perbedaan agama islam dan non islam

Kedua kondisi ini tampaknya agak kontradiktif, namun Soekarno memecahkan permasalahan ini dengan hipotesa bahwa setiap agama (termasuk Hindu) pada dasarnya mempunyai satu Ketuhanan tertinggi.

Meskipun Indonesia bukan negara Islam, namun prinsip-prinsip Islam memang mempengaruhi kebijakan politik. Selain itu, kelompok-kelompok Muslim radikal tertentu terbukti kadang-kadang mempengaruhi kebijakan politik dan yudisial dengan ancaman kekerasan.

Sebuah keganjilan dari sikap pemerintah Indonesia terhadap kebebasan agama di dalam negara ini adalah bahwa pemerintah mengakui hanya enam agama saja (yaitu Islam, Protestantisme, Katolisisme, Hinduisme, Buddhisme dan Konghucu). Setiap orang Indonesia wajib untuk merangkul salah satu agama tersebut yang merupakan data pribadi yang disebutkan di dalam dokumen resmi seperti paspor dan kartu identitas lain.

Ateisme tidak merupakan suatu pilihan. Bahkan ateisme merupakan sebuah filsafat yang secara umum tidak diterima oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini pernah terjadinya kasus orang Indonesia mengumumkan pandangan ateisme di media sosial yang kemudian berujung pada ancaman dari masyarakat setempat dan penangkapan oleh polisi atas dasar penghinaan Tuhan.

Komposisi Agama di Indonesia

        Persentase
(dari populasi total)
Angka Absolut
        (juta)
Muslim             87.2        207.2
Kristen              6.9         16.5
Katolik              2.9          6.9
Hindu              1.7          4.0
Buddha              0.7          1.7
Konghucu             0.05          0.1

Sumber: Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010

Perlu ditekankan bahwa para pengikut keenam agama yang disebutkan di atas tidak merupakan kelompok yang koheren. Misalnya, ada banyak orang Muslim di Indonesia yang strik maka mereka terfokus pada masjid, Al-Quran dan ritual Islam, maka Islam memainkan peran penting dalam kegiatan sehari-hari dan kehidupan mereka. Namun, ada juga banyak orang Muslim moderat di Indonesia yang tergolong Muslim sesuai dengan kartu identitas mereka dan/atau latar belakang Muslim keluarga mereka, tetapi yang jarang bersholat, jarang mengunjungi masjid, dan jarang membaca Al-Quran. Perbedaan yang sama dapat ditemukan dalam keenam agama yang lain.

Meskipun tidak diakui oleh pemerintah masih tetap ada juga animisme di beberapa wilayah Indonesia. Berbagai varietas animisme sudah dipraktekkan di wilayah ini sebelum kedatangan agama Hindu (agama Hindu ini tiba di Nusantara melalui jaringan perdagangan yang membentang dari Cina ke India pada abad pertama setelah Masehi). Namun, selama berabad-abad aliran animisme ini telah bercampur dengan agama-agama monoteistik utama (dan Islam Sufi), yang mengakibatkan adanya beberapa keyakinan lokal tertentu seperti Kejawen di Jawa dan Kaharingan di Kalimantan (dianut oleh orang Dayak). Dalam rangka memenuhi Pancasila (yang menetapkan "keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa"), penganut animisme cenderung diklasifikasikan sebagai umat Hindu karena agama ini lebih fleksibel untuk menyerap aliran ini.

Agama & Kekerasan

Sepanjang sejarahnya, agama juga merupakan penyebab banyaknya kekerasan di Indonesia. Mengenai sejarah masa kini, terdapat satu titik balik yang penting. Setelah jatuhnya rezim Orde Baru presiden Suharto (yang dicirikan oleh pemerintah pusat yang kuat dan masyarakat sipil yang lemah) suara Islam yang radikal dan tindakan kekerasan (aksi teroris) - yang sebelumnya sebagian besar ditekan pemerintah - sempat muncul ke permukaan dalam bentuk serangan bom serta ancaman lain.

Di era Reformasi berbagai media Indonesia pernah memberitakan soal kekerasan antar agama, misalnya kelompok Muslim yang radikal terhadap kelompok agama minoritas seperti para Ahmadiyya dan Kristen. Apalagi, para pelaku dan pemicu kekerasan tersebut biasanya dijatuhkan hukuman penjara yang ringan. Hal tersebut telah mendapatkan perhatian internasional dan sejumlah pemerintah, organisasi serta media menyatakan keprihatinan atas penjaminan kebebasan agama di Indonesia.

Akan tetapi - betapa pun ngerinya - serangan tersebut adalah pengecualian, dan harus ditekankan bahwa mayoritas masyarakat Muslim di Indonesia sangat mendukung masyarakat yang pluralis dan damai jika menyangkut hal agama. Jika Anda ingin membaca lebih lanjut mengenai Islam radikal di Indonesia, silakan mampir ke bagian Islam Radikal. Sebagai penutup, perlu ditekankan juga bahwa intoleransi dan diskriminasi agama datang dalam bentuk non-kerasan misalnya kesulitan untuk membangun tempat ibadah untuk umat non-Muslim di daerah yang ditempati mayoritas Muslim (dan vise versa). Namun, setiap minoritas di setiap negara kemungkinan besar akan dihadapkan dengan tindakan diskriminatif. Indonesia bukan pengecualian dalam hal ini.

Islam di Indonesia

Mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Tetapi ini tidak berarti bahwa umat Islam itu merupakan umat yang koheren. Karena daerah-daerah di Indonesia mempunyai sejarah sendiri-sendiri, diwarnai oleh pengaruh yang berbeda, keadaan aliran-aliran Islam yang kini ada berbeda juga. Meskipun sebuah proses PAN-Islamisasi sudah mulai sejak beberapa abad yang lalu, Indonesia tidak kehilangan keragaman dalam varietas Islam.

Saat ini ada lebih dari 207 juta orang muslim yang tinggal di Indonesia, sebagian besar muslim sunni. Perdagangan memainkan peran penting dalam proses Islamisasi Indonesia. Namun, ini bukan proses cepat dan mudah dan kadang-kadang dipaksa oleh kekuatan pedang. Proses Islamisasi Indonesia terjadi dalam serangkaian gelombang yang melibatkan perdagangan global, pendirian berbagai kesultanan muslim yang berpengaruh, dan gerakan sosial.

Lanjut baca mengenai agama Islam di Indonesia

Kristen & Katolik di Indonesia

Salah satu contoh dampak dari pengaruh berkelanjutan Eropa dan pemerintahan kolonial Belanda pada masyarakat Indonesia adalah adanya rata-rata 23 juta orang Kristen serta Katolik yang saat ini tinggal di Indonesia. Agama Kristen merupakan agama terbesar kedua dan agama Katolik terbesar ketiga, namun dua-duanya relatif kecil dibanding Islam. Agama Kristen di Indonesia lebih dikenal sebagai Protestantisme di dunia Barat. Penganut agama Kristen dan Katolik kebanyakan ditemukan di Indonesia bagian timur.

Meskipun telah terjadi beberapa insiden kekerasan antara kaum Muslim dan Kristen (yang paling terkenal yaitu konflik Muslim-Kristen di Maluku pada tahun 1999-2002) serta penutupan paksa beberapa gereja, penyembah kedua agama ini umumnya hidup dalam harmoni sosial. Terlepas dari gereja Kristen dan Katolik yang tradisional, gerakan karismatik (yang - seperti Pentakosta - menempatkan penekanan pada karunia Roh Kudus) bertumbuh pesat di kota-kota besar di Indonesia.

Lanjut baca mengenai agama Kristen & Katolik di Indonesia

Hinduisme di Indonesia

Agama Hindu mempunyai sejarah yang paling panjang di Indonesia dibanding dengan agama resmi lain. Namun, sebagian besar masa lalu agama Hindu ini dilenyapkan di banyak pulau karena penaklukan atau 'dimakan waktu'. Hanya pulau Bali yang dari dulu sangat populer di kalangan wisatawan merupakan pengecualian yang nyata. Hingga kini mayoritas penduduk pulau ini menganut agama Hindu Bali, salah satu alasan turis dari seluruh dunia datang ke pulau ini.

Sebelum agama Hindu dan Buddha tiba di Nusantara, penduduk pribumi mempraktekkan aliran-aliran animisme. Namun, waktu agama Hindu tiba di bagian barat Nusantara melalui jaringan perdagangan yang membentang dari Cina ke India pada abad pertama Masehi, penguasa lokal menganggap agama baru ini sebagai alat yang bisa bantu untuk meningkatkan kekuasaan mereka. Dengan menggambarkan diri sebagai dewa Hindu, mereka berhasil menumbuhkan status mereka.

Lanjut baca mengenai agama Hindu di Indonesia

Jakarta -

Beribadah bagi umat beragama merupakan hak asai paling dalam. Nabi Muhammad Saw sejak awal selalu memberikan perhatian terhadap hak beribadah kepada umat non-muslim. Al-Qur'an sendiri menyinggung tidak kurang 15 kali kata Yahudi, 10 kali kata Nashrani, termasuk beberapa kali agama-agama lain seperti Majusi, dan Shabi'in. Ini artinya Al-Qur'an memberi pengakuan akan keberadaan agama lain selain Islam, meskipun bagi umat Islam tentu agama yang benar di sisihnya ialah Islam sebagaimana dalam ayat: Innad din 'indallah al-islam (Sesungguhnya agama di sisih Allah ialah Islam/Q.S. Ali 'Imran/3:19). Upaya untuk mengajak orang lain memilih Islam dilakukan dengan bijaksana, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat-Nya: Ud'u ila sabili Rabbika bil hikmah wal mau'idhatil hasanah, wa jadilhum billati hiya ahsan (Ajaklah oarng-orang ke jalan Tuhanmu dengan penuh kebijakan (hikmah), dengan nasehat yang baik, dan ajaklah berdialog dengan cara-cara yang lebih baik). Ayat-ayat tersebut sangat masyhur di dalam kegiatan dakwah Islam.

Nabi Muhammad Saw juga memberi kesempatan kepada umat non-muslim beribadah atau Nabi tidak pernah terdengar mencekal seseorang melakukan ibadah asal yang dilakukan itu betul-betul ibadah sesuai dengan tuntunan ibadah dalam agamanya. Bahkan Nabi selalu mengingatkan umatnya jika melakukan peperangan dengan suatu kaum agar tidak merusak atau menghancurkan rumah-rumah ibadah mereka. Larangan seperti ini terus dipertahankan para Khulafa al-Rasyidin yang melanjutkan kepemimpinan Nabi setelah wafat.

Dalam tulisan Albalaziri dikutip sebuah riwayat yang menuliskan perjanjian Nabi dengan non-muslim yang di antara pasalnya disebutkan sebuah redaksi cukup menarik, yaitu: "Seorang uskup tidak mesti merubah keuskupannya, begitu pula seorang rahib tidak perlu merubah kerahibannya, dan begitu pula seorang pendeta tidak perlu merubah kependetaannya" (h. 76). Dalam kesempatan lain Nabi pernah bersabda sebagaimana dikutip dalam buku Albalaziri: "Barangsiapa yang tetap dalam agama Yahudi atau Nashrani maka ia tidak akan dipersoalkna" (h. 82). Bahkan di dalam Kitab Ibn Katsir mengutip sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad Saw pernah memberikan izin kepada delegasi tokoh lintas agama, khususnya mereka yang beragama Nashrani Najran melakukan kebaktian di samping mesjid Nabi ketika mereka melakukan kunjungan persahabatan dengan Nabi. (Jilid IV h. 91).

Apa yang telah dilakukan Nabi juga dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Kebijakannya terhadap penduduk Iliyah (Palestina) ditegaskan bahwa: "Gereja-gereja mereka tidak dapat ditinggali (oleh orang-orang Islam), dirobohkan, atau dikurangi, termasuk pagar-pagarnya, begitu pula salib-salib mereka dan apa saja dari kekayaan mereka. Mereka tidak boleh dipaksa atas agamanya, dan tidak boleh ada di antara mereka yang mendapatkan mudharat". (Lihat kembali artikel terdahulu tentang Piagam Aeliya).

Hal yang sama juga dilakukan oleh Amr bin 'As, memberikan kebebasan sepenuhnya umat non-muslim melakukan ibadah dan merawat rumah-rumah ibadah mereka dengan baik. Ia memberikan jaminan kebebasan beragama kepada seluruh wilayah yang dikuasainya dan menganjurkan kepada pemerintah di tingkat daerah agar menjamin hak-hak beribadah bagi warga non-muslim. Umat non-muslim di masa-masa awal tidak pernah merasa dihalangi beribadah dan menjalankan tradisi keagamaannya. Dari segi inilah, Sir Thomas Arnold dalam tahun 1950-an pernah membantah rekan-rekannya dari kalangan orientalis yang mengatakan Islam berkembang di seantero dunia karena pedang. Ia berpendapat bahwa banyaknya orang beralih ke agama Islam karena keluhuran ajaran dan kemuliaan pemimpinnya. Samasekali bukan karena ancaman atau tekanan terhadap mereka.

Prof. Nasaruddin Umar

Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta


Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis

(erd/erd)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA