Apa itu kitab tarjih jelaskan

Oleh: Faisal Amri Al Azhari, M.Ag
(Tim BIM UMSU, Dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan UMSU)

A. Perkembangan Metodologi Manhaj Tarjih
Muhammadiyah dalam prinsipnya terhadap kajian keagamaan adalah bersifat tajdid (pembaharuan, salafi dan thathwiri). Artinya perlunya melakukan kaji ulang produk-produk masa lampau dalam rangka evaluasi maupun memperjelas, bahkan kalau perlu dikoreksi.

Berawal dari pengaruh besar dari khazanah keilmuan islam, ilmu us­l al-fiqh karena ilmu ini sangat berpengaruh besar menggali aturan keagamaan dalam segala bidang.

Majelis Tarjih Muhammadiyah pun menyadari hal ini dalam menggunakan metode istimbat hukumnya yang cukup adekuat (syarat/memadai). Memberikan bimbingan keagamaan dikalangan umat, khususnya warga persyarikatan.

Tahun 1935 upaya pengambilan hukum telah dilakukan, yang pertama mengkaji mabadi’ al-khamsah (masalah lima). Upaya perumusan metodologi ini kemudian diberi nama Manhaj Tarjih itu terus dilakukan dari tahun ke tahun dan menyita perhatian yang lama dikalangan ulama Muhammadiyah.

Tahun 1985-1990 perumusannya berhasil menetapkan 16 pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Harapannya adalah para ulama Muhammadiyah memiliki kerangka yang jelas dan standart yang dalam istimbat.

Walaupun sudah ada rumusan tetap muncul masalah lain, yakni mengenai sosialisasi metodologi itu kepada seluruh warga persyarikatan terutama mengenai materi mabadi’ al-khamsah dan 16 pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah, karena keduanya masih memuat ketentuan umum dan tidak rinci. Serta masalahnya juga sebagian besar warga persyarikatan tidak akrab dengan kajian keilmuan keislaman klasik/tradisional.

Hingga sampai sekarang ini pun dua masalah ini masih jadi persoalan, meskipun sudah ada dan terus terbit yang poduk/buku berkaitan metodologi tarjih seperti buku yang ditulis Prof. Asjmuni Abdurrahman, Manhaj tarjih Muhammadiyah (Metodologi dan Aplikasi), serta produk-produk tarjih lainnya, sebagian besar warga persyarikatan tidak memenuhi harapan di atas karena minat baca/mengkaji masih menjadi suatu hal langka. B. Sifat dan Produk Tarjih

Ketua MTT PPM, Prof. Syamsul Anwar menyatakan, Munas (Musyawarah Nasional) merupakan forum untuk menghasilkan sebuah keputusan tertinggi di lingkungan Muhammadiyah dalam bidang keagamaan dan hasilnya bersifat mengikat secara organisatoris.

Diantara tugas pokok Majelis Tarjih adalah melakukan penelitian dan pengembangan bidang tarjih dan tajdid. Artinya melakukan pengkajian agama Islam untuk merespon berbagai masalah yang timbul dari sudut pandang agama Islam sebagaimana dipahami Muhammadiyah.

Dalam Muhammadiyah ada tiga macam produk Tarjih, yaitu:

Putusan Tarjih adalah keputusan resmi Muhammadiyah dalam bidang agama (bukan keputusan Majelis Tarjih) dan mengikat organisasi secara formal (walaupun dalam praktik terkadang diabaikan dan banyak warga Muhammadiyah tidak memahaminya atau bahkan tidak mengetahui beberapa butir penting daripadanya).

Sampai sekarang sudah 29 kali munas tarjih sejak tahun 1929. Putusan tarjih terangkum dalam 3 jilid HPT. HPT 1 berjumlah 19 putusan, HPT 2 berjumlah 6 putusan, dan HPT 3 berjumlah 4 putusan.

Fatwa adalah jawaban Majelis Tarjih terhadap pertanyaan masyarakat mengenai masalah yang memerlukan penjelasan dari segi hukum syari’ah. Sifat fatwa tidaklah mengikat baik terhadap organisasi maupun anggta sebagai perorangan. Bahkan fatwa tersebut dapat dipertanyakan dan didiskusikan. Sampai saat ini sudah terbit 8 jilid buku Tanya Tawab Agama, Fatwa Tarjih.

Wacana adalah gagasan-gagasan atau pemikiran yang dilontarkan dalam rangka memancing dan menumbuhkan semangat berijtihad yang kritis serta menghimpun bahan-bahan atau stock ide mengenai berbagai masalah aktual dalaam masyarakat. Wacana-wacana Tarjih tertuang dalam berbagai publikasi Majelis Tarjih seperti Jurnal Tarjih dan berbagai buku yang diterbitkan. Contohnya saat ini sudah terbit buku Tafsir At-Tanwir juz satu, dan di majalah Suara Muhammadiyah kajian tafsirnya sudah sampai akhir ayat dari surah Al-Baqarah (edisi Agustus 2020). C. HPT dan Contoh Perubahan Putusan

Ada perubahan di HPT jilid I, dimana perubahan tidak selalu berarti menghapus lalu dibuat yang baru, tetapi juga berarti menambah atau mengubah. Seperti:

1. Masalah Niat (salat) Jilid I disebutkan: “Dilakukan bersamaan dengan mengucap takbirah al-ihram sambil mengangkat tangan”.

Jilid III diputuskan Munas ke-29: “Menguatkan pendapat Jumhur, niat itu dapat saja dilakukan sebelum memulai salat karena ibadah harus dilakukan dengan sadar dan dikehendaki dan untuk itu harus diniatkan sebelum mengerjakannya”.

2. Doa Pendek dalam Tasyahud Awwal Jilid I disebutkan: “Tidak menyebutkan doa pendek pilihan yang dapat dibaca”.

Jilid III diputuskan: “Diberikan beberapa contoh doa pilihan, seperti Allahumma A’inni ‘Ala Zikrika…”.

3. Ucapan Salam (salat) Jilid I disebutkan: “Salam penutup salat “Assalamu’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh” (lengkap)”.

Jilid III diputuskan: “Adanya pluralitas (tanawwu’ fi al-‘ibadah), bisa diucapkan sampai “wa Rahmatullah” dan bisa juga lengkap”.

4. Bacaan pada Salat Jenazah Jilid I disebutkan: “Bacaan al-Fatihah dan salawatt dibaca sesudah takbir pertama”.

Jilid III diputuskan Munas ke-26: “Dapat dibaca takbir pertama cukup baca al-Fatihah, salawat di takbir kedua (tanaww’ fi al-‘ibadah). Masih terdapat beberapa kasus lain dimana prinsip tanawwu’ (pluralitas) ibadah diterapkan.”.

5. Bersuci ketika Tawaf Jilid I disebutkan: “Tidak disyaratkan bersuci untuk melakukan tawaf asalkan tidak dalam keadaan junub”.

Jilid III diputuskan Munas ke-28: “Tawaf disyaratkan bersuci dari hadas kecil. Namun apabila ketika sedang melaksanaakannya wuduknya batal, tawaf dapat secara sah dilanjutkan hingga selesai tanpa mengulangi wuduk apabila mengalami kesulitan, berlaku prinsip taisir (kemudahan) QS al-Baqarah ayat 185”.

Demikian contoh perubahan putusan tarjih, sebagai bukti manhaj tarjih Muhammadiyah itu tajdid, selain ciri khasnya salafi juga tathwiri (berkembang) dalam istimbath hukum.

Allah A’lam.

——-

Al-Maraji’: – Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah; Metodolgi dan Aplikasi – Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 1 – MTT PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 3

– “Kolom; Dinamika Persyarikatan”, dalam Suara Muhammadiyah, ed. Th. 103, 16-28 Februari 2018, no. 4.

Himpunan Putusan Tarjih

Judul                           : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah

Penyusun                     : Majelis Tarjih PP Muhammadiyah

Penerbit                       : Suara Muhammadiyah

Cetakan                       : xxxix, Juni 2017 (Edisi Revisi)

Tebal & ukuran           : xii + 386 hlm & 14,5 x 20,5 cm

Bagi warga Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih layaknya “kitab undang-undang”. Putusan merupakan produk intelektual tertinggi Majelis Tarjih Muhammadiyah yang sifatnya resmi dan mengikat bagi internal (tidak dipaksakan ke luar organisasi). Disusul produk di bawah Putusan berupa Fatwa dan Wacana. Belakangan ditambah dengan Taujihat.

Institusi yang melakukan ijtihad dan mengeluarkan produk ini adalah Majelis Tarjih, sebuah lembaga ijtihad jama’i di lingkungan Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari para ahli, orang-orang yang memiliki kompetisi ushuliyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing. Majelis Tarjih lahir pada 1927 dalam Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan atas usulan KH Mas Mansur.

Majelis Tarjih lahir untuk merespons konteks sosial keagamaan umat Islam serta tuntutan untuk persatuan umat Islam di Hindia Belanda. Saat itu, umat mengalami gejala pemikiran sempit, sulit menerima perbedaan, fanatisme berlebihan terhadap mazhab, dan cenderung mudah saling mengkafirkan sesama Muslim. Semangat lahirnya Majelis Tarjih adalah mewujudkan persatuan umat yang berbeda pandangan, paham, dan mazhab, (Tim Majelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah, 2010).

Pada halaman sampul Himpunan Putusan Tarjih ini dan HPT Jilid 3 dicantumkan QS. Ali Imran (3): 105, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” Dalam surat Tanfidz PP Muhammadiyah bertanggal 19 Radjab 1387/23 Oktober 1967, yang ditandatangai oleh KH A Badawi (Ketua) dan M Djindar Tamimy (Sekretaris), disebutkan, “Dari keputusan Madjlis Tardjih ini sungguh besar sekali faedahnja untuk melenjapkan perselisihan-perselisihan jang mengganggu ummat Islam dalam memenuhi Agama. Sebagaimana jang telah ternjata dari timbulnja beberapa hal jang diperselisihkan jang membawa kepada pertjektjokan dan permusuhan; oleh Madjlis Tardjih telah dibahas, ditimbang, dan dipilihkan mana jang lebih sah dan mana jang berdalil kuat, untuk dijalankan, dengan tidak perlu memperdulikan perselisihan lagi, tetap memperkembang dan mendjalankan putusan Madjlis Tardjih itu.”

Lahirnya sebuah Putusan telah melalui serangkaian proses pembahasan di internal Majelis Tarjih, digodok secara intensif dalam Musyawarah Nasional Tarjih hingga kemudian ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Setelah ditanfidz, barulah produk itu menjadi sah dan resmi mewakili Persyarikatan Muhammadiyah untuk dipedomani. Penyusunannya berpedoman pada manhaj tarjih sesuai ideologi Muhammadiyah.

HPT yang terdiri dari bilah Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia ini memuat Kitab Iman, Thaharah, Shalat, Shalat Jama’ah dan Jum’ah, Kitab Zakat, Shiyam, Haji, Jenazah, Waqaf, Masalah Lima, Kitab Beberapa Masalah (hukum tentang mengimani Nabi setelah Muhammad, gambar, aurat, wanita tanpa mahram, hisab, bank Muhammadiyah, dst), Keputusan Tarjih Sidoardjo, Kitab Shalat Tathawwu’, dan Keputusan Tarjih Wiradesa. (muhammad ridha basri)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA