen, sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada penerima donornya.

Pada paragraf sebelumnya, kita sering menemukan anti D. Padahal, apa sebenarnya anti D itu? Anti D adalah antibodi imun dengan tipe IgG yang memiliki berat molekul 160.000, dan memiliki daya endap 7 detik, dengan thermo stabil. Anti D sendiri bisa ditemukan selain dalam serum, juga dapat ditemukan pada cairan tubuh, seperti air liur, air susu, dan air ketuban. Hal ini, juga merupakan penyebab hemolisis pada janin, karena anti D dapat masuk kedalam sirkulais janin melalui plasenta.

Penyakit hemolisis pada janin, ataupun bayi yang baru lahir ini merupakan anemia hemolitik akut yang disebabkan oleh anti D itu sendiri, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Hal ini, tentu saja merupakan komplikasi kehamilan. Sifat spesifik terhadap antigen sel darah merah janin yang dimiliki oleh antibodi inilah yang menyebabkan timbulnya reaksi terhadap sel darah merah janin.

Kelompok kerja Diamond, pada tahun 1932, ternyata menemukan suatu hal mengenai anemia pada janin, dengan ditemukannya tanda berupa sejumlah bakal sel darah merah berkaitan dengan hidrops fetalis. Hal ini ternyata, ditegaskan kembali oleh Lansstainer pada tahun 1940, yang menyatakan bahwa faktor rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Dari pernyataan Lansstainer, ternyata kasus ini masih terus berkembang, dan satu tahun setelah itu, kelompok kerja Levin pada tahun 1941, menegaskan dengan lebih gamblang bahwa bakal sel darah merah disebabkan oleh isoimunisasi maternal, dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal.

Presentase pasien yang mengalami rhesus negatif kurang lebih adalah 15% ras orang berkulit putih dan 5% pada orang berkulit hitam, insiden rhesus negatif ini, sangat jarang ditemukan pada bangsa Asia, kecuali jika ada perkawinan terhadap orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Di Indonesia sendiri, hanya 0,5% orang yang memiliki golongan darah rhesus negatif.

Sekarang,  mari kita perjelas menganai penjelasan saya diatas mengenai Eritroblastosis Fetalis dengan studi kasus. Eritriblastosis Fetalis, pada kasus ini kelainan bisa terjadi apabila seorang laki-laki dengan golongan darah rehsus positif menikah dengan wanita dengan golongan darah rhesus negatif, maka anak dari pasangan ini memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk memiliki golongan darah dengan rhesus positif, karena secara genetika rhesus bersifat dominan.

eritroblastosis-fetalis-3-638-5a12e3885a676f19432ae534.jpg

.

Kasus Eritroblastosis Fetalisini sendiri, biasanya terjadi pada kelahiran anak kedua  dan seterusnya, jika anak kedua dan seterusnya memiliki rhesus positif seterusnya. Mengapa pada kehamilan kedua? Karena pada kehamilan pertama, belum banyak darah janin yang masuk pada sirkulasi darah ibu, maka tidak membentuk adanya antibodi pada tubuh ibu, baru nanti saat melahirkan, banyak darah janin yang masuk kedalam sirkulais darah ibu. Hal ini, tidak mempengaruhi janin, karena janin telah lahir dan menjadi bayi. Sedangkan, pada kehamilan setelahnya, akan sedikit banyak lebih membahayakan janin. Mengapa bisa muncul pernyataan demikian? Ternyata alasannya adalah, karena antibodi ibu yang sebelumnya telah terbentuk oleh kelahiran anak sebelumnya, malah akan menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Hal ini mengakibatkan hemolisis, atau pecahnya sel darah merah janin yang berlangsung luar biasa hebat. Hemolisis, atau pecahnya sel darah merah pada janin, menyebabkan janin mengalami anemia. Tubuh bayi, yang hendak merespon kekurangan  sel darah merah inilah yang melepaskan bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, atau disebut dengan eritroblas ke dalam sirkulasi darah. Hal ini, menjawab mengapa kasus kelainan darah pada janin ini disebut dengan Eritroblastosis Fetalis.Tersusun dari dua kata yaitu Eritroblas yaitu bakal sel darah merah, atau sel darah merah yang masih muda, dan Fetal yang memiliki arti janin.

Sekarang dengan survey yang saya lakukan sendiri, pada salah satu kerabat, saya menemukan bahwa ternyata Eritroblastosis Fetalisbisa ditangani namun tidak bisa di sembuhkan. Saya akan bercerita dari awal. Jadi, salah satu kerabat saya yang berjenis kelamin laki-laki menikah dengan orang asing, atau dikenal dengan istilah Bule. Ternyata, kerabat saya yang memiliki golongan darah rhesus positif menikahi seorang wanita dengan golongan darah rhesus negatif. Setelah hal ini diketahui, langsung muncul upaya-upaya agar tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis. Pada kehamilan pertama, dokter menyatakan bahwa tidak akan muncul permasalahan serius pada pasangan ini, namun pada kehamilan selanjutnya harus ditanggulangi, agar tidak muncul kasus Eritroblastosis Fetalis.Maka, setelah melahirkan anak pertamanya, maksimal 72jam setelah proses persalinan harus disuntikkan suatu obat tertentu, yang merupakan bentuk preventif agar tidak menjadikan anak setelah kehamilannya kali ini anak mengalami kasus Eritroblastosis Fetalis. Ternyata, pada kehamilannya yang kedua, tidak terjadi kasus Eritroblastosis Fetalis,padahal anaknya yang kedua ternyata memiliki golongan darah dengan rhesus positif. Dari kasus ini dapat diketahui bahwa, kelainan darah pada janin dapat ditanggulangi.

Jadi sebenarnya, suntikan apa yang diberikan oleh dokter supaya bisa menjadi upaya preventif agar tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis? Ternyata, suntikan yang diberikan oleh dokter adalah Rhogam. Rhogam sendiri ternyata membuat antibodi yang bisa membahayakan janin, akhirnya tidak terbentuk. Luar biasa bukan? Tentu saja. Setiap ibu hamil, memiliki perlakuan berbeda jika diberi perlakuan oleh Rhogam, mengapa? Karena perlakuan suntik Rhogam juga dipengaruhi oleh kondisi ibu dan janin. Seperti, ibu hamil yang cenderung lemas dan mengalami flek, lebih baik diberi suntukan Rhogam antara 3-5 kali dari proses kehamilan sampai dengan lahirnya bayi, agar antigen tidak mengganggu metabolisme ibu hamil, karena ginjalnya yang bekerta keras karena adanya pembekuan darah, dan yag utama agar tidak terjadi pecahnya sel darah merah pada janin. Sedangkan, pada ibu hamil dengan kondisi normal, dan tidak mengalami kondisi yang cenderung melemah. Biasanya, cukup di suntik Rhogam satu kali pasca melahirkan, atau dua kali yaitu satu kali selama proses kehamilan, dan satu kali pasca proses persalinan. Ditunjang juga, dengan tes torch. Tes torch sebenarnya tidak terlalu penting bagi ibu hamil, namun bisa menjadi solusi yang baik untuk mengetahui, apakah ada virus atau hal lain yang dapat mengancam ibu dan janin.


Lihat Kesehatan Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA