Bahan kimia Berikut yang termasuk bahan pewarna buatan adalah

Pewarna makanan banyak digunakan dalam industri kuliner dan pangan dengan alasan untuk mempercantik produk makanan. Warna-warna cerah pada makanan memang menarik dan menggugah selera. Tapi pernahkah Anda bertanya-tanya mengenai apakah pewarna makanan yang digunakan aman atau tidak? Lalu apa bahayanya?

Pewarna makanan adalah zat aditif yang ditambahkan untuk meningkatkan warna makanan atau minuman. Selain itu, pewarna makanan juga dapat meningkatkan daya tarik, merangsang indera penglihatan, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi atau mengatasi perubahan warna. Pewarna makanan tersedia dalam berbagai bentuk, seperti cairan, bubuk, gel, atau pasta.

Pewarna Makanan yang Diizinkan

Pewarna makanan terbagi menjadi dua, yaitu alami dan sintetis (kimia). Pewarna alami terbuat dari bahan alami seperti tumbuhan, hewan, dan mineral. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, daftar pewarna alami yang diperbolehkan adalah kurkumin, riboflavin, karmin dan ekstrak cochineal, klorofil, karamel, karbon tanaman, beta-karoten, ekstrak anato, karotenoid, merah bit, antosianin, dan titanium dioksida.

Sedangkan pewarna sintesis yang diperbolehkan, namun dibatasi penggunaannya, antara lain tartrazin, kuning kuinolin, kuning FCF, karmoisin, ponceau, eritrosin, merah allura, indigotin, biru berlian FCF, hijau FCF, dan cokelat HT. Pewarna makanan sintesis tersebut diperoleh secara kimia dengan mencampur dua atau lebih zat menjadi satu zat baru.

Pewarna Makanan yang Berbahaya

Pemerintah sudah memberikan daftar pewarna yang boleh digunakan dalam makanan. Tetapi kenyataannya masih ada saja pewarna bukan untuk makanan yang dicampurkan dalam penganan. Dua di antaranya yang sering ditemukan di Indonesia adalah rhodamin B dan metanil yellow.

Rhodamin B

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, dan berwarna hijau atau ungu kemerahan. Biasanya pewarna ini digunakan untuk mewarnai tekstil, kertas, dan produk kosmetik. Namun tak jarang rhodamin B justru dicampurkan ke dalam makanan, seperti kerupuk dan jajanan kue, serta minuman.

Rhodamin B memiliki nama lain seperti D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Acid Brilliant Pink B. Pewarna ini diduga dapat menyebabkan kanker, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan perkiraan tersebut.

Metanil Yellow

Metanil yellow adalah pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecokelatan, dan larut dalam air dan alkohol. Pewarna yang satu ini umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, cat, dan sebagainya.

Makanan atau minuman yang dicampur dengan metanil yellow biasanya akan berwarna kuning mencolok, berpendar, dan terdapat titik warna (warna tidak rata). Pewarna ini bisa dijumpai pada aneka jajanan seperti kerupuk, mie, tahu, dan gorengan.

Bila dikonsumsi, metanil yellow dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan hipotensi (tekanan darah rendah). Mengonsumsi metanil yellow dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan kanker kandung kemih. Namun juga masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan dugaan ini.

Berhati-hatilah ketika membeli makanan atau minuman berwarna. Bisa-bisa bukan nutrisi yang Anda dapatkan dari penganan tersebut, melainkan penyakit yang dapat mengancam kesehatan tubuh. Pastikan produk-produk yang Anda konsumsi terdaftar di BPOM. Sebaiknya konsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang, dan alami tanpa pengawet atau pewarna, agar Anda terhindar dari risiko penyakit.

Repost : //www.alodokter.com/pewarna-makanan-yang-diperbolehkan-dan-dilarang

Kembali ke atas

Tahukah Anda, jika dibalik keindahan dan kecantikan batik, industri batik ternyata menghasilkan dampak negatif berupa limbah yang merusak lingkungan? Limbah tersebut terutama berasal dari proses pewarnaan batik yang masih menggunakan pewarna sintesis naptol, remasol, indigosol, dan sejenisnya. Bahan pewarna kimia pada batik tersebut tergolong tidak ramah lingkungan. Apabila limbah-limbah mengalir ke dalam tanah, bahan-bahan tersebut tentu merusak ekosistem tanah. Pasalnya, bakteri tanah tidak mampu mendegradasi bahan-bahan kimia.

Bahan-bahan yang bersifat karsinogenik pun jika masuk ke dalam tubuh bisa membahayakan kesehatan manusia. Disamping berbahaya bagi manusia, bahan pewarna naptol dan indigisol bisa mengakibatkan organisme dalam air akan mati. Hal itu disebabkan bahan pewarna tersebut dapat mengubah nilai biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) dalam air. Kandungan oksigen (O2) yang notabene diperlukan organisme air akan menurun jika limbah pewarna masuk ke air.

Adalah Dr. Edia Rahayuningsih, pengajar pada Jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada yang peduli permasalahan ini. Ia mengungkapkan meski bahan naptol telah dilarang digunakan sejak 1996, para perajin batik masih terus menggunakan pewarna tersebut lantaran murah, praktis, dan lebih cerah.

“Tapi, agar hasil pembuatan batik tidak terlalu mencemari lingkungan dan membahayakan manusia, bahan pewarna sintetis itu mestinya harus diganti dengan pewarna dari alam. Karena di Indonesia terdapat bahan pewarna alternatif yang lebih aman dan tahan lama berasal dari tanaman indigofera”, katanya di Kampus UGM, Rabu (17/4).

Sebagai dosen dan peneliti, Edia Rahayuningsih sudah lama meneliti tanaman indigofera sebagai bahan pewarna pengganti naptol. Ia tahu sudah sejak lama tanaman indigofera terkenal sebagai pewarna indigo. Hasil penelitian yang ia lakukan menunjukkan marga indigofera bisa digunakan sebagai pengganti warna biru pada pewarna non-alami.

“Zat warna pada indigofera yang berupa serbuk dan diberi nama Gama Blue ND (Gadjah Mada Blue Natural Dye) itu bisa dihasilkan melalui teknik modern. Selain penggunaannya praktis, zat warna yang dihasilkan tanaman indigofera lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan zat warna yang diproduksi dengan cara-cara tradisional”, imbuhnya.

Kata Edia, warna biru dari serbuk yang dihasilkan memiliki kadar hingga 40 persen, sementara warna biru dari proses biasa kadarnya hanya 15 persen. Apabila untuk mendapatkan warna dengan kecerahan sama, pewarna indigofera dari proses tradisional memerlukan 30 sampai 40 kali pencelupan, dengan proses yang dikembangkan Edia, hanya memerlukan 3 sampai 6 kali pencelupan. “Tentu saja, bagi para perajin batik, efisiensi proses ini tentu cukup berarti,” katanya.

Meski telah mengajak perajin batik kembali menggunakan pewarna alami, Edia mengakui bila harga pewarna alami masih tergolong mahal dibanding pewarna sintetis. Karena rendemen daun indigofera terbilang kecil, dari 250 kilogram daun basah yang diproses, hanya diperoleh 1 kilogram serbuk warna atau 0,4 persen.

Sehingga, tidak heran apabila harga pewarna alami menjadi tinggi atau berkisar 750 ribu rupiah per kilogramnya. Keuntungan para perajin pun lebih sedikit jika harus menggunakan pewarna dari tanaman indigofera. Sebaliknya perajin akan mendapat untung banyak bila mereka menggunakan pewarna naptol yang harganya hanya sekitar 50 ribu rupiah per kilogram.

“Dari segi harga, bahan pewarna alami tidak dapat bersaing. Namun, dari sisi kualitas, warna alami indigo lebih lembut dan tahan lama. Bagaimanapun hasil pewarnaan bahan sintetis lebih tajam, berbeda halnya dengan warna alami yang terlihat lembut, tetapi dari segi pamor secara keseluruhan warna alami jelas lebih cantik,” aku Edia.

Perempuan yang banyak meneliti tentang pencemaran inipun terus berharap agar semakin banyak petani menanam indigofera guna menekan harga. Karena itu, ia ia tak henti-henti melakukan sosialisasi dimana-mana. Sebagai hasilnya, kini telah banyak petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta dan daerah lain bersedia menanam Indigofera karena mereka tahu besarnya keuntungan yang bisa diperoleh. (Humas UGM/ Agung)

sumber: ugm.ac.id

Gaya Hidup Buruk, Diabetes Mengancam Kaum Muda

Perbesar

Ilustrasi Makanan Berwarna-warni (sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Pewarna makanan sering digunakan untuk memberikan efek warna pada berbagai jenis makanan ringan hingga makanan berat untuk membuat tampilan dari makanan tersebut lebih menarik untuk dimakan. Pewarna makanan biasanya digunakan di beberapa makanan ringan seperti di kue, di minuman, dan lain sebagainya. 

Pewarna makanan juga memiliki pilihan warna yang cukup banyak dan bisa digunakan di berbagai produk olahan makanan. Beberapa jenis pewarna makanan bahkan juga menambahkan aroma hingga rasa sehingga membuat makanan lebih menarik dan lebih nikmat lagi untuk dimakan.

Tujuan penggunaan pewarna makanan biasanya adalah untuk mempercantik tampian dari sebuah makanan dan minuman. Namun pewarna makanan juga kadang digunkan untuk menambah cita rasa dari suatu makanan dan makanan.

Berbagai jenis pewarna makanan banyak dijual di pasaran dari pewarna makanan dari bahan kimia, hinga pewarna makanan yang terbuat dari bahan alami.

Beberapa jenis pewarna makanan yang terbuat dari bahan kimia harus lulus uji kelayakan pangan sebelu digunakan dengan mengukur kandungan dan bahan yang digunakan.  Berikut ini Liputan6.com sudah merangkum jenis-jenis pewarna makanan Selasa (9/4/2019).

Perbesar

Ilustrasi makanan dengan berbagai warna (sumber: Pexels)

Banyak pewarna makanan yang dijual di pasaran dan dugunakan untuk mewarnai makanan dan minuman agar terlihat menarik. Pewarna makanan ini bisa berasal dari zat kimia atau buatan.

Berikut ini beberapa pewarna makanan buatan yang boleh digunakan untuk mewarnai makanan dan minuman dan bisa dikonsumsi dengan kadar tertentu.

1. Tartrazin

2. Kuning kuinolin

3. Kuning FCF

4. karmoisin

5. Ponceau

6. Eritrosin

7. Merah allura

8. Indigotin

9. Biru berlian FCF

10. Hijau FCF

11. Coklat HT

Pewarna makanan buatan di atas adalah beberapa jenis pewarna makanan yang bisa di konsumsi dan ditambahkan pada makanan atau minuman. Namun penggunaannya juga disarankan untuk tidak berlebihan.

Pewarna makanan buatan di atas dibuat dari bahan kimia yang dicampur dengan bahan kimia lainnya yang menghasilkan warna berbeda.

Perbesar

Ilustrasi makanan berwarna (sumber: Pixabay)

Pemerintah Indonesia sudah memberikan beberapa daftar pewarna makanan buatan yang berbahaya dan tidak boleh dikonsumsi atau digunakan pada makanan atau minuman. Biasanya pewarna ini akan berdampak buruk bagi kesehatan dan bisa menyebabkan penyakit.

Beberapa jenis pewarna makanan buatan yang berbahaya dan dilarang oleh pemerintah adalah.

1. Rhodamin B

Rhodamin B merupakan pewarna makanan buatan atau sintetik yang berbentuk kristal dan memiliki warna hijau atau ungu kemerahan. Pewarna ini biasanya digunakan untuk mewarnai tekstil, kertas, dan produk kosmetik, sehingga jika dikonsumsi atau ditambahkan pada makanan dan minuman bisa berbahaya.

2. Metanil Yellow

Metanil yellow adalah pewarna makanan sintetik yang memiliki warna kuning kecoklatan yang bisa larut dalam air dan alkohol. Metanil yellow biasanya berbentuk serbuk dan sering digunakan untuk mewarnai tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, cat, dan lain sebagainya.

3. Alura Red

Pewarna makanan berbahaya selanjutnya adalah alura red atau Red 40. Pewarna ini mengandung benzidene yang disinyalir bersifat karsinogen atau bisa memicu kanker.

Hingga sampai saat ini alura red masih sering digunakan pada beberapa makanan dan minuman yang dijual dipasaran. Menurut FDA, takaran aman untuk allura red adalah 7 miligram per kilogram berat badan tubuh.

4. Sunset Yellow

Sunset yellow adalah pewarna makanan buatan yang juga dicurigai dapat berbahaya jika dikonsumsi berlebihan oleh manusia. Menurut FDA, takaran yang aman untuk pewarna ini adalah 3,75 miligram per kilogram berat badan.

Perbesar

Ilustrasi sayur dan buah segar.

Selain pewarna makanan buatan, sebenarnya terdapat pewarna makanan yang bisa dibuat dari bahan alami dari berbagai macam tumbuhan yang ada di sekitar kita.

Pewarna makanan alami ini diyakini lebih sehat dan tidak membahayakan tubuh jika dikonsumsi secara berlebihan, bahkan bisa memberikan manfaat yang baik bagi tubuh.

Berikut ini beberapa pewarna makanan alami yang bisa kamu buat dan kamu gunakan pada makanan dan minuman.

1. Kunyit

Jika kamu menginginkan warna kuning pada makanan atau minuman, kamu bisa menggunakan kunyit untuk memberikan efek warna kuning.

Kunyit juga mengandung curcumin yang bermanfaat sebagai anti inflamasi atau peradangan. Contoh makanan yang bisa menggunakan kunyit sebagai pewarna makanan adalah nasi kuning.

2. Daun Suji

Ingin mendapatkan warna hijau alami? Kamu bisa menggunakan daun suji yang dihancurkan dan kemudian ditambah dengan air dan disaring. Air dari daun suji akan memberikan warna hijau pada makanan dan minuman. Selain itu, daun suji mengandung zat tanin yang bermanfaat untuk mencegah sembelit.

3. Buah Naga Merah

Warna kemerahan pada buah naga bisa kamu gunakan untuk memberikan efek warna pada makanan dan minuman. Selain itu kandungan buah naga yang kaya akan kalsium, vitamin A, dan B juga cocok untuk pertumbuhan anak. Kamu cukup memblender buah naga dan kemudian disaring dan diambil sarinya.

4. Blueberry

Buah blueberry bisa kamu gunakan untuk memberikan warna biru keunguan. Kandungan vitamin C pada buah ini juga baik untuk tubuh. Cara mendapatkan pewarna alami dari buah ini adalah dengan menghancurkan blueberry dan masukan kedalam adonan makanan.

5. Wortel

Wortel sangat baik untuk mata karena banyak mengandung vitamin A. Selain itu, wortel juga bisa digunakan sebagai pewarna makanan alami yang menghasilkanwarna kuning kemerah-merahan atau warna orange.

Itulah beberapa pewarna makanan alami yang bisa kamu buat untuk ditambahkan pada makanan atau minuman agar tampilannya lebih menarik lagi. Gunakanlah pewarna alami yang lebih baik atau pewarna buatan yang perbolehkan oleh pemerintah dan tidak mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA