Suatu proses dalam membatik yaitu memberi warna pada kain dengan penyelupan disebut

PANTAU SIAK - Menurut Dina Isfandiary batik adalah proses penerapan lilin pada kain. Batik itu berasal dari kata-kata  ombo dan titik. Ombo adalah sebuah motif yang lebar seperti gambar bunga, daun dan lain-lain, sementara titik adalah isen-isen atau isian-isian pada ornamen-ornamen tertentu seperti gambar flora dan lain-lain.


Darah batik Dina sudah mengalir dari orang tua dan nenek buyutnya. Ia menularkan ilmunya  di beberapa daerah di Indonesia dan sebagai tenaga pengajar di balai perlindungan rehabilitasi wanita pada dinas sosial Yogyakarta.


Untuk di Siak, lanjut dia, karena waktunya singkat  motif dan pewarnaan menggunakan bahan kimia yaitu rhemasol dan proses fisnishingnya dengan sistem celup. Dirinya berjanji akan membuat buku tentang batik Siak.


“Pesan saya adalah kalau membuat sesuatu yang menarik itu agar bisa di jual, sehingga kita harus melihat apa kebutuhan dan yang diminati konsumen/pasar,” ucap wanita asal Yogyakarta ini, Jumat (25/3/2022).


Hingga hari terakhir Dina selaku instruktur melihat perkembangan para peserta pelatihan. Ia bilang, ada yang desainnya bagus, dan ada yang sedang. Masing-masing memiliki ciri khas tersendiri.

“Kita bina dan kita kelompokan sesuai dengan kemampuan masing-masing, artinya semua hasil karya mereka tidak ada yang jelek. Namun bagaimana cara kita  membuat produk yang tadinya dianggap gagal menjadi sebuah karya yang banyak diminati,” sebutnya. 

Ia berharap para peserta pelatihan tidak berhenti atau bosan, tinggal bagaimana pihak Dekranasda menyediakan bahan-bahan untuk mereka berlatih terus dan mengembangkan potensinya.

 
Selanjutnya Ia menceritakan proses membuat batik bagi peserta pelatihan di Siak. Pertama siapkan kain putih (kain mori atau kain sutera), pensil dan kertas untuk membuat pola, canting, lilin dan pewarna rhemasol.  


Kemudian buat pola atau motif sesuai yang diinginkan pada kertas, lalu pola tadi dijiplak atau diterapkan pada kain dengan menggunakan pensil (njaplak). Setelah itu dicanting sesuai dengan pola menggunakan lilin, proses ini disebut klowong atau membuat bingkai pada pencantingan pertama.

 
Proses selanjutnya disebut nyolet atau memberikan warna pada motif yang dibingkai pada proses sebelumnya dengan kuas, jika menggunakan rhemasol maka fiksasinya menggunakan waterglass. Sementara kalau menggunakan indigosol maka fiksasinya memakai Hcl. Kemudian ditunggu hingga kering dengan cara diangin-anginkan. 


Selanjutnya kain tersebut di rendam dalam wadah berisi air untuk menghilangkan waterglassnya, nantinya akan muncul warna yang diinginkan. Setelah itu, warna yang muncul tadi ditutup dengan lilin. 

 
Langkah berikutnya adalah memberikan warna dasar pada kain dengan pewarna napthol, dengan cara mencelupkan kain yang sudah diproses sebelumnya. Lakukan proses ini dengan baik sehingga warna bisa merata pada seluruh kain. 


Terakhir adalah proses ngelorod yaitu proses meluruhkan atau merontokan lilin dengan merendamkannya di dalam air mendidih kemudian diangin-anginkan sampai kering.

 
Itulah lanjut Dina, mengapa kain batik tulis memiliki nilai dan harga yang lebih tinggi dibandingkan batik-batik lainnya. Proses pengerjaan satu kain batik tulis  membutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari masing-masing pengrajin batik. Proses pengerjaan yang panjang dan rumit biasanya membutuhkan waktu  yang lama.


Agar kain batik atau baju batik tetap terjaga keindahan warnanya, Dina memberikan beberapa tips khusus. Pertama, hindari mencuci batik dengan deterjen, ganti dengan shampoo bayi dan dikucek pelan-pelan. 


Tidak dianjurkan menggunakan pewangi pakaian sebab dapat merusak serat kain. Setelah dicuci jangan diperas dan jemur ditempat yang teduh, kemudian pada saat menyetrika agar dilapisi dengan kain.


Batik merupakan salah satu karya seni yang keindahannya.terlihat dari corak atau motifnya. Bagaikan sebuah lukisan, motif atau corak dalam berbagai warna dilukiskan di atas sehelai kain mori. warna adalah salah satu unsur pesona batik. Jika kita mengulik topik tentang warna batik, maka kita akan menemukan bahwa batik dari setiap daerah memiliki ciri warna berbeda. Batik yang berasal dari tengah pulau, atau daerah pedalaman, umumnya berwarna solid, dan lebih matang. Sedangkan batik dari daerah pesisir senantiasa dibuat dengan paduan warna cerah. Hal ini disebabkan karena warna batik cenderung menyiratkan sikap sosial masyarakat tempatnya dibuat. Masyarakat pedalaman umumnya lebih kental kekeluargaannya, dan tertutup. Sedangkan masyarakat di wilayah pesisir cenderung lebih terbuka, karena memiliki kesempatan bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat yang datang ke kota pelabuhan untuk untuk berniaga.


       Sebenarnya sesuai tradisi, warna yang digunakan pada batik tidaklah banyak. Warna tersebut adalah: Hitam, Biru tua, Soga/cokelat, Mengkudu/merah. Hijau, Kuning, Ungu

        Proses pewarnaan batik dilakukan dengan menggunakan zat warna tekstil. Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang warnanya.

 Tidak semua pewarna tekstil dapat digunakan untuk mewarnai batik. Hal ini dikaranakan sifat khusus batik, yaitu :

  1. Pada pewarnaan batik dikerjakan tanpa pemanasan karena batik memakai lilin batik.
  2. Lilin batik pada umumnya tidak tahan terhadap alkali kuat.
  3. Pada pekerjaan terakhir daripada proses pembuatan batik, terdapat menghilangkanlilin atau lorodan dengan air panas, tidak semua cat tahan terhadap rebusan dalam air lorodan.

Secara umum berdasarkan sumber asalnya zat pewarna dibagi menjadi 2 : Zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Pada jaman dahulu proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di jaman seperti sekarang ini. Berbeda dengan zat pewarna alam, zat pewarna sintetis akan lebih mudah diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya

Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah :

1. Indigo (Indigofera tinctoria) tanaman perdu yang menghasilkan warna biru. Bagian tanaman yang diambil adalah daun/ranting.

2. Kelapa (Cocos nucifera) bagian yang dijadikan bahan pewarna adalah kulit luar buah yang berserabut (sabut kelapa). Warna yang dihasilkan adalah krem kecoklatan.

3. Teh (Camelia sinensis) bagian yang diolah menjadi pewarna adalah daun yang telah tua, dan warna yang dihasilkan adalah cokelat.

4. Secang (Caesaslpinia Sapapan Lin) jenis tanaman keras yang diambil bagian kayu, untuk menghasilkan warna merah. Warna merah adalah hasil oksidasi, setelah sebelumnya dalam pencelupan berwarna kuning.

5. Kunyit (Curcuma domestica val) Bagian tanaman yang diambil adalah rimpang, umbi akar, yang menghasilkan warna kuning.

6. Bawang Merah (Allium ascalonicium L) Bagian bawang merah yang digunakan sebagai bahan pewarna adalah kulit dan menghasilkan warna jingga kecoklatan.

            Mori yang diwarnai dengan zat warna alam adalah yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Sedangkan mori dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas (daya serap) terhadap zat warna alam sehingga zat warna alam tidak bisa menempel dan meresap di mori sintetis tersebut. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.

             Salah satu kendala pewarnaan mori menggunakan zat warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna mori. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Selain itu Karena terbuat dari bahan-bahan alami, pewarna alami relatif tidak seawet pewarna kimia. Hal ini menyebabkan warna batik cenderung cepat memudar jika dicuci dengan detergen biasa. Semula para pencinta batik menggunakan pembersih alami dari buah Lerak. Tetapi kini telah ditemukan sejenis detergen khusus yang mampu membersihkan batik, namun tidak memudarkan warnanya. Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif.

           Zat pewarna sintetis adalah zat pewarna yang dibuat menurut reaksi-reaksi kimia tertentu. Jenis zat warna sintetis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa diantaranya yang dapat digunakan sebagai pewarna batik.Hal ini dikarenakan dalam proses pewarnaan batik suhu pencelupan harus pada suhu kamar. Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:

 1. Zat warna naphtol

Zat warna naptol terdiri dari komponen naptol sebagai komponen dasar dan komponen pembangkit warna yaitu garam diazonium atau disebut garam naptol. Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan.

2. Zat warna indigosol

Zat warna Indigosol atau Bejana Larut adalah zat warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata dan cerah. Zat warna ini dapat dipakai secara pecelupan dan coletan . Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel.

3. Zat warna rapid

Zat warna rapid biasa dipakai untuk  coletan jenis rapid fast.  Zat warna ini adalah campuran komponen  naphtol dan garam  diazonium yang distabilkan, biasanya paling banyak dipakai  rapid merah, karena warnanya cerah dan tidak ditemui di kelompok indigosol. Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.

4.   Zat warna indigosol

Zat warna Indigosol atau Bejana Larut adalah zat warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata dan cerah. Zat warna ini dapat dipakai secara pecelupan dan coletan . Warna dapat timbul setelah dibangkitkan dengan Natrium Nitrit dan Asam/ Asam sulfat atau Asam florida. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.

Selain Zat pewarna, dalam proses membatik dikenal juga istilah zat pembantu. Yang dimaksud dengan zat pembantu adalah zat-zat yang digunakan sebagai penyempurnaan proses pembatikan, yaitu antara lain: caustic soda, soda abu, TRO (Turkish Red Oil), teepol, asam chloride, asam sulfat, tawas, kapur, obat ijo/air ijo dan minyak kacang.

Zat- Zat pembantu tersebut antara lain :

a. 

Caustic soda atau soda api digunakan untuk mengetel mori atau melarutkan lilin batik. 

b. 

Soda Abu atau Na2CO3, digunakan untuk campuran mengetel(mencuci), untuk membuat alkali pada air lorodan (proses pengelupasan lilin) dan untuk menjadi obat pembantu pada celupan cat Indigosol. 

c. 

Turkish Red Oil digunakan untuk membantu melarutkan cat batik atau sebagai obat pembasah untuk mencuci kain yang akan di cap. 

d. 

Teepol digunakan sebagai obat pembasah, misalnya untuk mencuci kain sebelum di cap. 

e. 

Asam Chlorida atau air keras digunakan untuk membangkitkan warna Indigosol atau untuk menghilangkan kanji mori. 

f. 

Asam sulfat atau asam keras digunakan untuk membangkitkan warna Indigosol

g. 

Tawas digunakan sebagai kancingan atau fixeer pewarna tumbuhan. 

h. 

Kapur digunakan untuk melarutkan cairan Indigo. 

i. 

Obat ijo atau air ijo digunakan agar pewarna mempunyai ketahanan pada proses pengelupasan lilin. 

j. 

Minyak kacang digunakan untuk mengetel (mencuci) mori sehingga mori menjadi lemas dan naik daya serapnya.

Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA