Yang bukan termasuk kriteria kehalalan suatu makanan diantaranya kecuali

MUI melalui LPPOM menetapkan syarat yang menjadi standar sebuah produk dinyatakan halal. Berikut  11 kriteria jaminan halal dalam Standar HAS 23000 LPPOM MUI.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan terhadap warga negara yang menjadi konsumen sebagaimana yang diamanatkan oleh perundang-undangan.

Adapun standar yang diberlakukan untuk menjamin kehalalan sebuah produk adalah HAS 23000. Standar ini ditetapkan oleh LPPOM MUI dan mengatur beberapa aspek dari hulu ke hilir yang harus dipenuhi sebuah perusahaan untuk dapat dinyatakan bahwa produknya halal.

Beberapa aspek dari hulu ke hilir yang terdapat di dalam standar HAS 23000 dikenal dengan istilah kriteria jaminan halal.

11 Kriteria Jaminan Halal

1. Kebijakan Halal

Kebijakan Halal merupakan komitmen yang dibuat oleh perusahaan secara tertulis untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Dalam praktiknya, Manajemen Puncak perusahaan adalah pihak yang menetapkan Kebijakan Halal dan harus mensosialisasikannya kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan.

2. Tim Manajemen Halal

Tim Manajemen Halal merupakan sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan sistem jaminan halal dalam perusahaan.

Manajemen Puncak adalah pihak yang berkewajiban menetapkan Tim Manajemen Halal yang disertai bukti tertulis dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh Tim Manajemen Halal.

Selain itu, Manajemen Puncak juga wajib menguraikan secara jelas apa saja yang menjadi tanggung jawab, tugas, dan wewenang Tim Manajemen Halal.

3. Pelatihan

Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan dengan maksud meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) sehingga dapat mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan.

Perusahaan wajib mempunyai prosedur pelaksanaan pelatihan yang dibuat secara tertulis. Adapun frekeunsi pelatihan adalah setidaknya diikuti sekali dalam dua tahun untuk pelatihan eksternal dan setidaknya dilakukan sekali dalam satu tahun untuk pelatihan internal.

4. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Adapun yang dimaksud bahan mencakup:

  1. bahan baku (raw material), yakni bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan produk;
  2. bahan tambahan (additive), yakni bahan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan sifat produk;
  3. bahan penolong (processing aid), yakni bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi, tetapi tidak termasuk dalam komposisi produk (ingredient);
  4. kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk;
  5. pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan boleh jadi mengalami kontak langsung dengan bahan maupun produk;
  6. sanitizer dan bahan pembersih yang digunakan untuk keperluan sanitasi fasilitas atau peralatan yang menangani bahan dan produk; dan
  7. media validasi hasil pencucian yang mengalami kontak langsung dengan produk.

Bahan dikelompokkan menjadi dua, yakni bahan tidak kritis (bahan-bahan yang termuat di dalam Daftar Bahan Positif Halal) dan bahan kritis (bahan-bahan yang tidak termasuk di dalam Daftar Bahan Positif Halal). Apabila menggunakan bahan kritis, maka perusahaan wajib melengkapinya dengan dokumen pendukung yang cukup.

5. Fasilitas Produksi

Fasilitas produksi mencakup seluruh bangunan, ruangan, mesin, peralatan utama, dan peralatan pembantu yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk.

Adapun tiga jenis fasilitas produksi dalam 11 kriteria jaminan halal yang perlu mendapat atensi khusus adalah industri olahan pangan, obat, dan kosmetik, Rumah Pemotongan Hewan (RPH), dan dapur/katering/restoran.

3 Jenis Fasilitas Produksi

3 Jenis Fasilitas Produksi

Industri Olahan Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika
  • Pabrik tempat produksi harus didaftarkan, baik milik sendiri maupun sewa dari pihak lain.
  • Produksi dapat dilakukan di fasilitas khusus produk halal (halal dedicated facility) maupun sharing facility.
  • Jika produksi dilakukan di sharing facility, maka seluruh fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bebas dari bahan babi dan turunannya.
  • Jika produksi dilakukan di sharing facility, maka perusahaan wajib menjamin fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi.
Rumah Potong Hewan
  • RPH khusus untuk produksi daging hewan halal alias harus bersifat halal dedicated facility.
  • RPH harus terpisah dari RPH maupun peternakan babi, termasuk di antaranya tidak dalam satu lokasi sama, tidak bersebelahan, berjarak minimal 5 km, dan tidak ada kontaminasi silang dengan RPH maupun peternakan babi.
  • Apabila proses deboning dilakukan di luar RPH, maka karkas harus hanya berasal dari RPH halal.
  • Alat penyembelih, baik manual maupun mekanik, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.

 Dapur/Katering/Restoran

  • Seluruh dapur, gudang, maupun outlet untuk menghasilkan produk harus didaftarkan, baik milik sendiri maupun sewa dari pihak lain.
  • Outlet restoran, fasilitas pendingin, dan alat transportasi daging berikut produk olahannya harus bersifat halal dedicated facility.
  • Fasilitas selain outlet restoran, fasilitas pendingin, dan alat transportasi daging berikut produk olahannya boleh bersifat sharing facility, tetapi fasilitas tersebut harus bebas babi.

6. Produk

Perusahaan harus memberi nama produk sesuai dengan panduan penamaan produk yang ditetapkan. Selain itu, produk tidak boleh:

  • mempunyai kecenderungan atau kemiripan bau maupun rasa yang mengarah pada produk haram; dan
  • menggunakan bentuk produk, bentuk kemasan, maupun label yang menggambarkan sifat vulgar, erotis, maupun porno.

7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis

Aktivitas kritis merupakan seluruh aktivitas yang dapat memberi pengaruh terhadap kehalalan sebuah produk. Perusahaan pun harus memiliki prosedur tertulis tentang pelaksanaan aktivitas kritis yang dimaksud.

Beberapa kegiatan yang termasuk dalam aktivitas fisik adalah penggunaan bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan, formulasi dan pengembangan produk, produksi, sanitasi fasilitas produksi, penyimpanan bahan dan produk, dan transportasi bahan dan produk.

8. Kemampuan Telusur

Perusahaan wajib memiliki prosedur tertulis yang menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan dan memenuhi proses produksi (termasuk fasilitas yang digunakan) sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria

Perusahaan wajib mempunyai prosedur tertulis tentang penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria. Produk tersebut tidak boleh dijual ke konsumen dan harus dimusnahkan. Apabila produk sudah terlanjur dijual, maka produk harus ditarik.

10. Audit Internal

Audit internal dilakukan setidak-tidaknya sebanyak dua kali dalam satu tahun oleh auditor internal yang independen dan kompeten. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan secara berkala.

Apabila ditemukan hal-hal yang tidak memenuhi kriteria, maka perusahaan wajib mengidentifikasi akar penyebab serta melakukan perbaikannya dengan target waktu yang jelas. Perusahaan juga wajib memiliki prosedur tertulis audit internal pelaksanaan JPH.

11. Kaji Ulang Manajemen

Manajemen Puncak atau wakil yang ditunjuk wajib melakukan kaji ulang manajemen setidaknya setahun sekali. Kaji ulang manajemen dimaksudkan untuk menilai efektivitas penerapan sistem jaminan halal dalam perusahaan tersebut berikut merumuskan perbaikan berkelanjutan.

Selain itu, perusahaan juga harus menyiapkan prosedur kaji ulang manajemen yang dibuat secara tertulis.

Demikianlah 11 kriteria jaminan halal yang ditetapkan oleh LPOM MUI melalaui standar HAS 23000. Semoga membantu.

Jika Anda seorang yang menyukai tantangan dan ingin menjadi auditor halal, Mutu Institute menjadi tempat yang tepat bagi pelatihan Anda. Tunggu apalagi? Segera hubungi Mutu Institute melalui  atau 0819-1880-0007.

Baca juga: Ternyata Produk Ini Wajib Bersertifikasi Halal MUI

2021-10-01 14:47:39

KRITERIA SISTEM JAMINAN HALAL DALAM HAS 23000

HAS 23000 merupakan persyaratan sertifikasi halal yang ditetapkan oleh LPPOM MUI guna sertifikasi halal suatu produk. Persyaratan tersebut berisi kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) dan persyaratan lain, seperti kebijakan dan prosedur sertifikasi halal. Terdapat 11 kriteria SJH yang dicakup dalam HAS 23000. Seluruh kriteria tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal untuk produknya. Berikut ini adalah 11 kriteria SJH:

1. KEBIJAKAN HALAL

Kebijakan halal adalah komitmen tertulis untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Kebijakan halal harus ditetapkan dan didiseminasikan kepada pihak yang berkepentingan.

2. TIM MANAJEMEN HALAL

Tim manajemen halal adalah sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal di perusahaan. Manajemen puncak harus menetapkan tim manajemen halal dengan disertai bukti tertulis. Tanggung jawab tim manajemen halal harus diuraikan dengan jelas. Manajemen puncak harus menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh tim manajemen halal.

3. PELATIHAN

Pelatihan adalah kegiatan peningkatan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) untuk mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan harus diberikan oleh personel yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, implementasi, evaluasi dan perbaikan sistem jaminan halal sesuai dengan persyaratan sertifikasi halal. Pelatihan harus dilaksanakan setidaknya setahun sekali. Hasil pelatihan internal harus dievaluasi untuk memastikan kompetensi peserta pelatihan.

4. BAHAN

Bahan ini mencakup:

a. bahan baku (raw material), yaitu bahan utama untuk menghasilkan produk

b. bahan tambahan (additive), yaitu bahan tambahan untuk meningkatkan sifat produk

c. bahan penolong (processing aid), yaitu bahan yang digunakan untuk membantu produksi tetapi tidak menjadi bagian dari komposisi produk (ingredient)

d. kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk

e. pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan mungkin kontak langsung dengan bahan dan produk

f. sanitizer dan bahan pembersih untuk sanitasi fasilitas/peralatan yang menangani bahan dan produk

g. media validasi hasil pencucian yang kontak langsung dengan produk

Bahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan tidak kritis dan bahan kritis. Bahan tidak kritis adalah bahan yang dicakup dalam Daftar Bahan Positif Halal. Daftar tersebut dapat diunduh di sini. Bahan kritis merupakan bahan di luar daftar bahan tersebut. Bahan kritis harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang cukup.

5. FASILITAS PRODUKSI

Fasilitas produksi mencakup bangunan, ruangan, mesin dan peralatan utama serta peralatan pembantu yang digunakan untuk menghasilkan produk.

Industri Olahan Pangan, Obat-obatan, Kosmetika

a) Semua pabrik, baik milik sendiri dan disewa dari pihak lain, untuk menghasilkan produk yang didaftarkan dan dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.

b) Produksi halal dapat dilakukan di halal dedicated facility atau sharing facility.

c) Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) yang digunakan untuk menyimpan bahan dari bagian tubuh hewan sembelihan dan produk olahannya, harus halal dedicated.

d) Fasilitas selain yang disebutkan pada point c) di atas dapat bersifat sharing facility. Jika produksi halal dilakukan di sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas bahan babi dan turunannya (pork/porcine free).

e) Untuk sharing facility pada point d) di atas, perusahaan perlu menjamin fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi apabila terdapat bahan turunan hewan (selain babi) untuk produk yang tidak disertifikasi.

Restoran/Katering/Dapur

a) Semua dapur, gudang dan outlet yang digunakan untuk menghasilkan produk, baik milik sendiri atau disewa dari pihak lain, harus didaftarkan.

b) Fasilitas berikut harus bersifat halal dedicated facility:

     - Outlet restoran.

     - Fasilitas pendingin (chiller/refrigerator dan freezer) di dapur atau di gudang di luar outlet yang digunakan untuk menyimpan daging atau produk olahannya

c) Fasilitas selain yang disebutkan pada point b) di atas dapat bersifat sharing facility. Jika digunakan sharing facility, maka semua fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bersifat bebas babi (pork free).

Rumah Potong Hewan (RPH)


a) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal – halal dedicated facility).

b) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu RPH tidak berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan dengan site RPH babi, dan berjarak minimal radius 5 km dari peternakan babi, serta tidak terjadi kontaminasi silang antara RPH halal dan RPH/peternakan babi.

c) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit Penanganan Daging), maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal.

d) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam; (ii) Bukan berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang; (iii) Ukuran disesuaikan dengan leher hewan yang akan dipotong; dan (iv) Tidak diasah di depan hewan yang akan disembelih. Untuk alat penyembelih mekanis, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.

6. PRODUK

Produk yang didaftarkan dapat berupa produk retail, non retail, produk akhir atau produk antara (intermediet). Panduan penamaan produk dapat dilihat di sini. Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram. Bentuk produk tidak menggunakan bentuk produk, bentuk kemasan atau label yang menggambarkan sifat erotis, vulgar atau porno. Khusus untuk produk retail, jika suatu produk dengan merk/brand tertentu didaftarkan, maka semua varian atau produk lain dengan merk/brand yang sama yang dipasarkan di Indonesia harus didaftarkan.

7. PROSEDUR TERTULIS AKTIVITAS KRITIS

Aktivitas kritis adalah aktivitas yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Secara umum, aktivitas kritis mencakup:

a) penggunaan bahan baru untuk produk yang sudah disertifikasi,

b) formulasi dan pengembangan produk,

c) pemeriksaan bahan datang,

d) produksi,

e) pencucian fasilitas produksi,

f) penyimpanan bahan dan produk,

g) transportasi bahan dan produk.

Ruang lingkup aktivitas kritis dapat bervariasi sesuai dengan proses bisnis perusahaan. Prosedur tertulis dapat berupa SOP (Standard Operating Procedure), instruksi kerja atau bentuk panduan kerja yang lain. Prosedur tertulis ini dapat digabungkan dengan dengan prosedur sistem lain yang diterapkan perusahaan.

8. KEMAMPUAN TELUSUR

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis yang menjamin ketertelusuran produk yang disertifikasi yang menjamin produk tersebut dapat ditelusuri berasal dari bahan yang disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas yang memenuhi kriteria fasilitas.

9. PENANGANAN PRODUK YANG TIDAK MEMENUHI KRITERIA

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis menangani produk yang tidak memenuhi kriteria yang menjamin produk yang tidak memenuhi kriteria tidak diproses ulang atau di-downgrade dan harus dimusnahkan atau tidak dijual ke konsumen yang membutuhkan produk halal. Jika produk sudah terlanjur dijual, maka produk harus ditarik.

10. AUDIT INTERNAL

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal harus dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun. Jika ditemukan kelemahan (tidak terpenuhinya kriteria) dalam audit internal, maka perusahaan harus mengidentifikasi akar penyebabnya dan melakukan perbaikan. Perbaikan harus dilakukan dengan target waktu yang jelas dan harus mampu menyelesaikan kelemahan serta mencegah terulangnya di masa yang akan datang.

11. KAJI ULANG MANAJEMEN

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis kaji ulang manajemen. Kaji ulang manajemen harus dilakukan setidaknya sekali dalam setahun.

Selain audit sesuai kriteria SJH (HAS 23000), LPPOM MUI juga akan memperhatikan aspek keamanan pangan, obat dan kosmetik sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.

PEMERIKSAAN IMPLEMENTASI HACCP (KHUSUS UNTUK KLIEN YANG AKAN EKSPOR PRODUK HALAL KE UNI EMIRATE ARAB (UEA))

Khusus untuk produk yang akan dipasarkan ke UAE dan akan diklaim halal, auditor akan memeriksa pemenuhan implementasi HACCP ketika audit.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA