Apa yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya brainly?

Jakarta -

Mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan? Pertanyaan ini kerap muncul jelang peringatan Hari Pahlawan di setiap tahun. Pertanyaan ini juga penting dijawab untuk mengulas sejarah hingga perjuangan pahlawan di masa lalu.

Untuk mengetahui alasan mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, detikcom sudah merangkumnya. Mari simak uraian di bawah ini.

Mengapa Tanggal 10 November Ditetapkan Sebagai Hari Pahlawan: Simak Alasan Lengkapnya

Mengutip situs Kementerian Sosial, alasan mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan karena adanya pertempuran di Surabaya. Pada 10 November 1945, terjadi pertempuran besar antara tentara Indonesia dan pasukan Inggris.

Pertempuran itu merupakan perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bahkan, pertempuran itu menjadi pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia. Hal itu menjadi simbol nasional perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Kemudian pada 29 Oktober 1945, gencatan senjata antara pihak Indonesia dan tentara Inggris ditandatangani. Saat itulah, perlahan keadaan mulai membaik. Namun, bentrokan bersenjata antara rakyat Indonesia dan tentara Inggris masih terjadi di Surabaya.

Masih melansir situs Kemensos, puncak bentrokan itu terjadi saat terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby. Dia merupakan Pimpinan Tentara Inggirs Untuk Jawa pada 30 Oktober 1945.

Masih dalam sejarah mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan, kematian Jenderal Mallaby rupanya menyebabkan Inggirs marah kepada pihak Indonesia. Saat itu pula, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh menggantikan Mallaby.

Pada 10 November 1945, Eric Carden mengeluarkan Ultimatum yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI juga administrasi NICA, serta ancaman menggempur kota Surabaya. Ancaman itu dilakukan kalau bangsa Indonesia tidak menaati perintah bangsa Inggris.

Mengapa Tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan juga tak lepas dari instruksi yang dikeluarkan pihak Inggris. Instruksi itu berisikan seluruh pimpinan bangsa Indonesia dan pemuda Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Mereka harus datang ke tempat yang sudah ditentukan oleh pihak Inggris.

Namun, instruksi itu dilanggar oleh pemuda Surabaya. Saat itulah, terjadi pertempuran Surabaya yang berlangsung kurang lebih tiga minggu. Inilah alasan dibalik mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Mengapa Tanggal 10 November Ditetapkan Sebagai Hari Pahlawan: Kisah Selanjutnya

Sejarah mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan juga tak lepas dari kerugian perang. Medan perang Surabaya dijuluki 'neraka' lantaran kerugian yang disebabkan tidaklah sedikit. Pertempuran itu mengakibatkan 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, di mana sebagian besar adalah warga sipil.

Di samping itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya dan sekitar 1.600 prajurit Inggris tewas, hilang dan luka-luka. Puluhan alat perang juga rusak dan hancur.

Banyaknya pahlawan yang gugur dan rakyat yang menjadi korban, prajurit Inggris yang tewas serta sikap pantang menyerah yang ditunjukkan masyarakat Surabaya, membuat kota ini dikenang sebagai kota pahlawan. Sejak saat itulah, setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Peringatan ini sekaligus memberi penghargaan terhadap jasa dan pengorbanan pahlawan. Inilah alasan utama mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Alasan mengapa tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan sudah diketahui. Simak informasi lainnya di halaman berikutnya.

(imk/imk)

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Pertempuran Surabaya“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Latar Belakang Pertempuran Surabaya

Berikut latar belakang terjadinya pertempuran surabaya, yaitu sebagai berikut:

Pada tanggal 15 September 1945, sekutu mendaratkan tentaranya di Tanjung Priok yang disusul dengan pendaratan tentara sekutu yang dipimpin oleh W.R. Paterrson. Untuk menjalankan tugas di Indonesia, sekutu membentuk AFNEI denagn panglimanya Letjend Sir Philip Christison yang membawahi 3 pasukan divisi, yaitu divisi Jakarta, Surabaya, dan Sumatra.

Tugas AFNEI :

  • Menerima kekuasaan dari Jepang
  • Membebaskan tawan perang dan interniran sekutu
  • Melucuti dan mengumpulkan tentara Jepang kemudian dipulangkan ke negaranya
  • Menegahkan dan mempertahankan keadaan damai kemudian disahkan kepada pemerintah sipil
  • Menghimpun peperangan dan menuntut pejahat perang

Kedatangan sekutu di Indonesia awalnya diterima dengan baik oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Ternyata kedatangan sekutu diboncengi NICA, hal ini yang menimbulkan berbagai macam pertempuran di berbagai kota menghadapi tentara jepang dan sekutu bahwa setelah jepang menyerah kepada sekutu pada diduduki sampai kedatangan pasukan sekutu di daerah tersebut termasuk Indonesia. Jepang berusaha menghalangi bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam BKR berusaha melucuti senjata pasukan Jepang dengan alasan:

  1. Mendapatkan senjata untuk mempertahankan kemerdekaan
  2. Agar senjata pasukan Jepang tidak jatuh ke tangan Belanda
  3. Agar pasukan Jepang tidak menyerang demi mempertahankan “status quo”

Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dilakukan melalui dua cara yaitu dengan perjuangan fisik/bersenjata (Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan Peristiwa Bandung Lautan Api) dan perjuangan secara diplopmasi (Perjanjian Linggajati, Perjanjian Renville, KMB, dan Perundingan Roem-Roeyen.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah- Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara.

Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono.

Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan.

Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan  bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Artikel Terkait:  Organisasi Bentukan Belanda

27 Oktober 1945, jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal 26 Oktober 1945.

28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.

29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.

Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan  Surabaya dan kembali ke Jakarta.

Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.

Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.

Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia. Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya.

Kronologi Pertempuran Surabaya

Pada 10 November 1945 pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengarahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.

Menjelang senja, Inggris telah menguasai sepertiga kota. Surat kabar Times di London mengabarkan bahwa kekuatan Inggris terdiri dari 25 ponders, 37 howitser, HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, 12 kapal terbang jenis Mosquito, 15.000 personel dari divisi 5 dan 6.000 personel dari brigade 49 The Fighting Cock.

David Welch menggambarkan pertempuran tersebut dalam bukunya, Birth of Indonesia ; “Di pusat kota pertempuran adalah lebih dahsyat, jalan-jalan diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda, kucing-kucing, serta anjing-anjing bergelimangan di selokan-selokan.

Gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telephon bergelantungan di jalan-jalan dan suara pertempuran menggema di tengah gedung-gedung kantor yang kosong. Perlawanan Indonesia berlangsung 2 tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang.”

Artikel Terkait:  Candi Peninggalan Kerajaan Kediri

Inggris kemudian memborbardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut baik meninggal maupun terluka.

Semboyan Merdeka Atau Mati

Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Nyaris seluruh sudut kota Surabaya dipenuhi pemuda dan kelompok bersenjata. Dalam ingatan Suhario alias Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Polisi Keamanan Rakyat), di sekitarnya berkumpul ratusan pemuda, semuanya membawa senjata dan pistol otomatis.

Hario Kecik mengatakan bahwa mereka yang disebut tidak lengkap, membawa granat. Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan “Merdeka atau Mati” dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut:

Tetap Merdeka!

Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!

Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya dapat ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris.

Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok  Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya.

Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga miggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris. Para pejuang yang masih hidup mengikuti ribuan pengungsi meninggalkan Surabaya dan selanjutnya membuat garis pertahanan baru dari Mojokerto di Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur.

Dampak Pertempuran Surabaya

Berikut ini terdapat beberapa dampak pertempuran surabaya, yaitu sebagai berikut:

Indonesia kehilangan setidaknya 6.000-16.000 pejuang yang tewas dan 200.000 rakyat sipil yang mengungsi dari Surabaya. Tetapi Indonesia juga banyak mengalahkan korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600-2.000 tentara.

Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.

Kurang lebih 160 ribu jiwa gugur saat peristiwa 10 November 1945. Paling banyak korban adalah di jalan raya Pahlawan yang saat ini dibangun Tugu Pahlawan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil menjadi korban pada hari 10 November 1945, maka Indonesia mengenang tanggal itu sebagai Hari Pahlawan sampai sekarang.

Dampak lainnya yaitu dengan pertempuran Surabaya sebagai pembentukan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia untuk menentang kembali dominasi Sekutu/NICA di Indonesia. Sehingga pertempuran Surabaya merupakan barometer dan motivasi bagi daerah-daerah lain yang ada di wilayah teritorial Indonesia untuk melakukan hal yang sama.

Artikel Terkait:  Dampak Perang Dunia 1

Tokoh Pertempuran Surabaya

Berikut ini terdapat beberapa tokoh pertempuran surabaya, yaitu sebagai berikut:

Pada tanggal 15 September 1945, sekutu mendaratkan tentaranya di Tanjung Priok yang disusul dengan pendaratan tentara sekutu yang dipimpin oleh W.R. Paterrson. Untuk menjalankan tugas di Indonesia, sekutu membentuk AFNEI denagn panglimanya Letjend Sir Philip Christison yang membawahi 3 pasukan divisi, yaitu divisi Jakarta, Surabaya, dan Sumatra.

Jenderal Mallaby adalah jenderal tertinggi di Jawa Timur. Ia tewas ketika mobilnya berpapasan dengan milisi Indonesia. Sebuah percekcokan salah paham terjadi sebelum akhirnya dua anggota bersenjata beda kubu itu saling melancarkan serangan.

Dari pihak Indonesia ada satu orang yang sampai sekarang tidak diketahui namanya yang menembak Mallaby hingga tewas. Tidak hanya itu, mobil Jenderal Mallaby juga terkena granat, dan akhinrya jenazah Mallaby sulit dikenali.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.

Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.

Ketika dirinya mengetahui Inggris telah menyebarkan ribuan kertas yang berisi agar Rakyat Surabaya tunduk, di situ Bung Tomo naik pitam. Dirinya merasa apa yang telah dilakukan Inggris adalah bentuk penghinaan. Lewat radio yang ia tukangi, Bung Tomo berorasi dan membakar semangat perjuangan Rakyat Indonesia untuk menolak tunduk.

Pertemuan pemuda dan kelompok bersenjata di Surabaya memutuskan mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan mengangkat Surachman sebagai Komandan Pertempuran. Dari sini, muncul semboyan “Merdeka atau Mati” dan Sumpah Pejuang Surabaya sebagai berikut.

Tetap Merdeka!

Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!

KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai/ulama) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran ini mencapai waktu sekitar tiga minggu.

Daftar Pustaka:

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Latar Belakang Pertempuran Surabaya: Kronologi, Dampak & Tokoh

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya:

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA