Bahan pengawet sintetis yang terdapat pada makanan tersebut adalah

Pewarna alami makanan digunakan untuk berbagai jenis bumbu tabur

JAKARTA, Beritasatu.com – Bahan pewarna dan pengawet makanan dibutuhkan agar makanan terlihat lebih menarik dan juga awet alias tidak cepat basi. Ada dua jenis pewarna dan pengawet makanan, yaitu bahan alami dan sintetik. Yuk kenali manfaat dan bahayanya.

Bahan pewarna buatan/sintetik adalah bahan yang ditambahkan dengan tujuan memberikan warna sehingga dapat memberi efek yang lebih menarik pada makanan. Biasanya yang dipakai adalah tartrazin dan Allura Red.

Berbeda dengan pewarna buatan, untuk pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan alami baik nabati, hewani, ataupun mineral (Ika Kurniawati, 2009). Beberapa pewarna alami yang banyak dikenal dan digunakan masyarakat antara lain adalah kunyit membuat warna kuning, daun suji, dan pandan untuk warna hijau, gula merah untuk warna coklat, atau cabai untuk menghasilkan warna merah.

“Selain itu, bubuk coklat atau cocoa powder juga digunakan sebagai bahan alami untuk pewarna coklat dan green tea untuk warna hijau,” kata CEO PT.Magfood Inovasi Pangan, Yanty Melianty Isa dalam keterangan pers.

Sedangkan bahan pengawet adalah zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan (Arisman, 2009).

Bahan pengawet dapat berasal dari bahan alami atau sintetik. Untuk bahan pengawet alami contohnya seperti gula dan garam. Sedangkan bahan pengawet buatan/sintetik seperti asam sorbet, asam propionat, asam benzoat, dan asam asetat

Bahan pengawet dapat menghambat atau memperlambat proses kerusakan pada produk yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya.


Amankah?

Amankah pewarna dan pengawet sintetik? Tergantung. Penggunaan dengan dosis melebihi batas dapat memberikan efek yang merugikan bagi kesehatan baik untuk pewarna maupun pengawet. Untuk contoh Tartrazin merupakan pewarna kuning lemon sintetis yang biasa digunakan sebagai pewarna makanan. Tartrazin termasuk jenis pewarna yang masih diperbolehkan untuk digunakan dalam batas aman penggunaan (50 -300 mg/kg makanan dan 0 - 4 mg/kg berat badan).

Efek samping secara langsung dari penggunaan tartrazin antara lain seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam), dan anafilaksis sistemik (shock). Sedangkan efek penggunaan tartrasin pada pemakaian terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama akan berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak (Bustani, 2013). Untuk menghasilkan warna yang beraneka, Industri umumnya juga mampu melakukan pencampuran pada pewarna tersebut.

Karena risiko tersebut, lanjut Yanty, sejumlah industri kini mulai beralih ke pewarna alami. “Bumbu tabur (seasoning) Magfood sendiri menggunakan pewarna alami untuk bumbu rasa susu, bumbu rasa coklat, dan bumbu rasa green tea,” ungkap Yanty.

Sedangkan untuk bahan pengawet menurut Eberechukwu dkk.(2007) menunjukkan bahwa pemberian sodium benzoat secara in vivo pada hewan coba tikus pada dosis 60 dan 120 mg/kg dapat mengakibatkan penurunan Hb (haemoglobin) secara nyata. Namun ada pula pelaku usaha yang menambahkan zat berbahaya ke dalam bahan pangan dengan tujuan mengawetkan, padahal zat tersebut bukanlah bahan pengawet yang diizinkan oleh Pemerintah untuk penggunaannya dalam makanan, seperti boraks dan formalin.

Menurut Kumar dan Srivastava (2011), asam borat atau boraks dapat menyebabkan keracunan dengan tanda batuk, iritasi mata, mulut, dan muntah. Sedangkan formalin umumnya digunakan dalam industri plastik, kertas, tekstil, cat, dan mebel, juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan.

Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker. Menurut Benson dkk. (2008), pemberian formalin pada hewan uji coba tikus dapat mengakibatkan neuropathic pain.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu.com


Bahan pengawet makanan buatan ini berfungsi untuk mencegah pertumbuhan jamur pada produk, seperti keju, minuman berbasis susu, mayonnaise, dan salad dressing.

Asam propionat memiliki nama lain, seperti natrium propionat, kalsium propionat, kalsium propionat.

Penggunaan asam propionat secara berlebihan bisa memicu efek samping ringan, seperti sakit kepala, mual, muntah, dan diare.

4. Sulfit

Sulfit atau sulfur dioksida digunakan pada produk, seperti buah kering, selai, cuka, saus, dan makanan ringan.

Pada label kemasan makanan, bahan pengawet ini juga dikenal sebagai natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, kalium sulfit, kalium bisulfit, dan kalium metabisulfit.

Konsumsi sulfit bisa memicu reaksi alergi untuk beberapa orang.

5. Nitrit dan nitrat

Kedua bahan pengawet buatan ini terdapat pada keju dan produk olahan daging.

Nitrit dan nitrat membantu mencegah pertumbuhan bakteri dan menambah rasa asin makanan.

Penelitian menunjukkan bahan pengawet dari produk olahan daging ini bisa meningkatkan risiko kanker.

Namun, dibutuhkan studi lebih lanjut untuk membuktikan efek tersebut.

6. Nisin

Pengawet makanan buatan ini secara alami berasal dari Lactococcus lactis, sejenis bakteri asam laktat yang terdapat dalam susu dan keju.

Nisin secara umum aman dikonsumsi, tetapi kurang efektif untuk mencegah mikroorganisme tertentu yang bisa menyebabkan pembusukan makanan.

Efek samping mungkin yang ditimbulkan dari konsumsi nisin secara berlebihan adalah gatal, ruam kulit, mual, dan muntah.

Selain itu, ada pula sejumlah bahan pengawet buatan yang tergolong aman lainnya, yakni etil parahidroksibenzoat, metil parahidroksibenzoat, dan lisozim hidroklorida.

Sejumlah zat antioksidan juga dapat digunakan untuk membantu proses pengawetan dan memperlambat terjadinya oksidasi makanan, seperti:

  • vitamin C (asam askorbat),
  • vitamin E (tokoferol),
  • BHA (butylated hydroxyanisole), dan
  • BHT (butylated hydroxytoluene).

Apakah pengawet makanan aman dikonsumsi?

Pengawet buatan atau sintetis yang terdaftar BPOM tergolong aman dan tidak membahayakan kesehatan tubuh, asalkan dikonsumsi dalam jumlah terbatas.

Peraturan Kepala BPOM No. 36 Tahun 2013 juga mengatur jumlah asupan harian untuk bahan pengawet atau acceptable daily intake (ADI).

Hal ini mengatur jumlah maksimum bahan pengawet sesuai yang dapat dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan.

Sayangnya, terkadang ada beberapa oknum yang melakukan penyalahgunaan bahan kimia berbahaya untuk pengawet makanan.

Bahan pengawet berbahaya seperti boraks (asam borat) dan formalin sering digunakan pada bakso, mi, dan tahu.

Selain mengawetkan makanan, boraks dan formalin bisa mengenyalkan tekstur makanan.

Sejumlah efek berbahaya boraks dan formalin menyebabkan kerusakan usus, hati, ginjal, dan otak.

Adakah efek samping bahan pengawet?

Bahan Pengawet Makanan

Meskipun materi hari ini cukup sederhana, tetapi kami yakin bahwa banyak di antara UMKM Pangan yang butuh edukasi sederhana ini, yaitu mengenai jenis bahan pengawet alami dan bahan pengawet sintetis. Mengingat pasar saat ini sangat kritis dengan keamanan pangan, maka pemahaman pelaku UMKM terhadap bahan pengawet (salah satunya) juga perlu ditingkatkan. 

Jika masih memungkinkan menggunakan bahan pengawet alami maka sebaiknya gunakan yang alami, tetapi untuk skala yang lebih besar dan beberapa jenis pangan memang terpaksa dibutuhkan pengawet sintesis selama tidak melebihi ambang yang diijinkan. 

Berikut ini merupakan pembahasan tentang salah satu zat aditif pada makanan yaitu zat (bahan) pengawet, yang meliputi bahan pengawet makanan alami, bahan pengawet makanan buatan, cara pengawetan makanan, cara mengawetkan makanan, zat pengawet makanan dan minuman, dan pengawetan makanan secara alami. 

Macam-macam Jenis Bahan Pengawet Makanan 

Akhir-akhir ini kita diributkan oleh adanya temuan di masyarakat bahwa ternyata banyak makanan yang beredar bercampur dengan formalin atau boraks. Apakah fungsi formalin dan boraks itu? Mengapa diributkan? Pelajarilah pembahasan berikut ini dengan saksama.

Di negara-negara tropis seperti di Indonesia suhu dan kelembaban udara umumnya tinggi. Keadaan ini membuat makanan cepat rusak karena mikroorganisme berkembang pesat dan merusak makanan. Untuk mencegah atau menghambat kerusakan ini perlu ditambahkan bahan yang dapat mencegah atau menghambat segala macam perubahan pada bahan makanan yang disebabkan aktivitas mikroorganisme. Bahan ini dikenal sebagai bahan pengawet. 

Coba diperhatikan berbagai jenis makanan yang dijual di toko, sudah berapa lamakah makanan itu kira-kira diproduksi? Sampai kapan tanggal kadaluwarsanya? Jika makanan tersebut tidak diberi pengawet tentu akan rusak atau menjadi busuk. 

Bahan pengawet menurut asalnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan pengawet alami dan pengawet buatan.


1. Bahan Pengawet Makanan Alami 

Bagaimana cara nelayan menjaga agar sisa ikan yang tidak terjual dalam keadaan segar tidak cepat membusuk dan tetap laku di pasaran ? Yah, mereka menggunakan garam sebagai bahan pengawet untuk membuat ikan asin. Meskipun rasanya sudah berbeda dengan ikan segar, ikan asin masih tetap berprotein tinggi.
Berikut ini adalah contoh-contoh pengawet alami:

  1. Gula tebu - Gula tebu memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Buah-buahan yang disimpan dalam larutan gula pekat akan menjadi awet karena mikroorganisme sukar hidup di dalamnya.
  2. Gula merah Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula tebu.
  3. Garam Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat bertahan hingga berbulanbulan karena pengaruh garam.
  4. Kunyit Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
  5. Kulit kayu manis - Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
  6. Cengkih - Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma.


2. Bahan Pengawet Makanan Buatan (Sintetis) Pengawet buatan ini ada berbagai macam, antara lain:


  1. Asam asetat - Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
  2. Benzoat - Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
  3. Sulfit - Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
  4. Propil galat - Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.
  5. Propianat = Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
  6. Garam nitrit - Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering.  Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
  7. Sorbat Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat. Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.



Bahan Pengawet Makanan yang Dilarang.

Semua pengawet yang telah diuraikan di atas merupakan pengawet yang diijinkan untuk dipakai dan mendapatkan lisensi secara internasional oleh badan kesehatan dunia (WHO) dengan kadar yang diijinkan.
Meskipun demikian, entah karena tidak mengerti atau sengaja, pada saat ini masih sering ditemukan produsen yang menggunakan pengawet makanan yang telah dilarang oleh pemerintah.
Pengawet yang telah dilarang tetapi masih sering digunakan di antaranya adalah:
1) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7.10 H2O adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat, plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder.
Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu.
Banyak ditemukan kasus boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar, mi basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Bagaimana sikapmu terhadap fenomena semacam ini?




Bahan Pengawet Makanan Yang Dilarang.

2) Formalin adalah nama dagang untuk larutan yang mengandung 40 persen formaldehid (HCOH) dalam 60 persen air atau campuran air dan metanol (jenis alkohol bahan baku spiritus) sebagai pelarutnya.

Formalin sering disalahgunakan untuk mengawetkan mi, tahu basah, bakso, dan ikan asin. Penggunaan formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan.
Gejalanya antara lain pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan, rasa gatal di dada, sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, dan mencret berdarah. Formalin juga menyebabkan kerusakan sistem susunan saraf pusat serta gangguan peredaran darah.
Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan kejang-kejang, kencing darah, dan muntah darah yang berakhir dengan kematian. Formalin juga bersifat karsinogenik (dapat memicu kanker).

Semoga sedikit informasi ini bisa membekali para produsen pangan skala UMKM di Jawa Tengah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA