Berikut yang merupakan dampak positif dalam penerapan demokrasi parlementer di Indonesia adalah

Pemerintahan Diskusi Politik & Pemerintahan

Walaupun negara presidensil, Indonesia pada awal kemerdekaan juga pernah mencicipi sistem parlementer dibawah kepemimpinan Soekarno.

Menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
  2. Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang cepat pula.
  3. Pers bebas sehingga banyak variasi isi media massa.
  4. DPR berfungsi dengan baik.
  5. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
  6. Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk dalam kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
  7. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.

Lihat Foto

KEMENTERIAN INFORMASI MALAYSIA/FAMER ROHENI via AP

Foto dari Kementerian Informasi Malaysia menunjukkan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin yang mengenakan masker, berbicara di sesi parlemen, Kuala Lumpur, Senin (26/7/2021). Parlemen Malaysia bersidang lagi setelah vakum tujuh bulan akibat pandemi Covid-19.

KOMPAS.com – Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan sebuah negara di mana parlemen memegang peranan yang sangat penting. Parlemen memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

Pada sistem pemerintahan ini, kepala negara dijabat oleh raja atau presiden. Sementara posisi kepala pemerintahan diisi oleh seorang perdana menteri.

Dalam perannya, perdana menteri bertugas untuk membantu kepala negara menjalankan pemerintahan. Perdana menteri dan kabinet sebagai eksekutif bertanggung jawab langsung kepada parlemen.

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959)

Terdapat sejumlah kelebihan dan kekurangan dari sistem parlementer. Berikut kelebihan dan kekurangan tersebut.

Kelebihan Sistem Parlementer

  • Menteri dalam kabinet dipilih berdasarkan suara terbanyak di parlemen. Parlemen sendiri merupakan lembaga legislatif yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini memberi anggapan bahwa kabinet tersebut dapat mewakili suara rakyat dalam pemerintahan.
  • Eksekutif dan legislatif yang berasal dari satu partai atau koalisi membuat proses pembuatan kebijakan menjadi lebih cepat.
  • Proses pertanggungjawaban dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan lebih jelas.
  • Kabinet sangat berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan karena diawasi parlemen.

Kekurangan Sistem Parlementer

  • Parlemen memiliki kewenangan yang sangat besar terhadap pemerintahan. Hal ini membuat kedudukan eksekutif menjadi tidak stabil.
  • Parlemen dapat mengangkat perdana menteri atau menjatuhkan pemerintahannya dengan mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
  • Kabinet sangat bergantung pada dukungan parlemen sehingga dapat dijatuhkan sewaktu-waktu.
  • Kebijakan politik negara menjadi tidak stabil karena sering berganti kabinet.
  • Parlemen dapat dikendalikan oleh kabinet. Hal ini dapat terjadi jika para anggota kabinet berasal dari partai mayoritas.
  • Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.

Referensi:

  • Kholifah, S. 2019. Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan. Tangerang: Loka Aksara.
  • Hendardi, Bagas. 2017. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia. Yogyakarta: Istana Media.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Masa Demokrasi Liberal berlangsung sejak pengakuan kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949, hingga Dekrit Presiden pada 22 Juli 1959. Pada masa ini terjadi ketidakstabilan politik di Indonesia. Komposisi parlemen pada saat ini terpecah menjadi berbagai partai-partai politik, dengan tidak ada partai yang mendominasi. Kabinet akhirnya hanya bisa dibentuk dari koalisi berbagai partai. Bila salah satu partai dalam koalisi mencabut dukungannya, kabinet sering jatuh dan perdana menteri berganti dengan mengembalikan mandatnya kepada presiden. Karena tidak ada partai yang dominan, dan karena adanya pertentangan antar partai di parlemen, kabinet tidak bisa bertahan lama dan sangat sering terjadi pergantian kabinet. Selain itu banyak pemberontakan di daerah, seperti pemberontakan DI/TII oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pemberontakan PRII/Permesta di Sumatra dan Sulawesi serta pemberontakan Republik Maluku Selatan. Kondisi ekonomi juga sangat buruk karena kondisi berat pendudukan Jepang, yang mengambil semua sumberdaya alam di Indonesia, serta agresi militer Belanda pada perang kemerdekaan. Situasi ini mengakibatkan kerusakan perkebunan, sawah, pabrik dan infrastruktur di Indonesia yang membuat kondisi ekonomi buruk. Banyak pejuang kemerdekaan yang pada masa ini menganggur, karena diadakanya rasionalisasi jumlah anggota Tentara Nasional Indonesia. Pada saat ini terjadi inflasi yang tinggi dan kelangkaan barang kebutuhan pokok, dan di Indonesia banyak sekali kemiskinan pada masa Demokrasi Liberal.

Berikut ini adalah dampak negatif pada demokrasi liberal, antara lain sebagai berikut.

  1. Tingginya tingkat kesenjangan sosial antara orang kaya dan orang miskin pada masa demokrasi liberal. Kesenjangan sosial ini dipicu oleh karena maraknya praktik korupsi baik dari oknum pemerintahan maupun dari oknum partai.
  2. Berbelit – berbelitnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkuasa pada masa demokrasi liberal.
  3. Kondisi negara yang tidak stabil sebagai akibat dari pergantian kabinet yang terlalu sering terjadi pada masa demokrasi liberal sehingga menyebabkan pemerintahan tidak berjalan secara efisien yang berdampak besar pada perekonomian Indonesia yang mengalami keterpurukan akibat inflasi yang tinggi.
  4. Rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat pada masa demokrasi liberal karena pemerintah terlalu fokus pada perkembangan politik sehingga tidak terlalu memperhatikan pekembangan ekonomi.
  5. Maraknya berbagai pemberontakan di daerah pada masa demokrasi liberal karena berbagai ketidakpuasan daerah atas penyelenggaraan pemerintahan di pusat sehingga mengganggu keamanan dan memperburuk pertumbuhan ekonomi perekonomian.

Berikut ini adalah dampak positif pada demokrasi liberal, antara lain:

  1. Majunya beberapa sektor industri tertentu serta sektor - sektor swasta dalam negeri pada masa demokrasi liberal.
  2. Adanya kebebasan sistem multipartai pada masa demokrasi liberal sebagai akibat campur tangan negara yang sangat minim. Kebebasan pemilu pada masa demokrasi liberal juga berperan dalam kesuksesan penyelenggarakan Konferensi Bandung pada bulan April tahun 1995.
  3. Adanya kebebasan berdemokrasi yang benar nyata pada masa demokrasi liberal yang tercermin dalam keterwakilan setiap partai di parlemen.

Dengan demikian, dampak ekonomi dan politik dari pelaksanaan Demokrasi Liberal di Indonesia dimulai dari adanya inflasi yang tinggi hingga adanya kebebasan sistem multipartai.

tirto.id - Demokrasi Parlementer adalah sistem pemerintahan di mana parlemen negara punya peran penting. Pada sistem ini, rakyat memiliki keleluasaan untuk ikut campur urusan politik dan boleh membuat partai. Selain itu, para anggota kabinet juga diperbolehkan mengkritik pemerintah jika tidak setuju terhadap sesuatu.

Negara Indonesia ternyata pernah menganut sistem ini mulai 17 Agustus 1945 sampai 5 Juli 1959. Tokoh-tokoh Indonesia yang mempercayai dibutuhkannya Demokrasi Parlementer atau dikenal Demokrasi Liberal di antaranya, Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir.

Menurut keduanya, sistem pemerintahan tersebut mampu menciptakan partai politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta dapat menciptakan wujud demokrasi sesungguhnya, yakni dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk rakyat.

Dengan kata lain, Mohammad Hatta dalam Demokrasi Kita, Pikiran-Pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat (2008:122) menambahkan, Indonesia berbentuk republik berlandaskan kedaulatan rakyat.

Terdapat sejarah tentang kelahiran paham Demokrasi Parlementer yang dikatakan berawal dari Demokrasi secara umum di salah satu kota polis, Athena, di zaman Yunani Kuno, hingga meluas ke Eropa, dan akhirnya dikenal dunia. Selain itu, ada juga ciri-ciri, kekurangan, dan kelebihan dari sistem tersebut.

Sejarah Demokrasi Parlementer

Cikal-bakal sistem Demokrasi Parlementer terlacak di zaman peradaban Yunani Kuno, tepatnya di sebuah kota polis yang disebut Athena. Dalam makalah Demokrasi, Dulu, Kini, dan Esok (2009) karya Wasino, terungkap bahwa polis dikenal saat itu sebagai tempat pusat ilmu dan pembelajaran.

Di sana, pembuatan keputusan terkait masalah masyarakat dan kehidupan kota dilakukan dengan mencari suara terbanyak (musyawarah). Akan tetapi, seiring hilangnya peradaban Yunani Kuno, sistem demokrasi ini juga turut memudar (Faud Hasan, Bab Pengantar, dalam Plato, ApologiaL Pidato Sicrates yang diabadikan Plato, 1986:29-31).

Di zaman abad pertengahan yang beralih ke modern, Eropa mengalami masa Reinesance atau zaman pencerahan. Demokrasi yang semula kehilangan eksistensi mulai digali kembali di daratan Eropa. Bukan hanya itu, bahkan pemikiran sistem tersebut menjadi unsur fundamental yang dikatakan sebagai pedoman hidup beberapa tokoh.

Simon Petrus L. Tjahjadi dalam Petualangan Intelektual (2014:271-277) mengungkapkan, tokoh yang terkenal dalam sistem demokrasi adalah John Locke, Rossoeau, dan Montesque. Teori yang didasari oleh para filsuf Yunani Kuno saat itu dirancang ulang sedemikian rupa oleh mereka hingga melahirkan berbagai macam aliran, salah satunya demokrasi parlementer.

Setelah itu, banyak negara Eropa dan dunia yang menggunakan Demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Di Indonesia, Mohammad Hatta mengamini bahwa sistem dengan memperhatikan suara masyarakat dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah negara.

Misalnya dalam bidang politik, ia menekankan adanya musyawarah. Di ranah ekonomi, ia menyarankan dibutuhkannya gerakan gotong royong membangun ekonomi rakyat bersama.

Sementara itu, untuk bidang sosial, ia menyarankan untuk memberi jaminan terhadap perkembangan SDM. Singkatnya, rakyat diprioritaskan sejahtera ketika menjadi bagian negara.

Ciri-ciri Sistem Parlementer

1. Pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri dan presiden atau raja berperan sebagai kepala negara.

2. Lembaga eksekutif, presiden, dipilih oleh lembaga legislatif. Lalu, raja dipilah berdasarkan peraturan atau undang-undang.

3. Perdana menteri punya hak istimewa (prerogatif) yang bisa mengangkat dan menurunkan menteri.

4. Menteri terbatas tanggung jawabnya pada lembaga legislatif.

5. Lembaga eksekutif bertanggung jawab atas kekuasaan legislatif.

6. Lembaga legislatif bisa menurunkan lembaga eksekutif.

7. Parlemen dianggap penguasa utama negara.

Kekurangan Demokrasi Parlementer

1. Jabatan kuasa eksekutif (kabinet) bergantung pada dukungan parlemen yang berakibat suatu waktu bisa dijatuhkan parlemen.

2. Periode pemerintahan eksekutif tidak selalu berjalan sesuai tergantung suara dari parlemen.

3. Waktu pelaksanaan Pemilu (Pemilihan Umum) selalu berubah-ubah.

4. Eksekutif berpotensi mengendalikan parlemen ketika mayoritas pendukung atau teman partainya ternyata banyak yang menjadi parlemen.

5. Parlemen dijadikan wadah kaderisasi para calon eksekutif. Mereka dimanfaatkan untuk mengisi jabatan eksekutif dan menteri dengan pengalamannya selama parlemen.

Kelebihan Demokrasi Parlementer

1. Pembentukan kebijakan dapat dilakukan dengan cepat karena adanya musyawarah antara eksekutif dan legislatif yang merupakan satu bagian partai.

2. Pelaksanaan, tanggung jawab dan pembuatan kebijakan jelas.

3. Pengawasan parlemen terhadap kabinet ketat sehingga mengurangi potensi kesalahan dalam pelaksanaan pemerintahan.

4. Keputusan jika terjadi suatu masalah dapat didapatkan tanpa memakan banyak waktu.

Baca juga: Sejarah Demokrat: Pendiri & Isu di Balik Kudeta yang Diungkap AHY

Baca juga artikel terkait DEMOKRASI PARLEMENTER atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/ylk)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA