Bagaimana peranan para wali dalam pemerintahan Kerajaan Demak?

Uraian

  1. Pembawa agama islam di Indonesia adalah pedagang (Gujarat, Persia, Arab, Mesira),  Para Mubaligh, Sufi (ahli Tasawuf) dan Para Wali. Penyebar agama Islam di Pulau Jawa dikenal sebagai Wali. Sebutan Wali ditujukan pada orang yang tinggi budi pekerti dan ilmunya. Wali Songo diartikan sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Wali bukanlah nama, melainkan sebutan julukan yang mengadung perlambang suatu dewan para wali. Angka Sembilan sebelum islam berkembang dianggap angka keramat. Sebenarnya  jumlahnya mereka bukan sembilan orang tapi yang terkenal diantaranya adalah :
  1. Maulana Malik Ibrahim, beliau berasal dari Persia dan menetap di Gresik. (Beliau menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya)
  2. Sunan Ampel (Raden Rahmat), beliau berkedudukan di Ampel Surabaya. Beliau masih keponakan raja Majapahit. Menyebarkan islam melalui pendidikan pesantren. Muridnya antara lain yang menjadi wali adalah Sunan Giri.
  3. Sunan Giri (Raden Paku), menyebarkan agama Islam tidak hanya di Giri dekat Gresik Jawa Tengah tapi juga sampai ke Maluku. Beliau menyebarkan islam melalui dunia seni dan Ia juga sangat berpengaruh terhadap pemerintahan di kerajaan Demak.
  4. Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim), beliau putra Sunan Ampel dan tinggal di Bonang dekat Tuban. Ia menggunakan pendekatan budaya dalam menyebarkan agama Islam
  5. Sunan Drajat (Raden Qosim/ Syarifudin), beliau putra Sunan Ampel dan menetap di Drajat dekat Sedayu Surabaya. Beliau melakukan penyebaran Islam dengan cara pendekatan sosial, dibidang politik mendukung kerajaan Demak
  6. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid), putra Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban. Beliau murid Sunan Bonang dan berkedudukan di Kadilangu dekat Tuban. Menyebarkan agama Islam dengan memanfaatkan sarana wayang.
  7. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), beliau berasal dari Palestina dan pernah menjabat sebagai panglima perang Kerajaan Islam Demak dan mendirikan Kesultanan Cirebon dan Banten.
  8. Sunan Muria (Raden Umar Said), beliau putra Sunan Kalijaga  dan menyebarkan Islam di sekitar Jawa Tengah dan ikut membantu berdirinya kerajaan Islam Demak.
  9. Sunan Kudus (Sayyid Jafar Shodiq), beliau berasal dari Palestina dan menyebarkan agama Islam di pesisir Jawa Tengah dan pernah menjadi Senapati Kerajaan Islam Demak.
  1. Peran Wali Songo menyebarkan Islam melalui Saluran :

Melalui jalur pendidikan diahapkan banyak murid-murid yang telah belajar agama islam akan mampu mengadakan dakwah untuk menyebarkan agama Islam.

Jalur kebudayaan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh beberapa Ulama (Wali Songo) untuk menyebarkan agama Islam khususnya di  pulau Jawa, mengingat kebudayaan Hindu-Budha masih kuat mengakar pada masyarakat pada waktu itu. Islam diterima melalui pendekatan budaya lokal di wilayah mereka berdakwah, misalnya lewat wayang, gamelan, seni ukir dan batik. Tokoh-tokoh yang menempuh jalur kebudayaan (berupa seni) dilakukan antara lain oleh:

  • Sunan Kalijaga   :  melalui cerita wayang memasukan nilai-nilai Islam di      

dalamnya.

  • Sunan Bonang    :  menciptakan alat bernama Bonang (bagian alat gamelan), menciptakan gending (lagu) Durma yang didalamnya berisikan ajaran Islam.
  • Sunan Muria       :  menciptakan lagu Sinom dan Kinanti yang bernuansa Islam.
  • Sunan Giri          :  menciptakan lagu Asmaradana dan gending Pucung, beliau juga menciptakan permainan anak yang bernuansa Islam seperti Ilir-ilir, Jamuran, dan Cublak-cublak Suweng.

Gambar 2 :

  1. Politik   :  Melalui jalur politik juga dilakukan oleh Wali Songo. Mereka melihat peluang untuk mendirikan kerajaan yang bercorak Islam salah satu contohnya mendukung Raden Patah yang masih keturunan raja Majapahit untuk menjadi raja / Sultan Demak pertama. Ternyata organisasi dakwah Wali Songo berhasil sehingga menyusul berdirinya kerajaan-kerajaan bercorak Islam lainnya seperti Pajang, Cirebon dan Banten. Peran Wali Songo lainnya seperti sebagai penasehat raja. Ada yang menjadi raja di kesultanan Cirebon dan Banten seperti Sunan Gunung Jati.

Wali Songo. Foto: Istimewa

Wali songo atau Sembilan wali memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya Pulau Jawa. Sembilan orang wali yang dimaksud adalah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.

Sembilan wali ini memiliki keterkaitan erat, baik berdasarkan ikatan darah ataupun hubungan guru dan murid. Mereka tinggal di pantai utara Pulau Jawa sejak awal abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 di beberapa wilayah, yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat.

Pemilihan wilayah-wilayah ini bukan tanpa sebab, tapi sudah diperhitungkan oleh para Wali. Ini juga menjadi faktor penting penyebaran Islam di Jawa dan wilayah lainnya.

Dalam buku Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual karya Purwadi, salah satu kemungkinan alasan para wali memilih Pulau Jawa karena melihat Jawa sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik, dan kebudayaan di Nusantara pada masa itu. Daerah pesisir Jawa yang menjadi kota pelabuhan merupakan fokus utama karena banyak dikunjungi oleh pedagang dari luar Jawa. Ini memungkinkan penyebaran Islam bisa lebih masif.

Selain itu, pemilihan Cirebon sebagai tempat dakwah Sunan Gunung Jati berkaitan dengan jalur perdagangan rempah-rempah sebagai komoditi yang berasal dari Indonesia Timur ke Indonesia Barat. Strategi geopolitik inilah yang menentukan keberhasilan penyebaran Islam selanjutnya.

Nah, berikut penjelasan peran Wali Songo dalam penyebaran Islam di Nusantara:

Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik menyebarkan Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim bekerja sebagai pedagang dan tabib yang membantu mengobati masyarakat secara gratis.

Beliau juga mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini disisihkan oleh ajaran Hindu. Beliau berdawkah lewat pergaulan yang baik dengan masyarakat sekitar.

Beliau meninggal pada tahun 1419 M setelah selesai membangun dan menata pondok pesantren yang akan digunakan sebagai tempat belajar agama di Leran.

Sunan Ampel merupakan putra pertama Sunan Gresik. Beliau membangun pondok pesantren di Ampel Denta di Surabaya untuk menyebarkan ajaran Islam.

Ketika Kesultanan Demak hendak dibangun, Sunan Ampel turut memprakarsai lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut. Beliau pula yang menunjuk muridnya, Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak.

Sunan Giri menyebarkan Islam melalui seni. Karya seni yang sering dianggap berhubungan dengan Sunan Giri adalah permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng, serta beberapa gending seperti Asmaradana dan Pucung. Tembang Lir-ilir mengandung pesan keimanan dan ajakan berubah ke arah yang lebih baik.

Sunan Bonang menyebarkan Islam mulai dari Kediri, Jawa Tengah, hingga ke berbagai pelosok Pulau Jawa. Beliau memiliki kebiasaan berkelana ke daerah terpencil seperti Tuban, Pati, Madura dan Pulau Bawean.

Ajaran Sunan Bonang berfokus pada filsafat cinta ('isyq), yang terlihat mirip dengan gaya Jalalludin Rumi. Kesenian menjadi media dakwahnya. Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu menjadi gamelan khas Jawa yang menggunakan instrumen bonang.

Beliau merupakan sosok di balik tembang "Tombo Ati”. Selain itu, Sunan Bonang juga seorang dalang yang menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.

Sunan Drajat menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan dari agama Islam. Oleh sebab itu, beliau terlebih dahulu mengupayakan kesejahteraan sosial sebelum memberikan pemahaman tentang ajaran Islam.

Beliau mendapat gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah yang merupakan Sultan Demak kala itu. Penghargaan ini diberikan berkat keberhasilan Sunan Drajat menyebarkan agama Islam dan mengurangi kemiskinan warganya.

Paham keagamaan Sunan Kalijaga cenderung sufistik berbasis salaf, serupa dengan mentor beliau, yakni Sunan Bonang. Pemikiran kesufian yang ditampilkan Sunan Kalijaga adalah tentang konsep zuhud.

Pemikiran zuhud adalah upaya membangun kesadaran masyarakat pada arti bekerja dan beramal. Orang boleh bekerja apa saja asalkan layak bagi martabat manusia. Orang bekerja untuk memperoleh makanan yang halal dan pantas untuk diri dan keluarganya.

Sunan Kalijaga juga memilih seni sebagai media dakwahnya. Beliau menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk. Beliau juga merupakan tokoh pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, dan lakon wayang Petruk Jadi Raja. Seni tersebut membuat banyak orang tertarik, bahkan berhasil membuat sebagian besar adipati di Jawa untuk memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga.

Cara berdakwah Sunan Kudus meniru pendekatan Sunan Kalijaga yang sangat toleran pada budaya setempat. Dakwah beliau juga disampaikan secara halus.

Beliau juga mendekati masyarakat dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Ini bisa terlihat pada arsitektur Masjid Kudus. Beliau juga pernah menjadi Senapati atau panglima perang Kerajaan Islam Demak.

Sunan Muria banyak menyebarkan Islam di sekitar Jawa Tengah. Sarana yang dipakai untuk berdakwah serupa dengan Sunan Kalijaga, yakni lewat kesenian dan kebudayaan. Beliau juga bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut.

Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali yang menjadi kepala pemerintahan. Beliau mendirikan Kasultanan Cirebon dan Banten. Posisinya tersebut dimanfaatkan untuk mengembangkan Islam. Beliau juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan penghubung antar wilayah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA