Perundingan Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di kota

Suara.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah suatu pertemuan antara pihak Belanda, Indonesia, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Momen penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949.

Saat itu, KMB yang digelar di Den Haag bertujuan untuk menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang sudah lama terjadi. Penasaran seperti apa sejarah KMB? Berikut ini telah disiapkan ulasannya khusus untuk Anda. 

Sejarah Konferensi Meja Bundar

Seperti yang telah diketahui, bahwa Belanda pernah menjajah wilayah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun. Sejak tahun 1942, Belanda menyerah kepada Jepang sehingga wilayah Indonesia diambil-alih oleh Dai Nippon. Sehingga Indonesia akhirnya merdeka tanggal 17 Agustus 1945 setelah Jepang kalah dari Sekutu di Perang Dunia II. 

Baca Juga: Hari Laut Sedunia, Ini Sejarahnya

Namun ternyata, Belanda malah datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Belanda ingin menguasai wilayah Indonesia sehingga terjadilah serangkaian peperangan dan perundingan.

Pada tanggal 4 April 1949, digelar Perjanjian Roem-Royen antara Belanda dan Indonesia. Di mana perundingan tersebut berakhir pada 7 Mei 1949 dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya adalah persetujuan diadakannya KMB di Den Haag, kembalinya pemerintahan Republik ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan penerapan gencatan senjata. 

Setelah itu, perundingan antara pihak RI dan BFO dilakukan, di mana pertemuan ini disebut sebagai Konferensi Inter-Indonesia, yang dilaksanakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli-3 Agustus di Jakarta. BFO merupakan sebuah komite yang terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).

Dampak dan Tokoh Konferensi Meja Bundar

Indonesia membentuk delegasi pada tanggal 11 Agustus 1949 yang akan turut dalam perundingan KMB di Den Haag, Belanda. Selain Mohammad Hatta sebagai ketua delegasi, beberapa tokoh juga turut dilibatkan. Mereka adalah Mohammad Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Sukiman, Mr. Sujono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, serta Mr. Muwardi.

Baca Juga: Asal Usul Nagoya Hill, Pusat Wisata Belanja Barang Murah Terlengkap di Batam

Setelah melewati berbagai konferensi untuk persiapan mencari kesepakatan kedaulatan, Konferensi Meja Bundar berlangsung mulai tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda.

Lihat Foto

Dok. Kompas

Konferensi Meja Bundar, 23 Agustus 1949, antara lain memutuskan, sebagai imbalan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, pihak Belanda mendapat bayaran sebesar 4,5 miliar gulden dari pihak Indonesia.

KOMPAS.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi tonggak sejarah kemerdekaan Indonesia.

Pasalnya, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda masih berupaya menguasai Indonesia.

Berbagai upaya dilakukan Indonesia agar bisa merdeka. Mulai dari perang gerilya hingga diplomasi.

Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, Belanda menjadi upaya diplomasi yang akhirnya berhasil membebaskan Indonesia dari Belanda.

Peristiwa KMB terjadi pada 23 Agustus-2 November 1949.

Latar belakang dan tujuan Konferensi Meja Bundar

Sebelum KMB, Indonesia dan Belanda sudah beberapa kali mengupayakan kemerdekaan lewat diplomasi.

Baca juga: Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Kerugian bagi Indonesia

Ada perjanjian Linggarjati pada 1946, perjanjian Renville pada 1948, dan perjanjian Roem-Royen pada 1949.

Diadakannya Konferensi Meja Bundar juga menjadi salah satu kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen.

Tujuan dari diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar adalah mengakhiri perselisihan Indonesia dengan Belanda.

Dikutip dari biografi Mohammad Roem: Karier Politik dan Perjuangan, 1924-1968 (2002), Konferensi Meja Bundar bertujuan menyelesaikan sengketa Indonesia dan Belanda seadil dan secepat mungkin.

Lihat Foto

Wikipedia/Daan Noske

Perundingan dalam Konferensi Meja Bundar

KOMPAS.com - Konferensi Meja Bundar (KMB) menjadi salah satu bentuk perjuangan diplomatik Indonesia.

Diadakannya KMB merupakan tindak lanjut dari isi Perjanjian Roem-Royen.

Dikutip dari buku Sejarah Hukum Indonesia (2021) karya Sutan Remy Sjahdeini, Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.

Adapun konferensi ini dihadiri oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) yang merupakan gabungan negara bagian bentukan Belanda.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta. Perwakilan BFO dipimpin Sultan Hamid II. Sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen.

KMB yang berlangsung di Den Haag 1949, menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut, kecuali Belanda harus membayar seluruh utangnya kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).

Baca juga: Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, Hasil, dan Dampaknya

Menurut Syarifuddin dalam buku Bahan Pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia VI (2021), salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, Belanda adalah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Kedaulatan tersebut tidak dapat dicabut kembali dan bersifat tanpa syarat. Pengakuan tersebut selambat-lambatnya dilakukan pada 30 Desember 1949.

Berikut hasil Konferensi Meja Bundar (KMB):

  1. RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Belanda tergabung dalam Uni Indonesia-Belanda. Dalam uni tersebut, Indonesia dan Belanda akan bekerja sama, serta memiliki kedudukan yang sederajat
  2. Masalah Irian Barat akan dibahas dan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan
  3. Indonesia akan mengembalikan seluruh milik Belanda, dan membayar semua utang Hindia-Belanda sebelum 1949
  4. Kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia, dengan catatan beberapa korvet (kapal perang kecil) akan diserahkan kepada RIS
  5. Tentara Belanda secepat mungkin ditarik mundur, dan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) dibubarkan, dengan catatan bahwa beberapa anggotanya yang diperlukan akan masuk dalam kesatuan TNI.

Baca juga: Apa Dampak Positif Konferensi Meja Bundar Bagi Republik Indonesia?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Jakarta -

Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan di Gedung Parlemen di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949 - 2 November 1949.

Tujuan dari Konferensi Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, sekaligus memperoleh pengakuan kedaulatan Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Pada 4 Agustus 1949, pemerintah RI menyusun dan membentuk delegasi untuk menghadiri KMB. Perwakilan Indonesia pada KMB diketuai oleh Moh. Hatta, dengan beberapa anggotanya seperti Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo, dr. J. Leimina, Mr. Ali. S, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim, Kolonel T.B. Simatupang, dan Dr. Muwardi.

KMB dihadiri oleh Perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di Indonesia, seperti dikutip dari modul Sejarah Paket C Setara SMA/MA Kelas XII terbitan Kemendikbud yang ditulis oleh Aminullah, S.Pd., dkk.

Peserta yang menghadiri KMB antara lain:-Indonesia (Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Soepomo) -BFO (Sultan Hamid II) -Belanda (Mr. Van Marseveen)

-UNCI (Chritcley)

Hasil dari Konferensi Meja Bundar

Mengutip modul PKN SMP/MTs Kelas IX terbitan Kemendikbud oleh Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna Putra berikut merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar:

-Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. -Pembentukan Uni Belanda - RIS secara simbolis yang dipimpin oleh Ratu Belanda.-Ir. Soekarno dan Moh. Hatta akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RIS untuk periode 1949-1950, serta Moh. Hatta sebagai perdana menteri.-Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik, dan beberapa korvet akan diserahkan ke RIS. -Tentara KNIL dibubarkan, dan tentara Belanda ditarik mundur dengan catatan para anggota yang diperlukan dimasukkan dalam kesatuan TNI.-Masalah Irian Barat yang tidak dimasukkan ke dalam RIS, karena masih dikuasai oleh Belanda hingga sampai dilakukannya perundingan lebih lanjut.

-Pemerintah Indonesia harus menanggung utang Hindia Belanda 4,3 miliar gulden.

Penyerahan kedaulatan RI setelah KMB dari Belanda kepada Indonesia dilakukan di 2 tempat yakni di Jakarta (Indonesia) dan Amsterdam (Belanda) pada 27 Desember 1949.

Pada 23 Desember 1949, Indonesia yang diwakili Moh. Hatta berangkat ke Belanda. Penyerahan kedaulatan Indonesia di Belanda terjadi di ruang takhta Amsterdam, Belanda diwakili oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, dan Mr. A.M.J. A. Sassen.

Di Jakarta, naskah penyerahan kedaulatan diwakili oleh Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakil Indonesia dan A.H.J Lovink sebagai wakil dari Belanda.

Kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB ternyata masih belum bisa menyelesaikan permasalahan bagi Indonesia. RIS dianggap sebagai produk rekayasa van Mook, yang suatu saat bisa saja dijadikan strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.

Setelah melalui perjuangan diplomasi, deklarasi Juanda (deklarasi untuk mewujudkan batas wilayah laut sekitar NKRI yang bersatu dan berdaulat) dapat ditetapkan dalam Konvensi laut PBB ke III, pada 1982 (United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS).

KMB dapat diartikan sebagai perjuangan bangsa Indonesia melalui perundingan. Hal tersebut mencerminkan budaya bangsa dalam ideologi pancasila, yang mengutamakan persatuan dan kesatuan. Musyawarah mufakat dalam Konferensi Meja Bundar juga sekaligus membuktikan bahwa Indonesia adalah negeri yang cinta damai.

Simak Video "Deretan Tahun Paling Mengerikan dalam Sejarah Manusia"



(nwy/nwy)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA