Semboyan kalimat bhinneka tunggal ika berasal dari kitab

Kakawin Sutasoma Replika

Kitab Sutasoma ditulis dalam Bahasa Jawa kuno oleh Mpu Tantular pada akhir abad ke-14 pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kitab ini menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangat toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan sikap untuk hidup berdampingan dalam perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai nada-nada untuk menghasilkan harmonisasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Kutipan frase “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat pada pupuh 139 bait 5, yang petikannya sebagai berikut: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”. Artinya adalah “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Lihat Foto

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG

Ratusan warga dari berbagai wilayah berkumpul untuk mengikuti Parade Bhineka Tunggal Ika di kawasan Patung Kuda, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (19/11/2016). Warga mengikuti Parade Bhinneka Tunggal Ika untuk merekatkan kembali rasa persatuan bangsa dan juga menjadi momentum refleksi atas sejumlah kejadian yang terjadi beberapa waktu belakangan, seperti pengeboman Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 13 November 2016.

KOMPAS.com - Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari keberagaman dalam semua aspek kehidupan, baik kewilayahan, suku bangsa, agama, ras, golongan dan jenis kelamin.

Keberagaman yang menjadi realitas kehidupan di Indonesia menjadi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Konsep negara kesatuan

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sejak masa kerajaan Majapahit telah mengenal konsep negara kesatuan.

Motivasi menuju Negara Kesatuan tersebut berkat Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada.

Fakta yang ditemukan terletak di dalam lingkup wilayah kota raja Majapahit antara lain:

  1. Di bagian selatan terdapat kompleks pemukiman Islam ditandai adanya kompleks makam Islam Tralaya.
  2. Di bagian tengah terdapat kompleks pemukiman Hindu (Siwa) ditandai reruntuhan Candi Minakjinggo.
  3. Di bagian utara terdapat kompleks pemukiman Budha ditandai adanya Candi Brahu dan kompleks Candi gentong (yang diperkirakan bekas stupa).

Pada masa kejayaan kerajaan Majapahit telah dipraktikkan keberagaman yang menjadi satu kesatuan.

Hal itu membawa pengaruh terhadap kuatnya kerajaan Majapahit. Sehingga mampu mencapai kebesaran dan kejayaannya dalam mempersatukan seluruh wilayah Nusantara.

Baca juga: Arti Penting Bhinneka Tunggal Ika

Asal kata Bhinneka Tunggal Ika

Kalimat Bhinneka Tunggal Ika telah tercipta jauh sebelum negara Indonesia merdeka.

Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah kata (frasa) yang terdapat dalam Kakawin Sutasoma.

Kakawin Sutasoma dikarang pada abad ke-14. Kakawin berarti syair dengan bahasa Jawa Kuno.

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 21522 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in PPKn viewed by 18957 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 16350 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 15475 persons

Asked by wiki @ 31/08/2021 in PPKn viewed by 15011 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in PPKn viewed by 14018 persons

Asked by wiki @ 31/08/2021 in PPKn viewed by 13797 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in PPKn viewed by 13591 persons

Asked by wiki @ 14/08/2021 in PPKn viewed by 9289 persons

Asked by wiki @ 10/08/2021 in PPKn viewed by 5808 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in PPKn viewed by 4199 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 3513 persons

Asked by wiki @ 23/08/2021 in PPKn viewed by 3479 persons

Asked by wiki @ 20/08/2021 in PPKn viewed by 3219 persons

Asked by wiki @ 23/08/2021 in PPKn viewed by 3216 persons

Jakarta -

Kitab Sutasoma merupakan karangan Empu Tantular pada abad 14 M. Kakawin Sutasoma adalah peninggalan berupa karya sastra dari kerajaan Majapahit.

Kakawin dalam bahasa Jawa kuno berarti syair. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno dan menggunakan aksara Bali.

Kitab Sutasoma telah ditulis kembali di atas daun lontar pada tahun 1851 dengan ukuran sebesar 40,5 X3,5 cm. Meski demikian, tidak diketahui siapa yang menuliskannya ulang.

Dilansir dari buku Pesona & Sisi Kelam Majapahit karangan Sri Wintala Achmad, Kakawin Sutasoma bertuliskan tentang "Mangkang jinatwa kalawan Siwatattwa tunggal bhinneka tunggal ika tan hanadharmma mangrwa".

Kitab ini digubah di bawah naungan Sri Ranamanggala. Gubahan dilakukan pada sekitar tahun 1365-1369 saat pemerintahan Hayam Wuruk.

Gubahan tersebut sangat penting karena memuat ide-ide religius, khususnya tentang agama Buddha Mahayana dan hubungannya dengan agama Siwa.

Kitab Sutasoma adalah sebuah karya sastra yang unik karena cerita tokoh keturunan Pandawa telah diganti menjadi kisah Buddhis. Di dalamnya terdapat kisah hidup Sutasoma yang berpola cerita hidup Buddha dan kisahnya diambil dari cerita faktual.

Kakawin Sutasoma juga cenderung memaparkan peringatan tentang timbulnya gejala-gejala pertentangan antara keraton barat (Kusumawardhani/Wikramawardhana) dengan keraton timur (Bhre Wirabhumi). Pertentangan kedua keturunan Hayam Wuruk ini kemudian meletus menjadi perang secara bertahap yang dikenal sebagai Perang Paregreg.

Kitab Sutasoma berisikan pula anjuran agar pertentangan kedua kubu ini diselesaikan secara damai berdasarkan prinsip Buddhis. Kakawin ini juga menggambarkan bahwa Hayam Wuruk adalah penjelmaan raja Buddhis yang ideal.

Namun, karena Kakawin Sutasoma bersifat sangat mendidik, kitab tersebut tidak begitu digemari di Bali hingga saat ini.

Simak juga asal mula semboyan Bhinneka Tunggal Ika dari Kitab Sutasoma, di halaman berikutnya. >>>

(nah/pal)

Jakarta -

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti apa sejarahnya?

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno.

Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.

Dilansir laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan NKRI.

Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.

Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.

Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".

Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."

Jadi, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam sebuah buku berjudul kakawin Sutasoma.

Simak Video "Kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kejayaan Nusantara"



(kri/pay)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA