Sains dan agama bertentangan dalam hal apa saja

Terdapat tiga cara berpikir menghadapi benturan antara sains dan agama.

Rabu , 01 Jul 2020, 14:28 WIB

Wordpress.com

Terdapat tiga cara berpikir menghadapi benturan antara sains dan agama. Ilustrasi sains dan agama.

Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Anke von Kugelgen merupakan seorang profesor studi Islam dan juga menghasilkan banyak publikasi salah satunya "Sains, Filsafat dan Agama, Posisi- Posisi Kritis terhadap agama pada 1900". 

Baca Juga

Dia juga akademisi  pakar berbahasa Jerman yang memiliki minat dalam filsafat kontemporer dari dunia Islam. Dilansir dari Qantara, pada 22 September 2017, terjadi perdebatan tentang hubungan antara rasional, ilmiah, sosiologis, dan agama. Pemahaman mistis tentang dunia telah berkecamuk selama 200 tahun terakhir. Anke von Kugelgen menunjukkan arus perdebatan tersebut dalam bukunya.  

Anke von Kugelgen mengatakan, ada tiga cara berpikir ketika melihat serangan yang dilakukan sains ke dalam agama, yakni teori konflik, di mana penemuan-penemuan ilmiah baru telah menyebabkan kritik radikal terhadap agama.

Mereka memandang Allah SWT sebagai sesuatu yang manusia ciptakan menurut gambarnya sendiri. Dengan menggunakan Alquran dan hadits, mereka melontarkan pertanyaan kepada umat Muslim tentang bagaimana Allah yang Maha Pengasih, tapi penuh dendam sehingga menciptakan neraka yang kekal.  

Sementara kedua, teori harmoni tidak melihat kontradiksi antara sains dan agama. Alquran juga mencakup fenomena zaman akhir, seperti mikroba atau demokrasi. Di mana ketika terjadi konflik, manusia harus menggunakan akalnya (karena itulah Allah menciptakan akal pada manusia) dan tidak hanya berpegang teguh pada Alquran.

Kemudian, ada teori ketiga otonomi, yang menyatakan bahwa sains dan agama memiliki wilayah masing-masing dan memiliki wewenangnya sendiri.

Von Kugelgen mengutip para pendukung pandangan dunia yang sangat luas ini, seperti Farah Antun, dari 1902 yang menyatakan, "Agama-agama ditahbiskan (oleh Tuhan) untuk memerintah dunia berikutnya, bukan yang saat ini. Dan, siapa pun yang menggunakan mereka untuk memerintah dunia ini pasti akan gagal, meskipun dia mungkin berhasil pada awalnya."  

Dalam perjalanan perdebatan ini selama abad ke-19 dan ke-20, teks-teks sentral filsafat Eropa diterjemahkan dan dikomentari. Kant, Nietzsche, Darwin, Simon, Tolstoy, Spinoza, Heidegger, Marcuse, Russell, Popper, Derrida, Foucault dan Habermas. 

Mereka semua diadopsi dan telah menjadi figur pelopor yang penting dalam filosofi dunia Timur Tengah. Ada setidaknya 58 terjemahan Heidegger ke dalam bahasa Arab sejak 1990.  

Sebaliknya, hampir tidak ada yang diketahui di sini tentang polymath dan intelektual Timur Tengah yang menghasilkan terjemahan dan komentar dan mengembangkan ide mereka sendiri.  

Misalnya, Luther Islam pada 150 tahun yang lalu. Orang sudah mulai menyerukan "Luther Islam" dan bahwa keterlibatan polymath Arab dengan Kekristenan menyebabkan beberapa dari mereka berpindah-pindah antara Kristen Timur, Protestan, dan Islam.  

Pada bagian pendahuluan buku, editor mengisinya dengan dua puluh biografi singkat dari para perintis intelektual paling penting (hampir tidak ada perempuan di sana). 

Meskipun pendahuluannya membawa kembali sampai abad ke-21, pada bagian kedua dari buku ini memperkenalkan empat teks asli oleh kritikus agama Islam.  

Pertama kalinya dalam bahasa Jerman, buku ini menyatukan dua perwakilan dari teori harmoni dan dua teori konflik. Masing-masing diperkenalkan dan dikontekstualisasikan dengan catatan pada biografi penulis, bagaimana karya itu ditulis dan efek yang dimilikinya.  

Beberapa pengamat wilayah mencoba untuk membantah perlunya terlibat dengan penulis yang diperkenalkan di sini, dengan menunjukkan bahwa terlalu sering para intelektual telah dipinggirkan, dipaksa ke pengasingan, dibunuh atau dibungkam dengan cara lain. Buku Anke von Kugelgen ini membantah argumen tersebut dengan menunjukkan beragam kontribusi pada debat selama dua abad.  

Editor telah memilih buku terlaris dan teks terkenal dari sekitar pergantian abad ke-20. Berjuang untuk kebebasan, aturan hukum dan emansipasi wanita adalah benang merah dalam filsafat Timur Tengah, tulis Anke von Kugelgen. Pandangan ini bukan produk dari angan-angannya sendiri. Ini dikuatkan oleh argumen pada halaman 310.

Tiga volume lebih lanjut dalam seri p nm baru direncanakan untuk 2017 dan 2018, di bawah naungan akademisi terkemuka saat ini. Kata Moser menyelidiki pengembangan disiplin filsafat di dunia Arab.  

Roman Seidel memperhatikan penerimaan filsafat Jerman dalam karya-karya Mohammed Shabestari. Dan Sarhan Dhouib menyusun antologi tentang tema toleransi atau intoleransi, dengan esai yang sebelumnya tidak diterjemahkan oleh lima belas intelektual Arab.

  • agama
  • filsafat agama
  • sains dan agama
  • hubungan sains dan agama

Halo sahabat Warstek, kali ini akan dibahas tentang sains dan agama nih. Banyak diantara kita ada yang menganggap sains dan agama itu berhubungan. Ada juga yang menganggap tidak berhubungan satu sama lain. Lalu manakah yang benar?

Ilustrasi Perbedaan Sains Dan Agama

Nah untuk diketahui bahwa semua agama besar lahir dalam era pra-modern dan pra-saintifik dimana era itu biasa disebut era mitologi. Untuk agama besar terakhir, pertama kali muncul adalah agama islam sekitar tahun 610 M. Sedangkan, revolusi saintifik sebagai penanda era modern dan ilmiah baru terjadi sekitar tahun 1.500 masehi. Itu dimulai ketika kapal Magellan kembali ke Spanyol setelah tiga tahun perjalanan dengan jarak tempuh 72.000 kilometer. Sebelumnya, tidak ada manusia yang berani berlayar mengelilingi bumi. Saat itu flat earth adalah anggapan banyak manusia di era pra-saintifik ini.

Di era saintifik ditandai oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler yang membangun cara-cara berpikir santifik dalam sejarah kehidupan modern. Kalau orang Barat mau sedikit jujur dengan sejarah, maka era saintifik seharusnya sih ditandai oleh Ibnu Haytham sebagai orang pertama dalam sejarah yang merumuskan metode pengkajian saintifik dan cara berpikir ilmiah yang bertahan hingga hari ini.

Cara pandang saintifik yang didatangkan oleh revolusi ini memang cukup berbenturan dengan cara pandang mitologis dari zaman sebelumnya. Di era tersebut memang banyak ilmuwan yang mendapat penolakan dari kaum agamawan.

Kisah tokoh-tokoh Yang Berusaha Menghubungkan Agama Dengan Sains

Nah, Banyak terjadi bentrokan antara keyakinan dan ilmu pengetahuan, yang paling terkenal kemungkinan adalah kecaman Galileo terhadap aksi agama Katolik menghukum kelompok sesat di Roma pada tahun 1633. 

Saat itu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan dan Gereja memandang Bumi adalah pusat alam semesta. Tetapi lewat hasil pengamatan dengan menggunakan teleskopnya, Galileo menyatakan Bumi berputar mengelilingi Matahari. Beberapa legenda mengatakan bahwa Galileo dipenjara dan bahkan disiksa gereja Katolik. Semua hal ini sebenarnya tidak terjadi, tetapi dia memang dituduh menentang agama, dikenai tahanan rumah, dipaksa menyatakan dirinya dikutuk dan menentang “kesalahan dan kesesatan” karya ilmu pengetahuannya. Namun pada akhirnya gereja pun mengakui kesalahan pandangannya dengan mencabut karya Galileo dari indeks buku-buku terlarang meskipun baru dilakukan pada abad 19.

Newton pun menjelaskan mengapa semua planet mengelilingi matahari. Menurutnya semua planet bergerak dengan orbit ellips mengelilingi matahari sebagai akibat adanya dua gerakan yang tidak setara, pertama adalah gerakan lurus ketika tata surya terbentuk dan kedua adalah gerakan matahari akibat gaya berat. Dengan demikian Newton pun membuktikan bahwa hukum yang sama mengenai benda-benda yang bergerak berlaku di mana-mana diseluruh alam semesta.

Dan dia pun membantah kepercayaan abad pertengahan yang percaya bahwa ada satu perangkat hukum untuk langit dan perangkat lain untuk bumi. Pandangan dunia heliossentris telah menemukan penegasan dan penjelasan finalnya. Ketika Newton membuktikan bahwa beberapa hukum alam berlaku diseluruh alam semesta, orang mungkin berfikir bahwa dengan cara itu dia akan merusak kepercayaan pada kekuasaan Tuhan. Namun keteguhan Newton sendiri tak pernah tergoyahkan, dan dia pun menganggap hukum alam sebagai bukti adanya Tuhan yang maha besar dan maha kuasa.

Tokoh Lain

Tokoh lain seperti Albert Einstein memiliki pandangan yang terkenal, yaitu “ilmu tanpa agama lumpuh dan agama tanpa ilmu buta”. Ini membawa konsep integrasi antara ilmu (sains) dan agama. Tanpa agama sains akan kehilangan inspirasi-inspirasi baru untuk berkembang, demikian agama tanpa ilmu akan tertutup dan eksklusif. Menurutnya agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung satu sama lain.

Sains dan Agama Pasti Ada yang Membedakan

Untuk diketahui juga bahwa sains terus berkembang mengikuti kemajuan zaman karena sifatnya yang dinamis. Sedangkan, agama berjalan di tempat karena memang sifatnya yang dogmatis. Agama tidak bisa berubah terlalu banyak karena harus merujuk pada satu sosok yang terikat oleh ruang dan waktu yang statis. Beda dengan sains, dia tidak mengkultuskan siapa pun.

Memang diketahui bahwa agama dan sains itu ada yang menganggap bersatu, ada juga yang tidak akan pernah bersatu. Selama ratusan tahun para pemikir yang mendukung agama dan ilmu pengetahuan berusaha menyatukan kedua hal ini. Banyak Perbedaan mendasar seakan tidak dapat di damaikan. Agama berawal dari keyakinan dan resisten terhadap perubahan, bersandar pada keimanan dan dogmatis serta bersifat subyektif dan emosional, sedangkan sains berawal dari keraguan dan setiap saat bisa mengalami perubahan dan selalu menguji hipotesis dan teorinya melalui pengalaman maupun eksperimennya, serta bertumpu pada fakta yang diamati dan bersifat obyektif rasional.

Agama Dan Sains, Apakah Berhubungan ?

Terdapat 2 sudat pandang yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan agama yaitu :

  1. Kita lihat apakah ada sebuah agama yang konsepsinya melahirkan keimanan dan sekaligus rasional, atau semua gagasan yang ilmiah itu bertentangan dengan agama, tidak memberikan harapan dan tidak melahirkan optimisme.
  2. Hal itu menjadi landasan dalam membahas hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan yaitu pertanyaan tentang bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia.

Untuk diketahui bahwa masa Reda Konflik Agama dan Sains mulai berlangsung pada abad 21. Dimana masyarakat dan ilmuwan mulai terbuka tentang isu-isu agama dan sains, dimana sudah muncul paradigma baru dalam ilmu pengetahuan, mekanistik deterministik menjadi probabilistik relatifistik. Menurut penulis memang agama dan sains harus bersatu dan pada dasarnya sih berkaitan satu sama lain dan dapat masuk akal serta dapat berpengaruh satu sama lain. Karena seperti ucapan Albert Enstein “ilmu tanpa agama lumpuh dan agama tanpa ilmu buta”.

Mungkin segini yang dapat penulis sampaikan, bagaimana tanggapan anda? Sampaikan di kolom komentar ya!

Referensi:

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA