Perjuangan kooperatif seperti apa yang dilakukan bangsa Indonesia pada masa pendudukan Jepang?

Strategi Pergerakan dan Perlawanan di Masa Pendudukan Jepang - Dalam menghadapi penjajahan Jepang, para pejuang memiliki strategi yang tidak sama. Ada dua macam golongan yaitu golongan kooperatif dan nonkooperatif. Golongan kooperatif bersedia kerja sama dengan Jepang. Mereka duduk dalam organisasi bentukan Jepang. Sedang golongan nonkooperatif adalah golongan yang tidak mau bekerja sama dengan Jepang, mereka membentuk organisasi bawah tanah. Berikut ini kelompok bawah tanah pada masa Jepang.

Strategi Pergerakan dan Perlawanan di Masa Pendudukan Jepang
Kelompok Bawah Tanah pada Masa Pendudukan Jepang
  1. Kelompok Syahrir. Pengikut Kelompok Syahrir adalah kaum terpelajar di berbagai kota misalnya Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang, dan lainnya. Syahrir menentang Jepang karena negara tersebut fasis. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga sering disebut strategi gerakan bawah tanah.
  2. Kelompok Amir Syarifuddin. Kelompok Kelompok Amir Syarifuddin juga antifasis dan menolak kerja sama dengan Jepang. Ia sangat keras mengritik Jepang sehingga tahun 1943 ditangkap kemudian dijatuhi hukuman mati. Setelah Jepang menyerah dan Indonesia merdeka tahun 1945 serta bantuan dari Bung Karno, maka Amir bebas dari hukuman tersebut.
  3. Golongan Persatuan Mahasiswa. Sebagian besar Golongan Persatuan Mahasiswa berasal dari mahasiswa kedokteran di Jakarta. Pengikutnya antara lain Jusuf Kunto, Supeno, dan Subandrio. Golongan mahasiswa yang anti terhadap Jepang, bekerja sama dengan kelompok Syahrir.
  4. Kelompok Sukarni. Anggota kelompok Kelompok Sukarni antara lain Adam Malik, Pandu Wiguna, Chaerul Saleh, dan Maruto Nitimihardjo. Peran dari kelompok Sukarni sangat besar pada waktu sekitar proklamasi kemerdekaan.
  5. Golongan Kaigun. Para anggota Golongan Kaigun bekerja pada Angkatan Laut Jepang, tetapi secara terus-menerus menggalang dan membina kemerdekaan. Beberapa anggota yang tergabung dalam kelompok Kaigun antara lain Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Maramis, Dr. Samsi, dan Dr. Buntaran Martoatmodjo. Kelompok ini mendirikan Asrama Indonesia Merdeka, dengan ketua Wikana.
  6. Pemuda Menteng. Kelompok Pemuda Menteng yang bermarkas di Gedung Menteng 31 Jakarta ini banyak yang menjadi pengikut Tan Malaka dari Partai Murba. Tokoh utama dari Pemuda Menteng di antaranya Adam Malik, Chaerul Saleh, dan Wikana.
Perlawanan terhadap Jepang - Pada masa pendudukan Jepang, kehidupan rakyat sangat menderita. Hal ini disebabkan rakyat dipaksa menjadi romusha dan dibebani kewajiban menyerahkan hasil panennya. Penderitaan yang dialami rakyat menyebabkan munculnya rasa benci terhadap Jepang. Kebencian itu diperparah dengan kewajiban untuk melakukan Seikerei ke arah Tokyo yang tidak dapat diterima. Akibatnya terjadi perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekejaman tentara Jepang.

Perjuangan yang bersifat kooperatif dilakukan oleh para pemimpin bangsa. Mereka bersedia bekerja sama dengan Jepang. Perjuangan yang kooperatif dilakukan dengan bergabung dalam organisasi-organisasi bentukan Jepang misalnya dalam Putera, Jawa Hokokai, Gerakan Tiga A, dan Cuo Sangi In. Di samping itu juga duduk dalam badan-badan pemerintahan Jepang.

  Jendela Info    Upacara seikerei adalah upacara dan penghormatan terhadap kaisar sebagai keturunan dewa matahari dengan membungkuk 90o ke arah Timur.


Perlawanan-Perlawanan yang Muncul terhadap Jepang
  • Pada bulan Februari 1944 timbul perlawanan rakyat Singaparna, dipimpin oleh Kyai Haji Zainal Mustofa. Sebabnya adalah penolakan terhadap upacara seikerei dan penderitaan rakyat akibat perlakuan buruk Jepang.
  • Di Indramayu pada bulan April 1944, tepatnya desa Kaplongan, Distrik Karangampel, rakyat bangkit melawan tentara Jepang. Demikian juga tanggal 30 Juli 1944 terjadi perlawanan rakyat di desa Cidempet, Kecamatan Lohbener. Penyebabnya tersebut adalah pengambilan padi secara paksa dan pengerahan tenaga.
  • Pada tanggal 10 November 1942 meletus perlawanan rakyat dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil dari Cot Plieng.
  • Di Jangka Buya terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang dipimpin seorang Giyugun bernama Teuku Hamid. Demikian juga di Pandrah, daerah Jenieb, Kabupaten Bireueh.
  • Rakyat Biak, Irian Jaya melakukan perlawanan terhadap tentara Jepang pada tahun 1943.
Perlawanan terhadap Jepang di Kalimantan Barat - Perlawanan rakyat terhadap Jepang juga terjadi di Kalimantan Barat namun mengalami kegagalan. Sebelum perlawanan rakyat meluas, pihak Jepang telah mengetahui karena telah menyusupkan mata-mata ke dalam organisasi perlawanan rakyat tersebut.
Perlawanan terhadap Jepang di Sulawesi Selatan - Perlawanan rakyat di Sulawesi Selatan terhadap pendudukan Jepang dikenal dengan nama Peristiwa Unra, karena peristiwa tersebut terjadi di desa Unra. Rakyat dipimpin Haji Temmale yang tidak dapat menahan lagi kemarahan akibat kekejaman tentara Jepang melakukan perlawanan.
Perlawanan terhadap Jepang, Pemberontakan PETA - Perlawanan yang paling besar terhadap pendudukan Jepang dilakukan oleh tentara PETA di Blitar, Jawa Timur tanggal 14 Februari 1945. Perlawanan ini dipimpin oleh Supriyadi. Perlawanan ini disebabkan oleh kekecewaan anggota PETA terhadap Jepang akibat kekejaman Jepang yang menyebabkan penderitaan rakyat, terutama yang dijadikan romusha oleh Jepang. Perlawanan rakyat yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari pemerintah Jepang. Kemerdekaan Indonesia diperjuangkan, dan kemudian dipertahankan oleh bangsa Indonesia sendiri. Berbagai Perubahan Akibat Pendudukan Jepang - Pendudukan Jepang telah mengakibatkan berbagai perubahan  pada masyarakat pedesaan Indonesia, khususnya Jawa. Kebijakankebijakan Jepang mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat. Berikut ini beberapa perubahan yang terjadi akibat pendudukan Jepang di Indonesia.
Akibat Pendudukan Jepang Aspek Politik Pemerintahan - Dalam bidang pemerintah terjadi perubahan dari  pemerintahan sipil ke pemerintahan militer, jabatan Gubernur Jenderal diganti dengan Panglima Tentara Jepang. Untuk memperlancar proses eksploitasi di pedesaan dan mengontrol rakyat, Jepang membentuk tonarigumi (Rukun Tetangga). Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengawasan terhadap penduduk.

  Jendela Info  Struktur pemerintahan di Jawa pada zaman Jepang yaitu:


- Syu (karesidenan)
- Si (kotamadya)
- Ken (kabupaten)
- Gun (kawedanan)
- Son (kecamatan)
- Ku (desa/Kelurahan)
- Tonarigumi (rukun tetangga) Akibat dibentuknya tonarigumi, peran dan fungsi lembaga politik tradisional memudar. Akibat Pendudukan Jepang Aspek Sosial Ekonomi - Pada masa Jepang, juga diberlakukan politik penyerahan padi secara paksa. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi para tentara. Akibat penyerahan padi itu antara lain angka kematian meningkat, tingkat kesehatan masyarakat menurun, kelangkaan bahan pangan, dan kesejahteraan sosial sangat buruk. Mobilitas sosial masyarakat cukup tinggi. Golongan pemuda, pelajar, dan tokoh masyarakat mengalami peningkatan status sosial. Hal ini disebabkan mereka bergabung dalam organisasi bentukan Jepang. Selain itu juga duduk dalam pemerintahan. Akibat Pendudukan Jepang Aspek Mentalitas Masyarakat - Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Melihat hal tersebut, Jepang memanfaatkannya sebagai tenaga kerja. Masyarakat pedesaan dipaksa menjadi romusha. Para romusha harus membuat pabrik senjata, benteng pertahanan, dan jalan. Mereka tidak hanya bekerja di Indonesia tetapi juga dikirim ke luar negeri. Para romusha sangat menderita dan tidak dapat upah dan makanan. Mereka masih menerima perlakuan yang kejam dari Jepang. Hal ini menimbulkan ketakutan pada masyarakat yang harus menyerahkan warganya untuk menjadi romusha.

Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II yang diawali dengan menyerbu Pearl Harbour, merupakan langkah awal untuk menguasai Asia, termasuk Indonesia. Dengan serangan yang sangat cepat, Belanda akhirnya bertekuk lutut kepada Jepang dalam Perundingan Kalijati 8 Maret 1942. Perundingan tersebut mengawali penjajahan Jepang di Indonesia.

Perlakuan Jepang yang sangat kejam terhadap para romusha sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagai sesama makhluk Tuhan, hendaklah saling menghormati dan menghargai hak-hak setiap manusia. Meskipun gerak perjuangan yang dilakukan para pejuang berbeda-beda, namun tetap memiliki satu tujuan yaitu mencapai Indonesia merdeka. Belajar dari pengalaman tersebut, kita tidak perlu mempermasalahkan perbedaan-perbedaan strategi yang ditempuh untuk mewujudkan keutuhan bangsa. Perbedaan-perbedaan tersebut hendaknya dapat melengkapi satu sama lain.


Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Bangsa Indonesia mengadakan perjuangan atau perlawanan melalui lembaga resmi pemerintahan, melalui gerakan bawah tanah, dan melalui tindakan kekerasan serta pemberontakan. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan Semua itu mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut

1. Perjuangan melalui kerja sama (koperasi)

Karena gerakan yang non-kooperatif tidak mendapat tempat, para pejuang melakukan gerakan kooperatif yang dapat diterima oleh Jepang. Tujuan utama perjuangan mereka adalah mencapai Indonesia merdeka. Kerja sama kooperatif dengan pemerintah Jepang hanyalah suatu siasat atau taktik belaka. Dengan cara ini, para pejuang dapat duduk dalam lembaga-lembaga pemerintah. Dengan demikian, mereka dapat memperjuangkan atau membela nasib rakyat. Di samping itu, para pejuang dapat memanfaatkan organisasi dan lembaga-lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk perjuangan kaum nasionalis, antara lain :

  • Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) Tujuan Jepang membentuk PUTERA adalah agar kaum nasionalis dan intelektual menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Jepang. Namun oleh para pemimpin Indonesia, PUTERA justru dimanfaatkan untuk membela rakyat dari kekejaman Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme, cinta tanah air , anti kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian PUTERA ini ibarat tombak bermata dua.
  • Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai) Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasi nasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya.
  • Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat) Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.

2. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah ( Non Kooperasi )

Selain melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah tanah antara lain sebagai berikut

  • Gerakan Kelompok Sutan Syahrir . Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang Jepang karena merupakan negara fasis. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.
  • Golongan Persatuan Mahasiswa golongan ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
  • Kelompok Pemuda Menteng 31 Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang (Sendenbu). Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta. Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
  • Golongan Kaigun Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia.

Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai berikut :

Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942) Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot Pleing. Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.

Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943) Perlawanan ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan. Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.

Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944) Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah, perlawanan ini lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.

Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)

Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang dengan kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.

Pemberontakan Peta. Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang adalah pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.

Pendudukan Jepang di Indonesia berdampak pada merosotnya kualitas hidup masyarakat, seperti kekurangan makanan, rakyat terpaksa makan umbi-umbian, bekicot, pohon pisang, pohon pepaya, dan sebagainya. Akibatnya rakyat Indonesia kurang gizi, gairah kerja merosot, angka kematian meningkat, kelaparan terjadi di mana-mana, berbagai penyakit timbul seperti pes, beri-beri, sakit kulit, kutu kepala, dan sebagainya. Sebagian besar rakyat di desa-desa, terpaksa memakai pakaian dari karung goni atau “bagor” atau lembaran karet/rami.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA