Bagaimana aktivitas manusia dapat menyebabkan ancaman pada habitat suatu spesies

Beberapa Keanekaragaman Hayati dari Lapisan Tumbuhan dan Hewan. Foto: Lipi.go.id

Keanekaragaman hayati disekitar kita semakin hari semakin mengalami penurunan, baik itu dari lapisan tumbuhan maupun hewan. Manusia dengan sifat alaminya terus menerus memanfaatkan hasil kekayaan keanekaragaman hayati yang ada disekitarnya. Tapi sadarkah kita bahwa manusia adalah pelaku utama yang menyebabkan terjadinya kemerosotan keanekaragaman hayati secara dinamis.

Dalam Q.s Ar-Rum ayat 41 tertera bahwa “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Dari sepenggal ayat ini, mejadi tamparan keras bagi manusia sebagai salah satu penyebab kerusakan di darat maupun dilaut yang diartikan sebagai kerusakan yang terjadi terhadap lingkungan ekosistem daratan seperti maupun lautan yang terdapat berbagai keanekaragaman hayati mulai dari lingkup tumbuhan hingga hewan, dimana setiap kerusakan yang dilakukan akan kembali terhadap manusia tersebut.

Berdasarkan data identifikasi dari para ekolog, terdapat empat faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kemerosotan keanekaragaman hayati secara dinamis yaitu adanya penghancuran habitat dan fragmentasi habitat, spesies invasif, eksploitasi secara berlebihan, dan polusi. Dari keempat faktor ini ukuran dan dominansi populasi manusia yang semakin bertambah merupakan akar dari keempat faktor utama permasalahan ini. Selain itu, para saintis juga memprediksi terjadinya perubaan iklim global juga akan menjadi salah satu faktor penyumbang permasalahan kepunahan keanekaragaman hayati tak berapa lama lagi di masa depan.

Area Pertambangan Emas Martabe PT Agincourt Resources (PTAR),Tapanauli Selatan, Sumatera Utara. Foto: CNN Indonesia

Penghancuran dan fragmentasi habitat dibuktikan dengan adanya aktivitas manusia seperti agrikultur, pembangunan perkotaan, perhutanan, dan pertambangan yang akan menjadi ancaman besar bagi keberlansungan keanekaragaman hayati. Menurut IUCN, dari aktivitas manusia dalam penghancuran habitat mencapai persentase 85% mencakup habitat dari semua burung, mamalia, dan amfibia yang terancam punah. Letak penghancuran habitat ini tepatnya berada di dalam kawasan hutan sebagai tempat tinggal berbagai jenis keanekaragaman hayati. Hutan setiap tahun terus-menerus mulai terkikis dan digunduli demi kepentingan manusia di bidang agrikultur. Tak sampai disitu, banyak praktik agrikultur yang tidak berkelanjutan telah merusak banyak lahan budidaya di dunia sehingga lahan ataupun hutan sama sekali tidak bisa difungsikan lagi. Peneliti memeperkirakan 80% dari penggundulan yang terjadi bertujuan untuk menggantikan lahan pertanian yang sudah rusak.

Selain penghancuran dan fragmentasi habitat, peringkat kedua sebagai penyebab kemerosotan keanekaragaman hayati adalah spesies invasif. Dalam spesies invasif, setiap spesies akan berkompetisi dengan spesies lainnya dalam memperebutkan sumber daya sebanyak-banyaknya untuk tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Spesies invasif ini terjadi akibat adanya pertumbuhan tak terkontrol dari populasi spesies yang diintroduksi oleh manusia menyebabkan kekacauan antar spesies yang saling bersaing, memangsa, atau meparasiti spesies-spesies asli setempat.

Faktor ketiga adalah adanya eksploitasi secara berlebihan tak lain juga merupakan dari adanya aktivitas manusia yang serakah. Contohnya adalah perikanan lautan yang tidak berkelanjutan, menunjukkan bagaimana manusia mengeksploitasi secara besar-besaran kehidupan liar berbagai hewan dan tumbuhan dengan memanen atau menangkap pada laju yang melebihi kemampuan populasi hewan maupun tumbuhan. Aktivitas eksploitasi berlebihan ini mengancam berbagai spesies darat dan laut yang jumlahnya semakin hari mengalami penurunan drastis.

Grafik Persentase Penyebab Kemerosotan Keanekaragamn Hayatidari Ikan, Mamalia, Reptil dan ampibi, serta burung. Foto: BBC News Indonesia

Dari hasil persentase laporan living planet 2018, terlihat jelas bahwa penyebab kemerosotan keanekaragaman hayati khususnya dari spesies ikan sampai burung. Polusi menjadi penyumbang terbesar kedua setelah perubahan iklim. Adanya polusi udara dan air juga disebabkan dari dua faktor yaitu alam dan aktivitas manusia. Polusi udara yang disebabkan oleh faktor alam seperti aktivitas dari gunung berapi yang mengeluarkan kabut asap dan abu vulkanik. Sedangkan polusi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia itu lebih banyak diantaranya pembakaran hutan, asap kendaraan, dan berbagai kegiatan industri serta pertambangan dimana semua ini berpotensi besar dalam menyebabkan penurunan ratusan spesies di seluruh dunia. Contohnya polusi udara yang diakibatkna dari knalpot mobil dapat bergabung dngan air dan kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam karena adanya siklus air beroperasi pada skala global dimana daerah yang dituruni oleh hujan asam.

Dampak dari hujan asam akan menyebabkan tumbuhan kekurangan mineral dan air, jaringan epidermis tumbuhan terkikis, terutama pada bagian kloroplas daun, sehingga berkurangnya kemampuan fotosintesis tumbuhan mengakibatkan tidak adanya energi yang dihasilkan oleh tumbuhan dan akan mengalami kematian. Sama halnya dengan hewan akan memberikan efek yang sangat keras terutama pada hewan yang tinggal di lingkungan perairan seperti danau dan rawa-rawa, air asam dari hujan akan merusak insang ikan, mematikan embrio hewan air, bahkan membuat ikan menjadi mandul karena kekurangan kalsium. Bagi hewan darat kandungan asam yang tinggi pada hujan asam akan membuat hewan-hewan menjadi tidak tahan dan tidak beradaptasi sehingga dapat banyak hewan mengalami kematian massal dari efek hujan asam ini.

Keempat faktor utama ini terlihat jelas didasari dari aktivitas manusia yang terlibat dalam merosotnya keanekaragaman hayati saat ini. Oleh karena itu, sebagai manusia yang peduli akan keberlanjutan (sustainability) keanekaragaman hayati di masa depan perlu ditanamkan kesadaran dalam diri untuk menjaga lingkungan dan kehidupan didalamnya, melakukan berbagai upaya-upaya untuk mencegah merosotnya keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan mulai hal kecil dari diri kita seperti membuang sampah pada tempatnya, menghemat penggunaan air dan listrik, melakukan reboisasi, dan melakukan berbagai konservasi terhadap tumbuhan maupun hewan yang terancam punah, sehingga di masa yang akan datang manfaat keanekaragaman hayati tetap bisa dirasakan oleh seluruh lapisan makhluk hidup di bumi.

Menurut laporan World Wildlife Fund (WWF) yang berjudul Living Planet Report 2020, ancaman terhadap lingkungan di dunia semakin serius. Hal ini tercermin dari jejak ekologis (ecological footprint), sebuah tolak ukur dampak dari kehidupan manusia terhadap alam, yang terus mengalami peningkatan.

Ancaman terbesar utama bagi keanekaragaman hayati di seluruh wilayah dunia adalah karena perubahan penggunaan lahan dan air (50%). Perubahan penggunaan lahan dan air dalam hal ini yaitu penebangan yang dilakukan terus menerus, pertanian yang tidak berkelanjutan, serta penambangan/penggalian.

Ancaman terbesar kedua adalah eksploitasi berlebihan pada spesies (24%), yakni ketika manusia sengaja membunuh spesies/satwa tertentu untuk diperdagangkan atau penangkapan besar-besaran.

Ancaman ketiga, invasi oleh spesies/satwa dan menyebarkan penyakit (13%). Invasi oleh spesies/satwa tertentu terjadi karena habitat asli mereka yang rusak, sehingga mereka mencari habitat lain dan akan menyerang spesies/satwa asli. Spesies/satwa yang melakukan invasi juga bisa menyebarkan penyakit baru yang sebelumnya tidak ada di lingkungan.

Sementara, ancaman keempat dan kelima adalah polusi (7%) dan perubahan iklim (6%). Polusi dapat mempengaruhi ketersediaan makanan dan reproduksi bagi spesies/satwa. Perubahan iklim juga dapat mengacaukan sinyal spesies/satwa untuk bermigrasi dan reproduksi.

Laporan ini juga menyebutkan bahwa dunia telah kehilangan lebih dari dua per tiga populasi satwa liar dalam waktu kurang dari 50 tahun (1970-2016). WWF memperingatkan bahwa manusia merusak alam pada tingkat yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

(Baca Selengkapnya: KIC: Dampak Lingkungan Mulai Jadi Faktor Konsumen Membeli Produk Baru)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA