Obat daftar g adalah nama lain obat

Petugas menunjukkan barang bukti dalam rilis kasus tindak pidana bidang kesehatan dan atau perlindungan konsumen terhadap pelaku usaha yang mengedarkan obat-obatan tanpa izin edar, di Polda Metro Jaya, Jakarta. (Foto: ANTARA/Aprillio Akbar)



Jakarta: Kepala Penindakan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) DKI Jakarta Zulfikar menyebut obat golongan G atau obat keras hanya boleh diperjualbelikan di apotek. Selain itu, juga harus dengan resep dokter.  "Tetapi ini ada juga didapatkan di toko kosmetik. Artinya di situ ada pelanggaran," ujarnya di Polda Metro Jaya, Kamis, 7 Februari 2019. Zulfikar mengatakan umumnya obat golongan G tak memuat cukup informasi tentang obat maupun bahan yang terkandung di dalamnya. Termasuk takaran atau dosis konsumsi, komposisi, dan nama obat itu sendiri. "Ini enggak jelas didapat di dalam bungkusan kecil-kecil. Makanya, kita masukkan pelanggarannya tanpa izin edar, karena tidak jelas identitasnya," tukas Zulfikar.

Baca juga: Polisi Bongkar Peredaran Obat Ilegal

Lebih lanjut, Zulfikar mengungkapkan obat-obatan jenis G memberi efek menenangkan. Berdasarkan hasil uji laboratorium, dalam satu dosisi obat jenis G terkandung trihexyphenidyl yang biasanya dipergunakan untuk antiparkinson pada dosis terapi. "Dan biasanya dipergunakan pada kasus skizofrenia di rumah sakit jiwa. Kasarnya begitu," ujarnya. Sejumlah obat golongan G lain di antaranya Hexymer (tablet kuning), Alprazolam, Double L, Tramadol, dan Trihexyphenidyl (Double Y). Isi per bungkus biasanya sebanyak lima butir dan dijual dengan kisaran harga Rp10ribu hingga Rp25 ribu. Subdit I Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran obat tanpa izin edar. Terkait kasus itu, tujuh orang ditangkap. Mereka adalah MY, 19, MA, 28, HS, 29, MS, 29, SF, 29, ML, 29, dan MD, 18.
Tujuh tersangka ditangkap terkait peredaran obat tanpa izin edar - Medcom.id/Siti Yona Hukmana. Sejumlah toko juga kedapatan menjual obat keras ini di antaranya, Toko Kosmetik (tanpa nama) di Mustika Sari, Mustika Jaya, Bekasi Kota. Toko Kosmetik (tanpa nama) di Cemuning, Mustika Jaya, Bekasi Kota. Toko Kosmetik dan Obat 'Risky' di Cipayung, Jakarta Timur. Toko Obat dan Kosmetik di Kembangan Utara, Jakarta Barat.  Kemudian, Toko Obat dan Kosmetik di Rawa Lumbu, Kota Bekasi. Toko Kosmetik 'Ratana 2' di Taman Sari, Jakarta Barat serta Toko Kosmetik dan Obat 'Risky' di Makasar, Jakarta Timur.

Ketujuh tersangka dikenakan Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pidananya penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Tak hanya itu, mereka juga dikenakan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a, dan i UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Editor : Meilikhah

Jakarta - ABG kelompok geng motor kerap mengkonsumsi obat-obatan daftar golongan G sebelum berbuat onar di jalanan. Obat-obatan ilegal itu memiliki efek yang membahayakan jika dikonsumsi tanpa resep dokter.

"Berdasarkan barang bukti yang ada di sini, semuanya termasuk golongan obat-obat tertentu, seperti Tramadol, Trihexyphenidyl, Dextromethorphan, dan ada beberapa psikotropika, seperti Aprazolam, Riklona, dan lainnya. Semua obat ini bekerja pada sistem susunan saraf pusat, sehingga memberikan efek rekreasi sehingga dapat berakibat nge-fly," jelas perwakilan BPPOM Robby Nuzly kepada wartawan di Mapolres Jakarta Barat, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (19/2/2019).

Bahkan sebagian besar obat-obatan tersebut sudah dicabut izin edarnya. Salah satunya Dexa Medika ditarik izin edarnya sejak 2016. "Trihexphendyl produksi Yarindo warna putih tablet itu dibatalkan sejak 2015. Begitu pula untuk tablet kuning, kemungkinan besar dugaan sementara adalah Dextromethorphan produksi Sakafarma," lanjutnya.
"Selain itu ada Trihexphendyl produksi Holifarma. Kalau dari fisiknya, bisa dikatakan ini adalah palsu karena kami sudah pernah membuat perbandingan antara yang palsu dengan yang asli dan sudah sering kami temukan di sarana ilegal, seperti di toko-toko kosmetik ataupun apotek-apotek yang menjual secara bebas," jelasnya.Robby menambahkan, obat-obatan tersebut berdampak negatif, apalagi jika dikonsumsi secara berlebihan.

"Semuanya itu karena bekerja pada sistem susunan saraf pusat sehingga berdampak sedikit nge-fly, begitu. Bisa menimbulkan efek halusinasi kepada setiap pemakainya. Biasanya Tramadol itu dikonsumsi 5-10 butir untuk mendapatkan efek halusinasi, efek rekreasi. Tapi ada juga beberapa pengguna yang biasa mengkonsumsi ganja, sabu, itu biasanya menggunakan 10-20 butir untuk mendapatkan efek halusinasi," lanjutnya.

Sebelumnya, Kapolres Jakarta Barat Kombes Hengki Haryadi menyebutkan para anggota geng motor kerap mengkonsumsi obat-obatan terlarang sebelum beraksi. Hal ini agar anggota geng motor ini lebih berani ketika bertemu dengan lawan tawuran."Ironisnya, ini pelaku-pelaku ini masih SMP, SMA, ada alumni SMA juga, kenapa hilang empati dan rasa takut, karena ternyata pengaruh narkoba. Jadi, sebelum beraksi itu, mereka mengisap ganja dan obat-obatan daftar G minimal 5-10 butir sebelum beraksi," jelas Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan di kantornya, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (19/2/2019). (mea/mea)

Secara legal, obat didistribusikan melalui jalur khusus. Membeli obat di luar jalur resmi adalah tindakan yang tidak disarankan dan juga berisiko. Namun, sebelum mengetahui risiko apa saja yang mungkin terjadi, sebaiknya Anda perlu memahami jenis obat dan pola distribusinya.

Menurut dokter yang juga praktisi kesehatan, dr Erik Tapan MHA, pada dasarnya jenis obat terbagi atas dua jenis, yaitu obat over the counter (OTC ) dan obat ethical. Obat OTC masih dibagi menjadi dua lagi, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.

Obat bebas yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di supermarket, minimarket, warung atau toko obat, tanpa memerlukan resep dokter. Obat bebas diitandai dengan pencantuman logo obat bebas berupa lingkaran hijau bergaris tepi hitam.

Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan, misalnya vitamin atau multivitamin, penurun panas seperti Panadol, Sanmol dan lainnya.

“Sedangkan obat bebas terbatas yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter. Obat jenis ini memakai logo berupa tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam,” ungkap dia dalam keterangan pers.

Sedangkan obat ethical adalah obat yang harus diperoleh dengan resep dokter dan hanya bisa dibeli di apotek. Logonya adalah lingkaran berwarna merah dan bergaris tepi hitam dengan tulisan K warna hitam di dalam lingkaran warna merah tersebut. Obat ethical terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu daftar G, daftar O, Obat Keras Tertentu (OKT), dan Obat Wajib Apotek. Obat daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, antidiabetes, antihipertensi, dan lainnya. Untuk daftar O atau Obat Bius adalah golongan obat-obat narkotika.

Sedangkan Obat Keras Tertentu (OKT) atau psikotropik seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya. Obat Wajib Apotek yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.

Menurut dr Erik, umumnya masyarakat lebih mengenal obat OTC dibandingkan obat ethical, karena obat OTC sering diprosmosikan via media baik cetak maupun elektronik, radio maupun televisi.

Sedangkan obat-obat ethical kalau ada promosinya biasanya hanya via sosmed ataupun beredar di grup WA atau forum-forum diskusi. “Mohon kehati-hatian masyarakat dalam menanggapi promosi obat-obatan. Perhatikan Logo jenis obatnya,” jelasnya.

Untuk obat OTC, obat-obat jenis ini bisa diperoleh di toko obat, warung, super market, mini market, dan lainnya. Dalam menggunakan obat ini, meskipun tergolong obat bebas, tetap harus berhati-hati. Pedomannya jika tiga hari masalah masih berlanjut harap segera mencari bantuan dokter.

Sementara untuk obat ethical, karena cukup berbahaya jika terjadi penyalahgunaan, obat ini hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Jalur resmi distribusi obat ini adalah dari pabrik (sering disebut dengan istilah prinsipal) atau importir terus ke Pedagang Besar Farmasi (PBF), kemudian baru didistribusikan ke apotek, klinik atau rumah sakit.

“Bahkan dokter praktek mandiri pun sebenarnya dilarang menjual obat kecuali di wilayahnya tidak ada apotek,” ujar dia.

Editor : Gora Kunjana ()

indonesiabaik.id - Pemilihan obat harus sesuai dengan anjuran dokter karena tanpa penggunaan yang benar, obat bisa membahayakan nyawa.

Apa saja penggolongannya?

Tanda lingkaran pada kemasan obat merupakan identitas golongan obat. Tanda itu menandakan risiko dari obat tersebut dan menentukan jenis obat yang dapat dibeli dan digunakan langsung oleh masyarakat atau harus dengan resep dokter. Adapun penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat terdiri atas;

Obat Bebas (OB)

Penandaan pada kemasan berupa dot lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Obat bebas ini dapat dibeli bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek dan toko obat berizin untuk mengatasi problem ringan (minor illness) yang bersifat nonspesifik.

Pasalnya, obat bebas relatif paling aman, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah (modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.

Obat Bebas Terbatas (OBT)

Penandaan pada kemasan berupa dot lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan kotak peringatan berwarna hitam berisi pemberitahuan berwarna putih.

Obat bebas terbatas disebut juga obat daftar W yaitu obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter namun penggunaannya harus memperhatikan informasi obat pada kemasan. Obat ini terjual dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat harus disertai tanda peringatan, peringatan P1 – P6. Dibatasi hanya dapat dibeli di apotek atau toko obat berizin. Obat bebas terbatas relatif aman selama sesuai aturan pakai.

Obat Keras

Penandaan pada kemasan berupa dot lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi. Obat keras ini hanya boleh diperjualbelikan di apotek, klinik atau rumah sakit dengan resep dokter.

Narkotika

Penandaan pada kemasan berupa palang berwarna merah di dalam lingkaran bergaris tepi merah.

Dalam bidang kedokteran, obat-obat narkotika umum digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/obat penghilang rasa nyeri. Seperti halnya psikotropika, obat narkotika sangat ketat dalam hal pengawasan mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya.

Narkotika (Daftar O atau ”Opium atau opiat”) hanya boleh diperjualbelikan di apotek atau rumah sakit dengan resep dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA