Apa yang dilakukan abraham ketika ka'bah dikunjungi banyak orang

Thursday, 16 Jul 2020 15:22 WIB

Al Qullais, Geraja yang Dibuat Abrahah untuk Menyaingi Ka'bah. Pasukan gajah Raja Abrahah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kisah pasukan gajah secara khusus disebutkan dalam Alquran. Dalam surah Al-Fiil, yang artinya 'gajah', diceritakan bagaimana pasukan bergajah hendak menyerang dan menghancurkan kota Makkah. Tujuannya, bukan semata kota Makkah, melainkan untuk menghancurkan Ka'bah, yang menjadi tempat ibadah orang-orang dari berbagai penjuru Bumi.

Peristiwa penyerangan pasukan gajah itu kemudian disebut Tahun Gajah. Di tahun itu pulalah, nabi akhir zaman Muhammad SAW dilahirkan ke dunia.  Menurut Asima Nur Salsabila dalam bukunya berjudul 1001 Fakta Dashyat Mukjizat Kota Makkah, disebutkan bahwa serangan gajah ke kota Makkah itu terjadi pada 571 Masehi.

Pada tahun itu, datang pasukan gajah sebanyak 60.000 yang dipimpin Abrahah, seorang penguasa dari negeri Habasyah (sekarang Ethiopia). Abrahah kala itu merupakan Gubernur Yaman. Kala itu, Negara Yaman sendiri merupakan salah satu negara Kristen yang besar. Di sana, dibangun sebuah tempat ibadah gereja yang besar dan megah di masa pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut bernama Al Qullais.

Abrahah ingin gereja tersebut bisa menandingi Makkah dengan Ka'bahnya. Sebagai pembina gereja, ia ingin ritual ibadah warga Arab dari Ka'bah dipalingkan ke gereja di Yaman. Namun, orang-orang lebih memilih mengunjungi Ka'bah di Makkah daripada tempat yang dibuat Abrahah.

Karena itulah, Abrahah merasa geram dan bermaksud menghancurkan Ka'bah di Makkah. Namun sebelum melakukan penyerangan, Abrahah terlebih dahulu mengirimkan seorang utusan untuk memberi tahu maksud dan keinginannya. Utusan itu menganjurkan kepada penduduk Makkah agar mereka beribadah haji di Yaman. Jika tidak, Ka'bah akan dihancurkan.

Akan tetapi, ancaman itu pun tidak dihiraukan oleh penduduk Makkah. Abrahah lantas memutuskan untuk menyerang Ka'bah dan mempersiapkan seluruh pasukannya. Seperti dinukilkan dari buku berjudul "Anjing Hitam yang Mengingatkan Seorang Syekh" oleh Ustaz Mahmud Asy-Sayfrowi, disebutkan bahwa pasukan Abrahah itu memiliki peralatan perang yang sangat lengkap, baju besi dan gajah-gajah yang akan dipergunakan untuk merobohkan Ka'bah.

Abrahah juga memberitahukan tujuan penyerangannya bukan untuk berperang, tetapi hanya ingin menghancurkan Ka'bah. Kala itu, Makkah yang dipimpin oleh Abdul Muthallib, kakek dari Nabi Muhammad SAW, tidak bisa berbuat apa-apa.

Sebelum menghancurkan Ka'bah, Abrahah juga memberi waktu kepada seluruh penduduk Makkah agar segera meninggalkan Makkah dan mengungsi. Mereka pun berlindung dan mengungsi di balik bukit-bukit di sekitar Makkah.

Saat penghancuran tiba dan Abrahah mulai mendekati Ka'bah. Gajah-gajah tersebut tiba-tiba enggan menyentuh Ka'bah. Tidak lama kemudian, segerombolan burung-burung Ababil melayang di atas mereka. Di antara paruh-paruh dan kaki Ababil itu terdapat bara api yang sangat panas yang disebutkan berasal dari kerikil-kerikil neraka. Setiap burung membawa tiga batu. Batu-batu itu disebutkan sebesar kacang dan adas.

Dalam Tafsir Jalalin disebutkan, bahwa setiap kerikil yang dibawa oleh burung itu sudah tertulis nama orang yang akan dijatuhi kerikil tersebut. Dengan dahsyatnya, kerikil itu mampu merobek tameng baja, menembuh daging manusia dan gajah-gajah tersebut.

Sementara dalam sebuah tafsir dikatakan, burung-burung itu membawa penyakit cacar, sehingga menyebabkan para tentara Abrahah tewas akibat menderita bisul yang sangat panas. Serangan burung ababil itu menyebabkan para tentara gajah lari kocar-kacir dan banyak yang terjungkal terkapar mati.

Dengan sisa-sisa tentara yang ada, Abrahah kembali pulang ke negerinya dengan menanggung rasa malu dan kejengkelan hati. Namun sampai di San'ak, Abrahah disebutkan meninggal.

Rencana Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah dengan pasukan gajahnya gagal total. Perkataan Abdul Muthallib kepada Abrahah terbukti benar, bahwa Ka'bah adalah milik Allah yang akan dilindungi-Nya dari siapa pun yang hendak menghancurkannya. Abrahah tidak menyadari bahwa Ka'bah adalah Baitullah (rumah Allah) yang disucikan sejak zaman Nabi Adam dan tidak pernah ada yang mampu menghancurkannya.

Ilustrasi: gambar Ka'bah di masa kini yang menjadi pusat peribadatan umat Islam. Ilustrasi: gambar Ka'bah di masa kini yang menjadi pusat peribadatan umat Islam.

Ada sebuah peristiwa besar pada tahun kelahiran Nabi Muhammad, yaitu penyerangan Ka’bah oleh penguasa Yaman, Abrahah. Ketika itu, Abrahah mengerahkan pasukan bergajahnya ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Oleh karenanya, tahun itu dinamakan tahun gajah (‘aam fiil). Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 570 atau 571 Masehi, sesuai dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad yang banyak diyakini.


Abrahah semula adalah seorang perwira di bawah komando Aryath dari Habasyah atau Abessinia (sekarang Ethiopia). Singkat cerita, Aryath berhasil menjadi penguasa Yaman setelah mengalahkan Raja Dinasti Himyar, Dzu Nuwas. Karena Aryath sewenang-wenang dan tidak adil dalam memerintah, maka terjadilah pemberontakan di bawah Abrahah. Aryath terbunuh—setelah dua tahun pemerintahannya- dan Abrahah menjadi penguasa Yaman.


Beberapa tahun setelah menjadi penguasa Yaman, Abrahah berkeinginan untuk menghancurkan Ka’bah. Abrahah menggerakkan pasukannya, termasuk pasukan bergajah, menuju ke Makkah. Merujuk History of The Arab (Philip K Hitti, 2010), hal itu membuat penduduk Hijaz terkesan karena mereka belum pernah melihat gajah sebelumnya.


Setidaknya ada dua motif atau alasan mengapa Abrahah menyerang Ka’bah dan hendak menghancurkannya. Pertama, faktor agama. Pada saat itu, Ka’bah menjadi kiblat keagamaan bagi masyarakat pagan Arab. Mereka datang ke Ka’bah setiap tahun sekali untuk melaksanakan ritual haji.


Abrahah ‘tidak dapat terima’ menerima kenyataan itu. Terlebih Raja Habasyah, Najasyi—yang menjadi kaki tangan Romawi Timur–menjadikannya sebagai  ‘pembela ajaran Kristen’. Dia kemudian berusaha mengalihkan kiblat masyarakat Arab dari Makkah ke Yaman. Dalam kata lain, dia berusaha mengkristenkan masyarakat Arab yang pagan dan menjadikan Yaman sebagai pusat agama Kristen. Jika berhasil, maka ini akan menjadi jembatan bagi Abrahah untuk menguasai seluruh Jazirah Arab.


Di samping itu, Abrahah juga ingin memperbaiki hubungannya dengan Penguasa Habasyah, Raja Najasyi—bukan Najasyi yang melindungi umat Islam dan dishalati Nabi ketika wafat. Sebagaimana disebutkan di atas, Abrahah memimpin pemberontakan yang menyebabkan Aryath, panglima perang Najasyi, terbunuh. Caranya, dia berupaya mengkristenkan Hijaz, bahkan seluruh Jazirah Arab. 


Oleh karenanya, dia membangun sebuah bangunan tandingan untuk menyaingi Ka’bah. Bangunan tersebut diberi nama Al-Qalis atau Al-Qulays atau Al-Qullays (berasal dari bahasa Yunani Ekles) dan terletak di bekas ruruntuhan Kota Ma’rib kuno. Itu menjadi bangunan terbesar dan termegah pada masanya. Bahan bangunan Al-Qalis berasal dari batu-batu marmer dan granit peninggalan Istana Ratu Balqis.


Abrahah melakukan kampanye besar-besaran—bahkan memaksa–agar masyarakat Arab berziarah ke Al-Qalis, tidak lagi ke Ka’bah. Namun usaha Abrahah sia-sia, masyarakat Arab begitu menghormati Ka’bah. Mereka tetap keukeuh mempertahankan agama moyang mereka dan enggan berpindah menjadi seorang Kristen.


Kedua, faktor ekonomi. Para pedagang menjajakan dagangannya di sekitar Ka’bah sepanjang musim haji. Mereka sadar bahwa pada saat itu banyak masyarakat Arab, bahkan dari luar Makkah, yang datang ke Ka’bah untuk menjalankan ritual haji. Hal itu dimanfaatkan mereka untuk menjajagan dagangannya.


Alasan lain Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah adalah masalah ekonomi. Abrahah ingin mengalihkan masyarakat Arab dan para pedagang yang menjajakan dagangannya pada musim haji ke Yaman. Dia sadar betul bahwa ibadah haji menjadi sumber pendapatan terbesar bagi mereka yang tinggal di Makkah dan daerah-daerah yang dilewati para peziarah. Dengan menghancurkan Ka’bah dan membuat bangunan tandingan, dia ingin agar para pedagang akan berpindah ke Yaman.


Ada juga yang menyebut kalau motif Abrahah menyerang Ka’bah adalah karena marah atas kelakuan seseorang dari Bani Malik bin Kinanah. Dikisahkan bahwa orang tersebut sengaja datang ke Al-Qalis dan buang air besar di sana. Melalui tindakan itu, seseorang dari Bani Malik bin Kinanah tersebut ingin menujukkan bahwa dirinya—dan masyarakat Arab–tidak sudi meninggalkan agama moyangnya dan menjadi Kristen.


Hal itu tentu saja membuat Abrahah marah. Dia kemudian berjanji akan menghancurkan Ka’bah dan memaksa masyarakat Arab untuk datang ke Al-Qalis. Namun menurut M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (2018), tujuan balas dendam atas pelecehan yang dilakukan seseorang dari Bani Malik bin Kinanah tersbut bukan lah menjadi tujuan utama mengapa Abrahah berhasrat untuk menghancurkan Ka’bah.


Dalam Surat Al-Fiil ayat dua disebutkan, ada kaid atau upaya tersembunyi di balik serangan Abrahah terhadap Ka’bah. Jika alasannya adalah balas dendam, bukankah Abrahah sudah mengumumkannya secara terang-terangan akan mengancurkan Ka’bah. Maka dari itu, tujuan membalas dendam bukanlah tujuan utama.


Lantas, apa yang dimaksud dengan kaid atau upaya tersembunyi Abrahah? Menurut Qurash Shihab, yang tersembunyi adalah kedengkian Abrahah terhadap masyarakat Makkah yang mendapatkan keuntungan materi dan kemuliaan akibat banyaknya orang yang mengunjungi Ka’bah. Wallahu a‘lam.


Penulis: Muchlishon Rochmat

Editor: Alhafiz Kurniawan

Kisah-Kisah Nabi Isa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA