Bagaimana pendapat J.L. Moens dan C.C. Berg tentang Teori Ksatria

Doni Setyawan | Desember 20, 2016 | Masa Hindu-Budha |

Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun 400an. Hal ini dibuktikan dengan diketemukannya Prasasti Yupa yang bertuliskan Pallawa dan berbahasa Sansekerta dari Kerajaan Kutai. Berbagai teori kemudian muncul mengenai siapa yang membawa agama Hindu-Budha sampai ke Indonesia. Salah satu Teorinya yaitu Teori Ksatria. Ada tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu sebagai berikut

C.C Berg

C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah para petualang yang sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya ini memudahkan bagi para Kesatrian untuk menyebarkan tradisi Hindu Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam masyarakat Indonesia.

Mookerji

Dia mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan mendatangkan para seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.

J.L Moens

Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar abad ke-5, banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para Ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara.

Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualang pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan). Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai berikut, yaitu:

  1. Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa;
  2. Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yang menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

Sumber:

Tarunasena. 2009. Memahami Sejarah SMA/MA Kelas XI Semester 1 dan 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih

Agama dan kebudayaan Hindu-Buddha masuk ke Indonesia sebagai kebudayaan India akibat adanya kontak perdagangan. Pada awalnya, orang-orang India bersikap aktif dalam perdagangan tersebut. Hal ini menurut Claudius Ptolomeus (Yunani) didorong oleh kekayaan Indonesia akan emas, perak, cengkih, dan lada yang menarik pada pedagang mancanegara. Hubungan perdagangan ini telah berlangsung sejak sekitar abad ke-5 M.

Khusus mengenai penyebaran hinduisme sebagai agama dijelaskan melalui banyak teori.

1. Teori Brahmana dikemukakan oleh Van Leur yang berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh pendeta. Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat ini dikemukakan oleh J. C. Van Leur. Berdasarkan pada pengamatannya terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, maka sangat jelas itu adalah pengaruh Brahmana. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa dan huruf itu, sehingga pantas jika mereka yang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Akan tetapi, bagaimana mungkin Brahmana bisa sampai ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyebrangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis ini. 

Hal-hal yang dilakukan para Brahmana di Indonesia dalam rangka penghinduan antara lain.

a. Abhiseka, yaitu upacara penobatan raja.

b. Vratyastoma, yaitu upacara pencucian diri (pemberian kasta).

c. Kulapanjika, yaitu memberikan silsilah raja, dan

d. Castra, yaitu cara membuat mantra.

2. Teori Ksatria dikemukakan oleh C. C. Berg, Mookerji, dan J. L. Moens. Mereka berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh prajurit yang mengadakan ekspansi. Ada tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh golongan ksatria, yaitu sebagai berikut.

a) C. C. Berg

C. C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia adalah para petualang yang sebagian besar berasal dari golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya ini memudahkan bagi para Ksatria untuk menyebarkan tradisi Hindu-Buddha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam masyarakat Indonesia.

b) Mookerji


Dia mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari India yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan mendatangkan para seniman yang berasal dari India untuk membangun candi-candi di Indonesia.
c) J. L. Moens Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Perlu diketahui bahwa sekitar abad ke-5, banyak kerajaan-kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para Ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara. Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa semangat berpetualangan pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan). Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai berikut, yaitu : 1) Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. 2) Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti) yang menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11, sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

3. Teori Waisya dikemukakan oleh N. J. Krom yang mengatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang. Menurut N. J. Krom proses terjadinya hubungan antara India dan Indonesia karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para pedagang. Perdagangan yang terjadi pada saat itu menggunakan jalur laut dan teknologi perkapalan yang masih banyak bergantung pada angin musim. Hal ini mengakibatkan dalam proses tersebut, para pedagang India harus menetap dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya angin musim yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan. Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini pengaruh kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pendapat Krom tersebut didasarkan penelaahan dia pada proses Islamisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang Gujarat. Bukan hal yang mustahil, proses masuknya budaya Hindu-Buddha di Indonesia dilakukan dengan cara yang sama. Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana. Namun bila menilik peninggalan prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sansekerta dan berhuruf Pallawa. Dengan demikian, timbul pernyataan : Mungkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di daerahnya sendiri kebudayaan tersebut hanya milik kaum Brahmana? Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.

4. Teori Sudra dikemukakan oleh banyak orang. Teori menyatakan bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum sudra (kasta terendah) yang datang di Nusantara untuk memperbaiki nasib. Teori ini dianggap lemah, karena kaum sudra tidak mengerti seluk beluk dari ajaran agama Hindu dalam Kitab Suci Weda dan mereka juga tidak menguasai bahasa Sansekerta. Salah satu orang yang mendukung teori ini adalah Van Faber.

5. Teori Arus Balik (Nasional) dikemukakan oleh F. D. K. Bosch yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia berperan aktif menyebarkan agama Hindu. Di kemudian hari, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan dari orang-orang asing yang datang. Mereka juga aktif mencari ilmu agama di negeri orang dan menyebarkannya setelah kembali ke kampung halaman.

Pendapat yang dikemukakan oleh teori-teori yang lain mendapat kritikan dari F. D. K. Bosch. Adapun kritikan yang dikemukakannya adalah sebagai berikut.

a) Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, ternyata teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesis Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang bercorak Hindu-Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesa Ksatria, ternyata tidak ada jaya prasasti yang menyatakan daerah atau kerajaan yang ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh para Ksatria dari India.

b) Bila ada perkawinan antara golongan Ksatria dengan putri pribumi dari Indonesia, seharusnya ada keturunan dari mereka yang ditemukan di Indonesia. Pada kenyataannya, hal ini tidak ditemukan.

c) Dilihat dari hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi yang dibangun di India.

d) Kritikan yang lain adalah dilihat dari sudut bahasa. Bahasa Sansekerta hanya dikuasai oleh para Brahmana, tetapi kenapa bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.

Selanjutnya, F. D. K. Bosch punya pendapat lain. Teori yang dikemukakan oleh Bosch ini dikenal dengan Teori Arus Balik. Menurut teori ini, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Setelah tiba di Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.

Bukti-bukti dari pendapat Bosch adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradewa (Raja Sriwijaya) telah meminta kepada raja di India untuk membangun Wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka balik ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.

Bukti adanya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia sebagai berikut.

1. Adanya arca buddha bergaya amarawati (gaya India Selatan) di Sempaga, Sulawesi Selatan, dan di Jember. Arca di Sempaga merupakan yang tertua. Selain itu, ditemukan pula arca bergaya gandhara (India Utara) di Bukit Siguntang (Sumatera Selatan) dan Kota Bangun, Kutai.

2. Adanya prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta di Kutai dan Tarumanegara.

3. Adanya penganut agama Hindu dan Buddha di Indonesia.

4. Berkembangnya seni patung di Indonesia.

5. Penggunaan istilah warman sebagai nama raja seperti di India.

6. Munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha.

7. Penggunaan bahasa Sansekerta dan tulisan Pallawa dalam kehidupan masyarakat.

8. Adanya sistem kemaharajaan.

9. Adanya kitab-kitab sastra yang bercorak Hindu. Daftar Pustaka :

Tarunasena. 2009. Sejarah SMA/MA untuk Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.


Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah 2 : untuk SMA/MA Kelas XI Program Bahasa. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi

Pengumpulan data kependudukan di Indonesia ada tiga macam, yaitu sensus, survei, dan registrasi. 1. Sensus Sensus penduduk disebut cacah jiwa. Sensus penduduk merupakan suatu proses keseluruhan dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan penilaian data penduduk yang menyangkut antara lain ciri demografi, sosial ekonomi, dan lingkungan hidup. a. Syarat-syarat Sensus Di dalam sensus, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya sebagai berikut. - Semua Orang atau Bersifat Mandiri Informasi demografi harus mencakup semua orang atau mandiri yang ada di dalam suatu wilayah tertentu. Baik itu yang bersumber dari anggota masyarakat atau anggota keluarga. - Waktu Sensus dilakukan secara periodik pada saat yang telah ditentukan. Waktu pelaksanaan secara serentak. - Wilayah Tertentu Cakupan sensus dan ruang lingkup sensus, meliputi wilayah tertentu secara rata di setiap wilayahnya. Di Indonesia, pencacahan jiwa atau sensus dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. H

Perjanjian Internasional mempunyai bermacam-macam istilah. Beberapa istilah tersebut di antaranya sebagai berikut. 1. Traktat ( Treaty ) Traktat adalah suatu perjanjian atau persetujuan antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Traktat mengatur masalah-masalah yang bersifat fundamental sehingga kekuatan mengikatnya sangat ketat. Oleh karena itu, traktat merupakan bentuk persetujuan yang paling resmi (formal) dan harus diratifikasi oleh badan eksekutif dan atau legislatif negara peserta. Misalnya, Perjanjian Celah Timur yaitu perjanjian antara negara Timor Loro Sae dengan Australia mengenai bagi hasil pengolahan minyak di Kawasan Celah Timur. 2. Konvensi ( Convention ) Istilah konvensi digunakan untuk memberi nama suatu catatan dari persetujuan mengenai hal-hal penting, tetapi yang tidak bersifat politik tinggi. Konvensi juga dipergunakan untuk menyebut persetujuan formal yang bersifat multilateral yang diadakan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA