Pada usia berapakah nabi berlayar ke Syam yang kedua kalinya?

Ilustrasi. Kisah perjalanan nabi ke negara syam/ /

Berita Sampang.com - Ketika usia Nabi Muhammad saw memasuki 25 tahun, untuk yang kedua kalinya nabi melakukan perjalanan ke negeri syam.

Perjalanan pertama ke negeri syam nabi lakukan ketika berusia 9 tahun.

Baca Juga: Tafsir Ibnu Katsir Ayat ke-189 Surah Al-Baqarah Disertai dengan Terjemahannya

Waktu itu nabi membawa dagangan milik ahli makkah ditemani pamannya, abu thalib.

Namun nabi gagal sampai dinegeri syam karena bertemu dengan pendeta buhaira.

Baca Juga: Tafsir Ibnu Katsir Ayat ke-188 Surah Al-Baqarah Disertai dengan Terjemahannya

>

Perjalanan nabi ke negeri syam yang kedua, sama-sama membawa dagangan.

namun kali ini bukan milik ahli makkah, melainkan milik Sayyidah Khadijah, seorang saudagar kaya raya.

Baca Juga: Tafsir Ibnu Katsir Ayat ke-186 Surah Al-Baqarah Disertai dengan Terjemahannya

Ketika sayyidah khadijah mendengar kabar bahwa nabi adalah orang yang sangat jujur, dan memiliki akhlaq yang sangat baik, timbul rasa penasaran sayyidah khadijah kepada nabi muhammad saw. 

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

SERAMBINEWS.COM - Umat Muslim merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Selasa (20/11/2018).

Maulid Nabi merupakan peringatan hari lahir Nabi Muhammad, yang jatuh pada tanggal 12 Rabi'ul Awal setiap tahunnya.

Dirangkum TribunWow berikut adalah biodata lengkap Nabi Muhammad SAW :

Biodata Rasulullah SAW

Nama : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalibs bin Hashim

Lahir : Subuh hari Isnin, 12 Rabiulawal bersamaan 20 April 571 Masehi (dikenali sebagai Tahun Gajah; karena peristiwa tentara bergajah Abrahah yang menyerang kota Ka'bah)

Tempat Lahir : Di rumah Abu Thalib, Makkah Al-Mukarramah

Nama Ibu : Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf

Nama Bapak : Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hashim

Pengasuh Pertama : Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman Hamba perempuan bapak Rasulullah SAW)

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: TribunWow.com

Bisnis dagang Rasulullah secara mandiri baru dimulai ketika dia mencapai usia remaja.

Jumat , 19 Oct 2018, 01:02 WIB

Pixabay

Rasulullah

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sang uswatun khasanah, Rasulullah SAW, juga merupakan seorang pedagang ulung. Hidup di tengah keluarga pedagang membuatnya terlibat dalam perdagangan sejak usia belia.

Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfurry dalam Sirah Nabawiyyah menyebutkan, saat itu usia nabi baru bekisar 12 tahun. Dia turut serta dalam perjalanan dagang pamannya, Abu Thalib. Inilah perjalanan dagang pertama Muhammad. Pada perjalanan inilah terjadi sebuah pertemuan nabi dengan rahib Nasrani yang mengenalinya sebagai bakal utusan Allah yang terakhir.

Bisnis dagang Rasulullah secara mandiri baru dimulai ketika dia mencapai usia remaja. Rasulullah berdagang bersama As-Saib bin Abus-Saib yang merupakan rekanan terbaik, tidak pernah saling curang dan saling berselisih.

Al Mubarakfury menyebutkan, dalam berdagang, nabi dikenal dengan setinggi-tingginya nilai amanah, nilai kejujuran, dan sikap menjaga kehormatan diri. Inilah karakternya di segenap sisi kehidupannya, hingga diberi gelar al-Amin.

Usaha perdagangan Rasulullah pun tidak main-main. Dia telah terlibat dalam perdagangan internasional sejak remaja. Di usia 17 tahun, Muhammad telah memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri.

Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan, reputasi Rasulullah dalam dunia bisnis demikian bagus, sehingga dia dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Afzalur Rahman juga mencatat, dalam ekspedisi perdagangannya Muhammad telah mengarungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.

Kesuksesan bisnis Rasulullah pun makin cemerleng ketika  dia bertemu Ummul Mukminin Khadijah. Sebelum mempersunting Khadijah, Rasulullah merupakan rekan bisnis Khadijah. Buku Khadijah: The True Love Story of Muhammad mengkisahkan, suatu hari Khadijah mendengar kabar tentang pemuda yang sangat terpercaya di kalangan Arab, dialah Rasulullah Muhammad. Tertarik menjadikan pemuda itu karyawannya, Khadijah pun memanggilnya. Muhammad pun menerima tawaran Khadijah dengan senang hati.

Khadijah pun mengirim Rasulullah sebagai pemimpin kafilah dagang ke negeri Syam. Seorang budak kepercayaan Khadijah bernama Maysarah pun ikut serta dalam kafilah tersebut. Menurut Maysarah, selama ia mengikuti kafilah dagang nabi, ia melihat dua malaikat membawa awan di atas kepala nabi untuk melindunginya dari terik matahari.

Di tangan Rasulullah, hasil perdagangan mengalami peningkatan. Bisnis Khadijah di negeri Syam pun semakin besar, laba yang dihasilkan meningkat tajam. Keputusan Khadijah memilih Muhammad sebagai tangan kanan bisnisnya menjadi keputusan tepat. Ia pun terus bermitra dengan Rasulullah dalam menjalankan bisnis tersebut.

Profesi sebagai pedagang ditekuni Rasulullah sampai dia diangkat menjadi nabi dan rasul di usia yang ke- 40. Muhammad Sulaiman PhD dan Aizuddinur Zakaria dalam Jejak Bisnis Rasul mencatat pengalaman kerja Rasulullah sebagai berikut.

Usia delapan sampai 12 tahun menggembala domba, usia 12 tahun ikut berdagang ke negeri Syam dengan rombongan pamannya, Abu Thalib. Usia 25 tahun, menjadi pengelola perdagangan Siti Khadijah yang berangkat ke negeri Syam. Usia 40-63 menjadi rasul.

  • teladan rasulullah
  • rasulullah saw

sumber : Dialog Jumat Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Nabi Muhammad melakukan perjalanan ke Syam bersama pamannya Abu Thalib.

Jumat , 18 Dec 2020, 13:58 WIB

Pixabay

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad ke Syam

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yunahar Ilyas

Baca Juga

JAKARTA -- Sepeninggal Aminah, Muhammad sepenuhnya diasuh oleh kakeknya Abdul Muththallib yang sangat menyayanginya melebihi sayangnya kepada anak-anaknya. Diceritakan oleh Ibnu Hisyam bahwa ada satu tempat istirahat khusus untuk Abdul Muththalib di bawah naungan Ka’bah.

Anak-anaknya biasa duduk mengelilingi tempat itu menunggu kedatangan ayah mereka. Pada suatu hari Muhammad datang dan langsung duduk di tempat istirahat khusus untuk Abdul Muththalib tersebut.

Spontan anak-anaknya menarik Muhammad agar mundur dari tempat tersebut. Ketika hal itu diketahui oleh Abdul Muththalib beliau menegur anak-anaknya. “Biarkan cucuku ini, sungguh dia begitu istimewa.” katanya, seraya duduk di samping Muhammad. Sang kakek lalu mengelus-elus punggung sang cucu dengan penuh kasih sayang.

Saat Muhammad berusia delapan tahun dua bulan sepuluh hari, Abdul Muththalib berpulang di Makkah. Pemimpin suku Quraisy dan seluruh penduduk Makkah itu wafat dalam usia 80 tahun. Sebelum wafat dia telah berencana menyerahkan cucunya itu dalam asuhan Abu Thalib saudara kandung ayah Muhammad. (Ar-Rahiq al-Makhtum: 69)

Kembali Muhammad dirundung kesedihan ditinggal mati oleh kakeknya sebagaimana yang pernah dialaminya ketika ibunya meninggal. Sekarang  Muhammad kecil diasuh oleh pamannya Abu Thalib.

Sebenarnya Abu Thalib bukanlah paman tertua dari Muhammad. Haritslah yang tertua, tapi dia tidak seberapa mampu. Yang lebih mampu dan berkecukupan adalah Abbas, paman beliau yang lain, tapi Abbas kikir sekali dengan hartanya, itu sebabnya dia hanya memegang urusan siqâya (urusan minum) tanpa mengurus rifada (urusan makan) bagi peziarah Baitullah.

Sebenarnya Abu Thalib, secara ekonomi juga kurang mampu, tetapi dia mempunyai perasaan yang halus dan penyayang, serta menempati kedudukan yang terhormat di kalangan Quraisy. (Hayâtu Muhammad:55). Abu Thalib mencintai kemenakannya iu sama seperti Abdul Muththalib mencintainya.

Oleh sebab itu dia mendahulukan kemenakannya itu daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya. (Hayatu Muhammad:56)

Muhammad kecil ikut membantu pamannya menggembalakan kambing milik keluarga dan juga kambing beberapa penduduk Makkah. Pengalaman menggembala kambing waktu kecil itu nanti diingat Nabi dengan gembira.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanadnya dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata: Pengembala onta dan kambing berbangga di sisi Nabi SAW, lalu Nabi bersabda: “Rasa bangga bagi pengembala onta, ketenteraman bagi pengembala kambing. Musa diutus dan dia pernah mengembalakan kambing milik keluarganya, aku diutus dan aku juga pernah mengembalakan kambing milik keluargaku di Jiyad.” Dalam kesempatan lain Nabi juga mengatakan bahwa waktu kecil beliau pernah menggembalakan kambing milik penduduk Makkah. (lihat Muhammad Suwailaim Abu Syuhbah, As-Sirah an-Naabwiyah ‘ala Dhu’i Al-Qur’an wa as-Sunnah, 1427 jilid 1 hal,  209)

Perjalanan Pertama ke Syam...

Abu Thalib bersama kafilah dagang dari Makkah akan berangkat berdagang ke Syam. Dia khawatir meninggalkan Muhammad kecil di Makkah, tapi juga tidak tega membawa Muhammad menempuh perjalanan jauh melintasi padang pasir menuju negeri di utara jazirah Arabia tersebut.

Tapi untunglah Muhammad sendiri yang berkehendak ingin mendampingi pamannya itu menempuh perjalanan jauh. Waktu itu Muhammad sudah berumur 12 tahun.

Tatkala kafilah dagang sampai di Bushra, Syam bagian selatan, mereka dijamu oleh pendeta atau rahib Buhaira. Buhaira melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri anak kecil tersebut.

Ketika melihat kafilah dagang Abu Thalib lewat di depan gerejanya, Buhaira keluar menyambut mereka dan berbaur dengan rombongan tersebut, lalu berusaha menghampiri Muhammad. Dia menggenggam tangan anak tersebut dan berkata: “Inilah penghulu para rasul. Inilah Rasul utusan Tuhan alam semesta. Inilah orang yang diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam”.

Mendengar perkataannya Abu Thalib bertanya: “Dari mana engkau tahu? Buhaira menjawab: “Sungguh, ketika kalian mulai mendekati Aqabah, semua batu dan pepohonan bersujud (merunduk) padahal batu dan pohon tidak akan bersujud, kecuali di situ ada seorang nabi. Aku mengenali dia dari cincin nubuwat di bawah tulang rawan bahunya. Bentuknya menyerupai buah apel. Kami mengetahui tanda seperti itu dari kitab suci kami”.

Buhaira menjamu seluruh kafilah layaknya tamu. Dia minta Abu Thalib untuk segera membawanya kembali ke Makkah. Jangan diteruskan pergi ke Syam membawa Muhammad. Buhaira khawatir kalau orang-orang Romawi dan Yahudi mengetahuinya, mereka akan membunuhnya. Maka Muhammad dibawa kembali ke Makkah, sesuai anjuran pendeta tersebut. (Ar-Rahiq al-Makhtum: 70)

Versi lain menyebutkan setelah mengetahui dari kitab suci Taurat dan Injil yang dipelajarinya, bahwa akan muncul Nabi akhir zaman dari Makkah, maka Buhaira selalu mengamati kafilah dagang yang datang dari Makkah. Maka tatkala dia melihat dalam rombongan Abu Thalib ada seseorang yang selalu dinaungi oleh awan, maka dia berinisiatif menjamu rombongan tersebut.

Satu riwayat menyatakan Muhammad kecil ikut dibawa menghadiri perjamuan, tapi versi lain menyebutkan Muhammad tidak dibawa, tetapi kemudian Buhaira meminta supaya anak kecil itu dibawa.

Dalam perjamuan itulah Buhaira memperhatikan Muhammad dan mengamatinya secara mendalam lalu menemukan tanda-tanda nubuwah pada dirinya. Setelah jamuan usai, Buhaira menanyakan kepada Abu Thalib siapa anak kecil yang bersamanya itu.

Abu Thalib menjawab: “Anakku.” “Seharusnya bapaknya sudah meninggal,” kata Buhaira. Abu Thalib membenarkan dan menjelaskan bahwa anak kecil itu adalah anak saudaranya. Bapaknya sudah meninggal tatkala dia masih dalam kandungan ibunya.

Buhaira membenarkan Abu Thalib dan menyarankan supaya Muhammad segera dibawa kembali ke Makkah dan waspadalah terhadap orang-orang Yahudi. “Demi Allah, kalau orang-orang Yahudi mengetahui apa yang aku ketahui tentang anak itu tentu mereka akan mencelakai anak itu. Urusan anak saudaramu itu adalah urusan yang sangat besar.” Demikian peringatan pendeta Nasrani tersebut. (Muhammad Sulaim: As-Sirah an-Naabwiyah 211)

Hanya sekali itu Abu Thalib membawa Muhammad menempuh perjalanan jauh ke Syam. Abu Thalib pun tidak pernah lagi melakukan perjalanan ke Syam, dia merasa cukup dengan harta yang didapatnya walaupun tidak seberapa.

Dia menetap di Makkah mengasuh dan membesarkan anak-anaknya dan terutama kemenakan yang sangat disayanginya Muhammad. Muhammad pun tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Dia mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh anak-anak seusianya. (Hayâtu Muhammad:57)

Muhammad selalu dilindungi oleh Allah. Tidak pernah mengerjakan hal-hal yang tidak terpuji. Sebagaimana seluruh nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad adalah seorang mitsaliyah sejak lahir dan sepanjang hidupnya. Nanti setelah jadi pemuda dewasa, baru Muhammad pergi lagi ke Syam berniaga membawa barang dagangan milik Khadijah. 

-----

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 16 Tahun 2018

//www.suaramuhammadiyah.id/2020/12/08/nabi-muhammad-saw-5-perjalanan-pertama-ke-syam/

sumber : Suara Muhammadiyah

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA