Bagaimana mekanisme penyelesaian hukum apabila terjadi Pelanggaran dalam pemanfaatan tata ruang

Lihat Foto

DOK. Humas Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN)

Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Sofyan ketika meninjau lokasi yang teridentifikasi melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang di Kawasan Grand Kota Bintang, Kota Bekasi, Rabu (26/1/2021).

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memberikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir bagi pelanggar tata ruang.

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang Hary Sudwijanto mengungkapkan hal itu seperti dikutip Kompas.com dari laman Kementerian ATR/BPN, Kamis (4/3/2021).

“Beberapa kali, pimpinan kami berkata bahwa sanksi pidana adalah benar-benar upaya terakhir dalam memberikan sanksi pelanggaran, jika sanksi administratif masih dapat kami berikan,” tutur Hary.

Oleh karena itu, kata Hary, Kementerian ATR/BPN lebih mengedepankan sanksi administratif bagi mereka yang melakukan pelanggaran itu.

Sanksi administratif ini berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, penutupan lokasi, pembatalan izin, pemulihan fungsi hingga ruang, hingga denda administratif untuk pelanggaran tata ruang.

Bukan tanpa alasan, hal ini bertujuan untuk memberikan manfaat, suatu kepastian, rasa hak keadilan dalam penerapannya.

Baca juga: Pemerintah Terapkan Restorative Justice bagi Pelanggar Tata Ruang, Apa Itu?

Selain itu, sanksi administratif juga bertujuan untuk menghindari over criminalizing (kriminalisasi berlebihan) namun juga ingin mengutamakan tata ruang sesuai fungsi semula.

Dalam konteks sanksi pelanggaran tata ruang, pendekatan sanksi administratif ini ingin membuat bagaimana pelaku pelanggaran tata ruang merasa jera namun tetap bisa menanggulangi kerugian yang sudah dia perbuat.

“Jika pelaku tidak jera, masyarakat atau korban tetap merasakan kerugian, lingkungan dan keadaan sekitar juga tidak berubah, tentu hukum itu tidak akan memberikan manfaat apapun,” tutur Hary.

Selama ini, bentuk pelanggaran yang kerap terjadi dalam proses penataan tata ruang mulai dari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang.

04 Mar 2021, 14:44 WIB - Oleh: Yanita Petriella

Dimas Ardian Ilustrasi proyek properti di Jakarta./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memberikan sanksi pidana sebagai upaya terakhir bagi pelanggar tata ruang.

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang Hary Sudwijanto mengatakan bentuk-bentuk pelanggaran yang kerap kali terjadi dalam proses penataan tata ruang antara lain pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang, tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang, dan tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.

Baca Juga : Rencana Tata Ruang Akan Dibuat Platform Digital

Selain itu, pelanggaran penataan tata ruang bisa berupa upaya menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. 

Dalam mengatasi berbagai bentuk pelanggaran, banyak bentuk sanksi yang dijalankan, mulai dari sanksi administrasi, sanksi perdata, hingga sanksi pidana. 

Baca Juga : Masukan Kementerian ATR/BPN Terkait Rencana Detail Tata Ruang

Pihaknya berusaha mengedepankan sanksi administratif, seperti berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan, penutupan lokasi, pembatalan izin, pemulihan fungsi, hingga ruang denda administratif untuk pelanggaran tata ruang. 

“Beberapa kali, pimpinan kami berkata bahwa sanksi pidana adalah benar-benar upaya terakhir dalam memberikan sanksi pelanggaran, jika sanksi administratif masih dapat kami berikan,” ujarnya melalui keterangan tertulis pada Kamis (4/3/2021). 

Menurut Hary, tujuan hukum yakni memberikan manfaat, ada suatu kepastian, ada rasa hak keadilan dalam penerapannya. Tak hanya menghindari over criminalizing, tetapi juga ingin mengutamakan keadaan agar kembali sesuai dengan fungsi semula. 

Dalam konteks sanksi pelanggaran tata ruang, lanjutnya, pendekatan sanksi administratif ini ingin membuat bagaimana pelaku pelanggaran tata ruang merasa jera, tapi tetap bisa menanggulangi kerugian yang sudah diperbuat.

“Jika pelaku tidak jera, masyarakat atau korban tetap merasakan kerugian, lingkungan dan keadaan sekitar juga tidak berubah, tentu hukum itu tidak akan memberikan manfaat apa pun. Pengenaan sanksi ini dirasa adil karena tak hanya memberi efek jera, melainkan juga mengembalikan fungsi tata ruang tempat terjadi pelanggaran," tutur Hary.

Lebih lanjut, dalam penegakan penataan ruang, terdapat tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk penataan ruang yang tersebar seluruh Indonesia. 

Kerja PPNS penataan ruang sendiri mempunyai mekanisme mulai dari pengaturan pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan dan pembinaan terkait dengan perilaku masyarakat di sekitar. 

Dalam jalannya penataan tata ruang, selain penegakan sanksi untuk pelanggaran tata ruang, Hary juga meminta agar pihak PPNS penataan ruang untuk senantiasa pro aktif untuk melakukan pencegahan dan lebih banyak berkolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait seperti lembaga swadaya masyarakat setempat, kepolisian, ataupun pihak lain. 

“Kami selaku PPNS penataan ruang senantiasa mengoptimalkan kerja sama dengan lembaga lain. Semakin banyak kolaborasi, semakin banyak pelanggaran yang kita ketahui sejak awal agar bisa melakukan pencegahan awal sebelum dampak buruk terjadi,” ucap Hary.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: M. Syahran W. Lubis

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA