Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghargai hak cipta atas kekayaan intelektual adalah


          Hak cipta. Kalian sudah paham, bukan, apa itu hak cipta? Coba kalian lihat di Wikipedia; yang mana hak untuk menyalin suatu ciptaan. Terkadang, hak cipta berlaku di karya seni; misal foto, tulisan, film, buku, ataupun yang lainnya. Cara menghargai orang lain sangat banyak, dimulai dari menghargai orang lain. Ya, salah satunya menghargai hak cipta orang lain. Misalnya dalam bentuk foto. Banyak sekali, cara untuk menghargai hak cipta foto orang lain. Saya akan membagi 5 cara untuk menghargai hak cipta orang lain;



         1. Jangan Asal Ambil Foto Orang Lain            Khususnya untuk fotografer. Sebenarnya banyak sekali macam-macam fotografer sesuai karakteristiknya. Ada yang bersikap selalu kalem, dan juga gak bisa kalem. Maksudnya, Fotografer yang kalem, dia suka mengupload hasil fotonya di mana saja, jika ada orang lain yang mengambil fotonya, dia bersikap biasa saja, atau malah bangga. Ada juga yang bersikap seperti kebakaran mantan (ahelah). Dia gak bisa biasa, biasa yang bersikap seperti ini akan bertindak lanjut, yaitu ke hukum. Jelas, negara kita, kan negara hukum, Guys. Sekarang, kita mikir dengan logika, ngambil moment itu susah, apalagi golden moment. Sudah susah, diambil pula. Sakit, Kak. Sakit.Melihat dari hal yang terkecil dulu, misal di display picture BBM. Terkadang, sebagain kita, suka asal comot DP orang, tanpa sepengetahuan. Mikir jangka panjang ya, Guys. Setidaknya, izin dulu, syukur-syukur yang punya DP orang yang belum kita kenal, dan kenalan. Jadi ada topik kan, untuk dibahas. *Ihir*. Intinya; minta izin.
BUDAYAKAN MINTA IZIN

        2. Jangan Ubah Watermark Foto Orang Lain

       Paham dengan watermark, bukan? Tanda air pada foto. Bukan berarti tandanya pakai air lho, ya. Tapi, memberi tanda pada foto. Nah, ini kerap sekali kita jumpai. Banyak juga yang menyalahgunakan hal ini. Ada tipe orang yang suka mengubah watermark orang lain, dengan cara meng-croping dan membuang watermark tersebut. Wajib kalian ketahui, ngambil moment itu sulit, mengedit foto dan memberi watermark pun sulit. Masih, tega? Iya? Kalau itu benar-benar hak cipta orang lain, jangan diubah. Kembali lagi, memakai logika dan hati kita.


      3. Jangan Sok Menjadi Pemilik Hak Cipta

       Cara yang ketiga, mungkin sedikit lebih pedas. Iya, karena saya peduli dengan hak cipta. Jadi ini lebih pedas, karetnya dua. *Mikir keras (rujak, kali)*Jika bukan milikmu, jangan suka sok mengakuinya, bahwa itu milikmu. Termasuk; jika bukan pacarmu, jangan sok mengakuinya sebagai pacarmu. *Maaf OOT*. Jadi, jangan suka mengakui bahwa itu milikmu, jikan bukan milikmu. Menghargai itu indah, Kawan.

      4. Jangan Menyalahgunakan Foto Orang Lain

      Kerap sekali, banyak kita jumpai meme lucu di sosial media. Khususnya di instagram. Terkadang, ada foto orang yang fotonya sungguh tak layak untuk dipublish kemudian dipublish, dan dijadikan meme dengan memberi caption yang lucu, baik, bahkan ada juga yang frontal. Seperti ada khasus di sosial media, yang mana ia mengambil foto orang gila, kemudian menjadikannya meme. Padahal, yang bersangkutan bukan orang gila. Bagaimana jika, dia adalah keluargamu? Logika, di mana?


CONTOH MENYALAHGUNAKAN FOTO UNTUK MEME FRONTAL

        5. Budayakan Mencantumkan Sumber

         Jika kalian ingin me-ngupload foto orang, di blog khususnya. Ingat, jika ada watermark, jangan dihilangi. Jika minta foto, izin dahulu. Dan, jangan lupa juga untuk mencantumkan sumber, dari mana foto tersebut berasal. Guna agar orang tahu, bagaimana foto aslinya.

BUDAYAKAN MEMBERI SUMBER FOTO

        Nah, gimana? Mengerti, atau paham? Demi menghargai hak cipta orang lain, tidak ada salahnya kita menggunakan cara tersebut. Mari saling menghargai. ^ ^

       Tabik, Kawan. Semoga bermanfaat.


Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Posting Konten? Hargai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”. Webinar yang digelar pada Jumat, 20 Agustus 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Denisa N. Salsabila – Kaizen Room, Daru Wibowo – Marketing Consultant, Dipl Kffr Freesca Syafitri, SE, MA. – Tenaga Ahli DPR RI/Dosen UPN Veteran Jakarta, dan Djaka Dwiandi Purwaningtijasa, ST – Digital Designer & Photographer.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Denisa N. Salsabila membuka webinar dengan mengatakan, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.

Pada dasarnya konsep tentang HaKI bersumber pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya.

“Cara menghargai Kekayaan Intelektual di era digital yakni mencantumkan kredit pencipta karya, meminta izin pada pemilik hak cipta, hindari mengubah isi karya orang lain dan bagikanlah hasil bila mendapatkan keuntungan dari karya orang lain,” ujarnya.

Adapun bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta yakni memberikan wewenang kepada pihak lain untuk melanggar Hak Cipta, memiliki hubungan dagang atau komersil dengan barang bajakan, mengimpor barang-barang bajakan dan memperbolehkan sesuatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat penayangan karya yang melanggar hak cipta.

Daru Wibowo menambahkan, pemahaman netizen yang sering terjadi saat ini adalah media sosial milik umum, maka isi medsos milik umum. Padahal, di media sosial pun kita harus menghargai hak cipta.

“Pedoman dalam posting di media sosial yakni jangan merugikan, jangan menyerang, jangan ganggu karya lain, jangan curi/komersilkan karya lain, gunakan izin atau cara lain yang etis, mempertimbangkan dampak posting, siapkan dokumen / model release, gunakan tanda identitas,” paparnya.

Dipl Kffr Freesca Syafitri mengatakan, Hak Kekayaan Intelektual yakni hak yang timbul dari hasil olah pikir manusia dalam mengasilkan sebuah prodsuk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia baik secara personal maupun komunal.

“Perbuatan yang bukan termasuk pelanggaran HAKI yaitu penggunaan lambang negara dan lagu kebangsaan, atas nama Pemerintah, menyebutkan sumber secara lengkap, tidak komersial. Saat ini masih banyak masyarakat yang belum merasakan pentingnya HAKI,” ungkapnya.

Sebagai pembicara terakhir, Djaka Dwiandi mengatakan, pembajakan adalah kejahatan. Sayangnya, banyak remaja dan orang dewasa berpikir berbagi perangkat lunak, permainan, musik, ebook, gambar, hanyalah sebagai cara yang mudah untuk membantu mengurangi biaya.

“Faktanya, pembajakan digital sering digambarkan sebagai kejahatan yang tidak membawa korban, akan tetapi hal ini tidaklah benar. Risiko konten ilegal, meliputi konsekuensi kukum, malware, dan dampak ekonomi,” terangnya.

Dalam sesi KOL, Komo Ricky menjelaskan bahwa semua di dunia digital itu mempunyai dampak positif dan juga negatifnya. Dampak positifnya kita diberi banyak kemudahan, kita diberikan kemudahan untuk berkarya, tentang apa yang kita mau buat.

“Kalau dampak negatifnya kita sekarang ini terlalu mudah diakses dan juga terlalu mudah dihakimi, kebanyakkan sekarang gampang sekali menghakimi seseorang tanpa mengenali orang tersebut,” katanya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Mia menanyakan apakah boleh kita menggunakan metode Amati Tiru dan Modifikasi (ATM) pada hal yang sudah dijadikan hak cipta oleh seseorang? contohnya di usaha makanan.

“Saya rasa untuk hal ini bisa menggunakan metode ini (ATM) tetapi tahu batasnya. Bisa kita lebih mempelajari tentang produk yang kita amati lalu kita bisa tiru. Misalnya dari prinsip usahanya, pola kerjanya, proses produksinya dan juga alat-alat apa yang digunakan untuk menunjang usaha makanan itu sendiri,” jawab Denisa.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA