Yang merupakan poin keempat dalam rumusan mkchm adalah

Sebuah perkumpalan, persyarikatan, jam’iyyah, atau organisasi, tak terkecuali persyarikatan Muhammadiyah, didirikan pasti memiliki cita-cita, maksud atau tujuan. Bahkan, kekuatan, kejayaan dan kelangsungan suatu organisasi sangat tergantung pada kemuliaan dan keluhuran cita-cita para pendiri dan penerusnya, kemaslahatan (idealitas) dan kemanfaatan (fungsionalitas) maksud atau tujuan yang diperjuangkan. Cita-cita dan tujuan organisasi itu biasanya dirumuskan dalam core bilief, core value, visi, misi dan tujuan organisasi yang dalam Muhammadiyah disebut MKCH atau MKCHM singkatan dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Dengan demikian, MKCHM itu meliputi core bilief atau keyakinan inti  organisasi massa (ormas) keagamaan lain, core value atau nilai-nilai inti/dasar menjadi pedoman atau nilai-nilai dasar perjuangan.   Visi atau khittah menjadi blue print arah gerak dan perjuangan.  Misi atau core business atau bidang/tugas utama menjadi medan gerakan dan perjuangan, dan tujuan atau objective yaitu sasaran langsung yang hendak diwujudkan dari gerakan dan perjuangannya.

Tulisan ini mencoba untuk melihat MKCH secara historis dan subtantif.  Di satu sisi, tulisan ini juga mencoba secara kritis menjelaskan Muhammadiyah terkait dengan hakekat dan kiprahnya.  Tulisan ini juga mencoba masuk ke arah yang lebih dalam dengan mengungkap entitas  visi-misi, tujuan dan cita-cita yang diidealkan oleh Muhammadiyah.

Menurut Mochlas Abror, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muahmmadiyah, yang kemudian disingkat menjadi MKCH, pada mulanya merupakan putusan dalam Siding Tanwir Muhammadiyah tahun 1969, di Ponorogo Jawa Timur dalam rangka melaksanakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Jogyakarta. Kemudian, MKCH dirumuskan kembali dan disempurnakan pada tahun 1970 dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Jokyakarta.

MKCH hasil Sidang Tanwir Muhammadiyah, tahun 1969, di Ponorogo Jawa Timur terdiri dari 9 (Sembilan ayat), yang kemudian dirumuskan kembali dan disempurnakan pada tahun 1970 dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Jokyakarta menjadi 5 (lima) ayat.  Pada tahun 1968, Muktamar Muhammadiyah ke 37 di Jokyakarta dengan tema “Tajdid” menggagas pembaharuan dalam lima bidang yaitu: Ideologi, Khittah Perjuangan, Gerak dan Amal Usaha, Organisasi dan Sasaran.

Tajadid dalam bidang ideologi akhirnya menjadi salah satu keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 37 di Jokyakarta, yang terkenal dengan istilah: “Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”.  Pertanyaan-pertanyaan tentang siapa konseptor MKCH, sampai saat ini tidak pernah terjawab dengan pasti, tetapi beberapa nama tokoh Muhammadiyah tercatat sebagai penggagas yang memiliki saham terbesar dalam perumusan MKCH tersebut.  Tokoh-tokoh tersebut antar lain: Buya KH. Malik Ahmad, Buya AR Sutan Mansur, Prof. Dr. HM. Rasyidi, KH. M. Djindar Tamimy, KH. Djarnawi Hadikusumo, KH. AR. Fachruddin, dan Drs. Muhammad Djazman Al-Kindi.

Pada tahun 1970, Pimpinan Pusat Muhammadiyah membentuk “Tim Ideologi” yang dipimpin oleh KH. M. Djindar Tamimy dan Drs. Muhammad Djazman Al-Kindi, yang kemudian memberi saran, tanggapan, penyempurnaan terhadap konsep MKCH hasil Sidang Tanwir tahun 1969 di Ponorogo, Jawa Timur.  Dan hasilnya menjadi rumusan baku MKCH yang terdiri dari 3 (tiga) kelompok rumusan dari 5 (lima) ayat, dari semula 9 (Sembilan) ayat.

Kelompok pertama adalah kelompok Ideologi, yang mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologi (terdiri atas ayat 1 dan 2), yang berisi:

Ayat 1 : Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Ayat 2 : Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul-Nya, sejak nabi Adam As. Sampai dengan nabi Muhammad SAW. Sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual, dunia dan ukhrawi.

Kelompok kedua adalah kelompok paham agama dalam Muhammadiyah (terdiri atas ayat 3 dan 4), yaitu berisi:

Ayat 3 : Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan : a) Al-Qur’an; b) al-Hadits, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

Ayat 4 : Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran yang meliputi bidang-bidang: a) Aqidah, yaitu ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan; b) Akhlaq, yaitu ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental; c) Ibadah, yaitu ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tata cara hubungan manusia dengan Tuhan; d) Mua’amalah duniawiyah, yaitu ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat.

Kelompok ketiga adalah kelompok fungsi dan misi Muhammadiyah (tersebut dalam ayat 5), yang berisi:

Ayat 5 : Muhammadiyah mengajak segala lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila untuk berusaha bersama-sama menjadikan Negara Republik Indonesia tercinta ini menjadi “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafut” (Negara yang adil makmur dan diridhai Allah SWT).

2. Hakikat Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah sebuah fenomena yang multi facet: pespektif teologis, historis, budaya, sosiologis dan bahkan politik.  Secara teologis, Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar berakidah Islam dan bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah al-Maqbulah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil makmur yang diridloi Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Dalam perspektif historis, Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang dalam kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan dengan senatiasa merujuk pada ajaran Islam (al-ruj’u ila al-Qur’an wa al-Sunnah, menjadikan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber rujukan).  Di satu sisi, sejarah selalu melahirkan berbagai persoalan, dan pada sisi yang lain Islam menyediakan referensi normative atas berbagai persoalan tersebut.  Orientasi pada dimensi ilahiyah inilah yang mebedakan Muhammadiyah dari gerakan sosio-kultur lainnya, baik dalam merumuskan masalah, menjelaskannya maupun dalam menyusun kerangka operasional penyelesaiannya. Orientasi inilah yang mengharuskan Muhammadiyah meproduksi pemikiran, meninjau ulang dan merekonstruksi pemikiran keislamannya.

Dalam perspektif budaya, Muhamaadiyah adalah sebuah state of mind, yaitu mengembangkan pemikiran keIslaman meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan tuntunan kehidupan keagamaan secara praktis, wacana moralitas publik dan discourse (wacana) keIsalaman dalam merespon dan mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia.  Masalah yang selalu hadir dari kandungan sejarah tersebut mengharuskan adanya penyelesaian.  Muhammadiyah berusaha menyelesaikannya melalui proses penafsiran dinamik antara normativitas ad-din (agama) , berupa al-ruj’u ila al-Qur’an wa as-Sunnah (keharusan merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah), historisitas (kenyataan sejarah tentang adanya) penafsiran atas ad-din, realitas kekinian dan prediksi masa depan.  Mengingat proses penafsiran dinamik ini sangat dipengaruhi oleh asumsi (pandangan dasar) tentang agama dan kehidupan, di samping pendekatan dan tekhnik pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, maka Muhammadiyah perlu merumuskannya secara spesifik.  Dengan demikian, diharapkan ruhul ijtihad (semangat untuk menggali ajaran agama dari sumber-sumbernya) dan tajdid (upaya pemurnian dan pembaharuan pemikiran keIslaman) terus tumbuh dan berkembang.

Dalam perspektif sosiologis,  Muhammadiyah adalah gerakan sosial yang selalu berusaha menjawab tantangan zaman dengan visi keIslaman dan gerakan sosial yang dikembangkan.  Visi keIslaman Muhammadiyah adalah Islam yang berkemajuan dan kaum muslim gagah dan memiliki  semangat filantropis. Gerakan sosial Muhammadiyah di bidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial adalah sebuah fenomena sosiologi yang paling fenomenal dari gerakan sosial Muhammadiyah.  Di samping itu, komitmen Muhammadiyah pada dakwah amar makruf nahi munkar berimplikasi sangat luas  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam pemberantasan korupsi dan gerakan sosial lainnya.

Dalam perspektif politik, walaupun Muhammadiyah bukan partai politik, Muhammadiyah merupakan kekuatan politik dan pressure group yang signifikan.  Di masa pergerakan kemerdekaan, Muhammadiyah bekerjasama dengan komponen-komponen bangsa pejuang dan gerakan kemerdekaan seperti Boedi Oetomo, Serikat Islam, BPUPKI dan PPKI.  Muhammadiyah bukan hanya menjadi bagian dari bangsa dan Negara Indonesia, melainkan pendiri republik ini.  Kepanduan Muhammadiyah yaitu Hizbul Wathon (pembela tanah air) menjadi komponen penting dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan salah satu putra terbaik Muhammadiyah menjadi jenderal dan panglima TNI yang pertama yaitu Jenderal Besar Soedirman yang sangat legendaries itu.

Pada era kemerdekaan dan masa orde lama, Muhammadiyah menjadi pendiri dan anggota istimewa partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).  Sebagaimana kita ketahui, Bung Karno adalah warga Muhammadiyah, bukan hanya karena beliau mempersunting Fatmawati seorang putri pimpinan Muhammadiyah Kota Bengkulu, tetapi pemikiran keagamaan Bung Karno menggambarkan seorang Muhammadiyah tulen.  Akan tetapi, karena komitmen Muhammadiyah bukan pada orang melainkan idealisme Islam dan bangsa Indonesia, maka Muhammadiyah punya peran penting dalam pembubaran  Partai Komunis Indonesia tahun 1965, yang melahirkan pemerintahan Orde Baru.  Masa akhir pemerintahan Orde Lama tidak mengurangi rasa cinta Muhammadiyah terhadap Bung Karno sebagai kader Muhammadiyah dan putra terbaik bangsa ini.  Bapak proklamator yang sampai sekarang namanya tetap harum bukan hanya di Indonesia tetapi juga seantero bangsa-bangsa Muslim Timur Tengah bahkan seluruh dunia.

Pada era Orde baru,  pemikiran keagamaan Muhammadiyah dijadikan sebagai basis dan model keberagamaan untuk pembangunan bangsa Indonesia dan tokoh-tokoh Muhammadiyah banyak berkiprah dalam pembangunan. Presiden Suharto adalah kader terbaik Muhammadiyah, pernah dididik di lembaga pendidikan Muhammadiyah dan menjadi Bapak Pembangunan pada masanya.

Pada era reformasi, Muhammadiyah berada di garda depan gerakan reformasi yang menjadi tonggak era reformasi dan demokratisasi di Indonesia.  Amin Rais adalah tokoh utama gerakan reformasi yang melahirkan Indonesia Baru yang demokratis dan sedang berjuang melawan korupsi.

3. Cita-cita Muhammadiyah

Cita-cita adalah niat atau kesatuan ketetapan hati,  pkiran dan tindakan.  Dalam sebuah Hadits Mutawatir dikatakan bahwa kekaryaan itu tergantung niat dan hasil karya juga tergantung pada apa yang diniatkan.

Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang memiliki cita-cita ideal, yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.  Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya.  Cita-cita ideal yang ingin diwujudkan Muhammadiyah  terkandung dalam rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi  agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (Bab III pasal 6).  Sering muncul pertanyaan seputar makna atau kandungan  isi dari maksud dan tujuan Muhmmadiyah tersebut.  Apakah yang dimaksud dengan kalimat “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” itu?  Apa pula, dan ini lebih sering dipertanyakan, yang dimaksud dengan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” itu?  Dua pertanyaan yang elementer, tetapi memang sangat penting  untuk diketahui dan dipahami khususnya oleh anggota Muhammadiyah.  Guna menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama perlu diketahui konteks lahirnya perumusan  maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut,  yang kedua substansi atau isinya dengan merujuk pada pemikiran-pemikiran yang Selama ini berkembang dalam Muhammasiyah.

Jika dilacak pada rumusan Anggaran Dasar  (statuten) Muhammadiyah sejak berdiri tahun 1912 hingga muktamar ke 45 tahun 2005, Muhammadiyah telah menyusun dan melakukan perubahan Anggaran Dasar (AD) sebanyak 15 (lima belas) kali yaitu pada berturut-turut pada tahun 1912, 1914, 1934, 1941, 1943, 1950 (dua kali), 1959, 1966, 1968, 2000, dan 2005.  Adapun untuk Aggaran Rumah Tangga (ART) sebanyak 8 (delapan) kali dimulai dari berturut-turut tahun 1922, 1933, 1952, 1961, 1967, 1969, 1987, 2000, dan 2005.  Dari kandungan isi AD/ART Muhammadiyah tersebut ditemukan data bahwa rumusan tujuan mewujudkan/terwujudnya “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” ditetapkan pada AD tahun 1946, sedangkan sejak berdirinya sampai awal tahun kemerdekaan Indonesia tersebut tidak ditemukan rumusan tujuan sebagaimana dimaksud.

Dari data yang dihimpun Mh. Djaldan (1998), ditemukan pula bahwa rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang dimaksud mengalami perubahan redaksional yang sedikit berbeda yakni, tahun 1946 dan 1959, serta perubahan isi pada tahun 1985. Pada AD tahun 1946 tertera kalimat “Maksud dan tujuan persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.  Sementara pada AD tahun 1959 berbunyi “Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjujung tinggi agama Islam, sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”

Pada tahun 1985, maksud dan tujuan Muhammadiyah mengalami perubahan isi menjadi “Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”.   Penggantian tahun 1985, terjadi karena pemaksaan rezim Suharto di era Orde Baru yang melalui undang-undang tahun 1985 yang mengharuskan seluruh organisasi  politik dan kemasyarakatan untuk berasas (tunggal) Pancasila, sehingga Muhammadiyah diharuskan selain mengganti asas Islam yang telah dirumuskan sejak tahun 1959 menjadi asas Pancasila, sekaligus mengubah rumusan tujuannya melalui proses yang sangat alot hingga menunda muktamarnya selama dua tahun.

Dalam statute (Anggaran Dasar) tahun pertama, rumusan maksud/tujuan Muhammadiyah belum mengarah ke format masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, kendati spritnya boleh jadi sama.  Pada statute 1912 artikel (pasal?) kedua dinyatakan sebagai berikut: “maka perhimpunan itu maksudnya: a. Menyebarluaskan pengajaran agama Kanjen Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yokyakarta, dan b. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya”.

4. Visi-Misi, dan Tujuan Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’ alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Di satu sisi, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi:

  1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad SAW.
  2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
  3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
  4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

Secara umum, tujuan dan arah gerakan Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

  1. Mempergiat dan memperdalam penyelidikan agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya dan kebenarannya.
  2. Memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah serta mempertinggi akhlak.
  3. Memajukan dan inovasi dalam bidang pendidikan serta memperluas ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian.
  4. Mempergiat dan menggembirakan tabligh.
  5. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk membangun dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.
  6. Meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan menurut tuntunan agama Islam.
  7. Membina dan menggerakan angkatan muda sehingga menjadi kader Muhammadiyah, kader agama dan kader bangsa.
  8. Membimbing masayarakat kearah perbaikan kehidupan dan penghidupan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam.
  9. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-menolong dalam kebajikan, kesehatan, sosial dan pengembangan masyarakat.
  10. Memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat tentang kiprah Muhammadiyah.
  11. Mendokumentasikan kegiatan amal usaha Muhammadiyah serta mengembangkan pustaka di lingkungan sekolah/amal usaha dan keluarga Muhammadiyah.
  12. Merespon perkembangan sosial politik yang berkembang di tengah masyarakat.

Sementara itu, secara rinci, tujuan dan arah perjuangan Muhammadiyah meliputi bidang akidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawiyah sebagai berikut:

a. Akidah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejalah-gejalah kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

Fungsi aqidah dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup adalah sebagai sumber yang menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hidup itu sendiri.   Berdasarkan Islam, artinya ialah Islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya.  Ajaran Islam, yang inti ajarannya berupa kepercayaan tauhid, membentuk keyakinan dan cita-cita hidup.  Hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT, demi kebahagiaan dunia dan akherat.  Hidup beribadah menurut ajaran Islam ialah hidup bertaqarrub kepada Allah SWT, dengan menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya.  Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia ialah manusia sebagai hamba Allah dan khalifah (pengganti)-Nya yang bertugas mengatur dan membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya untuk memakmurkannya.

Fungsi dan cita-cita/tujuan dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup ialah sebagai kelanjutan/konsekuensi dari aqidah.  Hidup yang beraqidah Islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran pendirian, bahwa cita-cita.tujuan yang akan dicapai dalam kehidupan dunia ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik, guna mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada Allah SWT.  Dalam hubungan ini, Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya dengan “…… sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur, yang diridhai Allah SWT”. (AD PS.3).  Bagaimana bentuk/wujud masyarakat utama yang adil dan makmur, yang diridhai Allah SWT yang dimaksud itu harus dirumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gamblang dan menyeluruh.

Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang beraqidah Islam dan dikuatkan oleh hasil penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang dapat dipakai untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan “aqidahnya” dalam mencapai “cita-cita/tujuan” hidup dan pejuangannya sebagaimana dimaksud hanyalah ajaran Islam.  Untuk itu, sangat diperlukan adanya rumusan secara kongkrit, sistimatis dan menyeluruh tentang konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia/masyarakat, sebagai isi dari masyarakat Islam yang sebnar-benarnya.

Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya telah diuraikan dengan singkat di atas dibentuk/ditentukan oleh pengertian dan pahamnya mengenai agama Islam.  Agama Islam adalah sumber keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.  Maka dari itu, paham agama bagi Muhammadiyah merupakan persoalan yang esensial bagi adanya keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.

b. Ibadah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan  oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.  Ibadah ddikelompokkan menjadi ibadah ‘am dan ibadah khas.  Ibadah ‘am adalah segala perbuatan manusia yang diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah, dilaksanakan dengan benar dan berkualitas serta diorientasikan untuk mendapat keridloan Allah SWT.  Sementara itu ibadah khas  adalah ibadah ritual yang telah ditetapkan tata caranya oleh Allah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti shalat, puasa dan haji.

Dalam urusan ibadah ini Muhammadiyah memiliki prinsip: dalam ibadah ‘am pada dasarnya semua diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya, sedangkan dalam ibadah khas, semuanya dilarang kecuali ada dalil yang memerintahkannya.  Dengan prinsip ini, Muhammadiyah memanggil dan mengajak umat Islam untuk mengembangkan kreatifitas dalam hidup ini dan memecahkan berbagai persoalan hidup berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dari siapa pun dan dari mana pun.  Rasulullah sendiri memberikan keleluasaan kepada umat Islam dalam menuntut ilmu walau sampai ke negeri China, dan dalam urusan dunia Rasulullah mengatakan:”Kamu lebih mengetahui urusan duniamu”.  Hanya saja dalam ibadah ‘am ini harus ditaati rambu-rambu atau koridor hokum, etika dan moral dan semuanya harus dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Dalam ibadah mahdhoh, Muhammadiyah mengajak umat Islam untuk bersikap hati-hati agar dalam beribadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam as-Sunnah al-makbulah.  Dalam ibadah mahdhoh, tidak ada kreatifitas, karena kreatifitas dalam ibadah mahdhoh bernilai bid’ah.  Perilaku bid’ah akan menyibukkan umat Islam dalam urusan ibadah mahdhoh dan akan melalaikan dan atau membuat terlena untuk mengurus dunia.  Muhammadiyah berperinsip bahwa umat Islam harus menjadi umat yang taat hanya kepada Allah dan Rasul, tetapi juga berjaya dalam mengurus dunia.

c. Akhlak

Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kerena Allah, agama semua Nabi; agama yang sesuai dengan fitrah manusia; agama yang menjadi petunjuk bagi manusia; agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama; dan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.  Islam satu-satunya agama yang diridhai  Allah dan agama yang sempurna. Dengan beragama Islam setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup tauhid kepada Allah, fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah, menjalankan kekhalifahan, dan bertujuan untuk meraih ridha serta karunia Allah SWT.  Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benar-benar diimani, dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total dan kaffah dan penuh ketundukkan atau penyerahan diri.  Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh itu, terbentuklah manusia Muslim yang memiliki sifat-sifat utama: keperibadian Muslim, keperibadian mukmin, keperibadian muhsin dalam arti berakhlak mulia, dan keperibadian muttaqin.

d. Muamalah duniawi

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasrkan ajaran agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.  Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan undang-undang dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan makmur dan diridhai AllahSWT “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”

                                                Sumber :

AIK III; Kemuhammadiyahan. Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2016.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA