Nilai positif dakwah apa saja yang ditunjukkan Sunan Muria?

Sunan Kalijaga (Raden Syahid) merupakan salah seorang Walisongo yang berperan dalam proses penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan Tuban. Ayah beliau adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban, sedangkan ibunya adalah Dewi Nawangrum. Sunan Kalijaga juga merupakan murid dari Sunan Bonang. Selama menjadi murid, Sunan Kalijaga banyak belajar ilmu dari Sunan Bonang, seperti kesenian, kebudayaan, belajar kesustraan jawa, dan pengetahuan falak. Setelah berguru kepada Sunan Bonang, Raden Said juga pernah berguru kepada Sunan Ampel dan Sunan Giri bahkan sempat pergi ke Pasai untuk berguru serta berdakwah di Semenanjung Malaya hingga wilayah Patani di Thailand Selatan.

Sunan Kalijaga melaksanakan syiar Islam dengan menggunakan media kesenian dan kebudayaan Jawa sehingga bisa berjalan efektif dan relatif lebih mudah. Melalui dakwah keliling sampai ke pelosok desa tersebut, membuat Sunan Kalijaga mampu memahami berbagai lapisan masyarakat, menyesuaikan diri dan menyelami lika-liku kehidupan rakyat kecil. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan kebudayaan, salah satunya dengan wayang. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat menjadi lebih mengenal Islam dan tidak merasa asing terhadap ajaran-ajaran dalam Islam. Sunan Kalijaga juga merancang pendekatan yang sesuai dengan penduduk Jawa, yakni melalui akulturasi budaya dengan menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam segi-segi budaya lokal. Sunan Kalijaga juga menyumbangkan ide seperti perencanaan alat-alat pertanian, desain pakaian, permainan tradisional untuk anak-anak, hingga musik gamelan.

Dengan demikian, nilai positif yang dapat diambil dari metode dakwah Sunan Kalijaga adalah dilakukan secara damai, menghargai kebudayaan pra Islam, melakukan perpaduan budaya dengan menghilangkan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi lebih baik, serta penyampaian dakwah yang menarik. 

You're Reading a Free Preview
Pages 8 to 18 are not shown in this preview.

Kompleks makam Sunan Muria di Bukit Muria, Kudus. (Foto: Okezone)

Kastolani Jumat, 01 Mei 2020 - 03:31:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Sunan Muria adalah salah seorang peyebar Islam di Jawa yang tergabung dalam kelompok walisongo. Wilayah dakwah Sunan Muria meliputi Kudus, Pati dan sekitarnya terutama di daerah-daerah pedalaman seputar Gunung Muria.

Menurut latar belakang sejarah, ada beberapa versi mengenai silsilah Sunan Muria. Versi pertama menyebutkan bahwa Sunan Muria mempunyai nama kecil Raden Umar Said yang merupakan anak Sunan Kalijaga dari istrinya, Dewi Saroh putri Maulana Ishak.

BACA JUGA:
Kisah Lengkap Sunan Gunung Jati Cirebon

Sunan Muria menikah dengan Sujinah anak dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Menurut cerita versi pertama ini, Sunan Muria memiliki hubungan kekerabatan dengan Sunan Kudus (Jafar Shadiq), yaitu saudara ipar karena Sunan Kudus adalah kakak Dewi Sujinah istri Sunan Muria.

Adapun versi kedua mengatakan bahwa Sunan Muria adalah putra Sunan Ngudung dari istrinya yang bernama Dewi Sarifah. Putra Sunan Ngudung lainnya antara lain Sunan Giri II, Sunan Kudus, dan Sunan Giri III.

BACA JUGA:
Kisah Sunan Giri, Sukses Sebarkan Islam dengan Kesenian

Sedangkan hubungannya dengan Sunan Kalijaga adalah Sunan Kalijaga merupakan putra Tumenggung Wilatikta, Putra Ario Tejo III, Putra R. Penanggungan. Sedangkan Sunan Ngudung adalah putra Dewi Maduretno, putra R. Baribin, putra R. Penanggungan. Jadi menurut versi ini Sunan Muria adalah keponakan jauh Sunan Kalijaga.

Sunan Muria berdakwah dengan cara yang bijaksana dalam menghadapi masyarakat yang menjadi objek dakwahnya. Dakwah yang dilakukan Sunan Muria diselaraskan dengan keperayaan lama, adat yang bertentangan dengan ajaran Islam dilakukan dengan perlahan-lahan.

BACA JUGA:
Kisah Sunan Kalijaga, Berdakwah dengan Metode Wayang

Sunan Muria juga dikenal berdakwah melalui kesenian. Salah satu tembang macapat hasil ciptaannya adalah Sinom dan Kinanti.

Gelar Sunan Muria disandangnya karena tempat berdakwah menyiarkan agama Islam terletak di kaki Gunung Muria. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Sunan Muria membangun pesantren dan masjidnya di puncak gunung tersebut, persis di belakang masjid yang dibangunnya sendiri.

Sunan Muria dimakmkan di sebelah Barat bangunan masjid. Bangunan cungkup makam Sunan Muria mempunyai konstruksi kayu beratap Joglo dua susun. Atap bangunan ditutup dengan Sirap.

Dinding cungkup berupa tembok bata yang diplester semen. Di dalam cungkup ini selain Makam Sunan Muria, juga banyak dijumpai makam para kerabat Sunan Muria antara lain Dewi Sujinah (Istri Sunan Muria) dan Dewi Rukayah (Anak Sunan Muria).

Makam Sunan Muria terdapat di dalam kamar atau bilik yang berpintu. Dinding Makam Sunan Muria dibuat dari batu kapur yang berhias panel-panel. Jirat dan Makam Sunan Muria berbentuk sederhana seperti kebanyakan nisan tipe Demak. Gawang pintu biik makam Sunan Muria diberi pahatan, demikian juga daun pintu yang diukir dengan ragam hias yang sangat indah.

(Sumber: kemendikbud.go.id)


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : kudus sejarah sejarah islam spiritual ramadan Sunan Muria

KOMPAS.com - Sunan Muria lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Sewaktu dilahirkan, ia diberi nama Raden Said atau Raden Umar Syahid. Nama kecil dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto.

Ia merupakan anak dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh, yang merupakan putri dari Maulana Ishaq. Sunan Muria masih bersaudara dengan Sunan Giri, karena Maulana Ishaq merupakan anak dari Sunan Kalijaga.

Sunan Muria memiliki istri bernama Dewi Sujinah, anak dari Sunan Ngudung. Dari hasil pernikahannya, Sunan Muria dan istrinya memiliki anak bernama Pangeran Santri, yang nantinya dijuluki sebagai Sunan Ngadilangu.

Mengutip dari Buku Mengenal Sembilan Wali (Wali Sanga) (2018) karya Susilarini, dijelaskan jika nama Sunan Muria lebih dikenal karena sesuai dengan daerah tempatnya berdakwah. Lokasinya di Gunung Muria, kira-kira jaraknya 18 kilometer dari Kota Kudus.

Dakwah Sunan Muria

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria menggunakan metode kursus untuk menyampaikan dakwah. Kursus ini diselenggarakan bagi pedagang, pelaut, rakyat jelata dan nelayan.

Baca juga: Sunan Kalijaga, Berdakwah Lewat Wayang

Sunan Muria memberi pengajaran tentang cara bercocok tanam, berdagang, serta cara melaut. Tidak hanya itu, ia juga menggunakan gamelan sebagai sarana dakwahnya.

Caranya dengan memasukkan unsur islami ke dalam alunan musik gamelan. Hal ini semakin mempermudah penyebaran agama Islam, karena masyarakat semakin mengerti.

Sunan Muria juga dikenal sebagai pencipta Tembang Macapat, yakni Sinom dan Kinanti. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian sakti serta kuat.

Tidak hanya itu, Sunan Muria juga sering jadi penengah konflik di Kesultanan Demak (1518-1530). Ia juga dikenal sebagai pribadi yang bisa menyelesaikan masalah yang rumit sekalipun.

Dalam Buku Sunan Muria (Raden Umar Said) karya Yoyok Rahayu Basuki, disebutkan jika gaya atau cara berdakwah Sunan Muria juga sangat mengedepankan kelembutan.

Biografi Sunan Muria | Peran Sunan Muria dalam Mengembangkan Islam di Indonesia | Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Muria | Sasaran Dakwah Sunan Muria  | Cara Dakwah Sunan Muria |  

Pernah mendengar tentang Sunan Muria ? Sunan Muria merupakan salah satu wali songo  yang menyebarkan islam di tanah Nusantara dengan cara-cara damai, santun, toleran dan dapat menyesuaikan diri dengan adat-adat lokal penduduk Nusantara sehingga ajaran Islam diterima baik oleh masyarakat.

Masih bingung, tentang cerita Sunan Muria.

Simak penjelasan berikut ini tentang Biografi Sunan Muria, Peran Sunan Muria dalam Mengembangkan Islam di Indonesia dan Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Muria.

Sunan Muria atau Raden Umar Said, putra Usman Haji atau Sunan Mandalika bin Ali Al-Murtadlo diperkirakan lahir tahun 1450-an M. Ayahnya merupakan saudara kandung Sunan Ampel dari ayahnya Syekh Ibrahim Asmaraqandi. Ibunya bernama Dewi Sarifah. Silsilah Sunan Muria bersambung sampai Rasulullah Saw melalui jalur kakeknya Ibrahim Asmaraqandi.

Sunan Muria mempelajari pengetahuan agama dan metode dakwah dari gurunya, Sunan Kalijaga. Ia pernah juga berguru kepada Sunan Ngerang (Ki Ageng Ngerang) bersama-sama Sunan Kudus, dan Adipati Pathak.

Sunan Muria berdakwah di tengah masyarakat yang masih menganut Hindu Budha dan mempunyai tradisi Jawa yang masih kental. Tradisi keagamaan tidak serta merta dihilangkan, melainkan diberi warna Islam dan dikembangkan menjadi tradisi keagamaan yang baru bernilai islami.

Masa perjuangan dakwahnya seirimg berdirinya masjid Demak. Sunan Muria ditunjuk sebagai muadzin shalat Jum’at saat peresmian kedua Masjid Agung Demak. Ia juga terlibat dalam pemilhan Raden Patah sebagai Sultan pertama kerajaan Islam Demak dan menjadi pendukung setia kesultanan Demak. Pihak Istana kerajaan Demak memberikan pengawalan khusus kepada Sunan Muria, terbukti dari keberadaan tujuh belas makam perajurit dan punggawa Demak berada di sekitar makam Sunan Muria.

Sunan Muria mengajarkan penghayatan tentang kebenaran Tuhan Yang Maha Esa, ketaatan kepada Allah, wirid, mencontohkan akhlak mulia dalam sehari-hari dengan kesederhanaan, dermawan dan dakwah yang disampaikan dengan arif dan bijaksana dalam menghadapi budaya masyarakat. Keberhasilan dakwah Sunan Bonang mengembangkan dakwah Islam di daerah Jepara, Pati, Tayu, Juwan dan sekitar Kudus. Daerah-daerah yang menjadi sasaran dakwah Sunan Muria merupakan daerah pertanian yang terpencil jauh dari keramaian kota.

Terdapat sejumlah peninggalan yang ada hubungannya dengan kehidupan Sunan Muria, diantaranya: masjid, makam, buah Parijoto, buah mengkudu, daun kelor, gentong, tapal kuda, dan teks mujahadah. Benda-benda tersebut ditemukan tahun 1973 di sekitar lokasi makam.

Sunan Muria wafat tahun 1551 M, makamnya terletak di lereng Gunung Muria, desa Colo, Kecamatan Dawe, sekitar 18 Km sebelah utara Kota Kudus.

Peran Sunan Muria dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Dalam melakukan dakwah Islam di daerah Jawa, Sunan Muria punya peran penting dalam mengembangkan agama Islam, yaitu :

Menjaga tradisi lama dan menginterpretasikannya ke arah fungsi baru

Sunan Muria dikenal sebagai pecinta seni dan budaya. Praktek kehidupan masyarakat di sekitar Muria menunjukkan harmoni antara Islam dengan budaya setempat. Diantara peran dalam mengembangkan Islam di Jawa adalah sebagai berikut:

  • Dalam berintraksi dengan masyarakat Sunan Muria menjaga tradisi lama tetap berlansung tanpa memberikan perubahan selama tidak melanggar nilai-nilai Islam, seperti menerima upacara tingkeban atau mitoni. Tradisi tingkeban adalah upacara selamatan pada usia kehamilan ke tujuh. Acara tersebut diisi dengan acara membaca beberapa surah al-Qur’an, dzikir dan doa.
  • Menambah upacara-upacara dalam tradisi lama dengan tradisi baru. Seperti memasukkan nilai dan ajaran Islam dalam praktek pernikahan yang telah berjalan sehingga meskipun ada budaya Jawa, tetapi syarat dan rukun pernikahan ditentukan berdasarkan ajaran Islam.
  • Mengganti sebahagian unsur lama dalam satu tradisi baru. Seperti mengganti tujuan membakar kemenyan dalam slametan. Dalam praktik sebelumnya, selametan atau sesajen diberikan kepada sosok makhluk halus. Dakwah para wali mengganti tujuan slametan untuk mencari ridho dan pertolongan Allah Swt. Demikian juga, tradisi bancakan atau makan besar dalam acara slametan dengan tumpeng yang sebelumnya dipersembahkan ke tempat-tempat angker diubah menjadi kenduri yaitu upaya mengirim doa kepada leluhur dengan doa-doa Islam di rumah orang yang mengadakan tradisi tersebut.

Mengadakan perombakan setting budaya dan tradisi keagamaan dalam cerita wayang

Sebagaimana pendekatan dakwah Wali Songo lainnya, Sunan Muria berdakwah melalui pendekatan seni dan budaya melalui pertunjukan wayang gubahan Sunan Kalijaga, menggubah isi cerita, dan melakukan perombakan setting budaya dan tradisi keagamaan yang ada di masyarakat dan menanamkan pesan-pesan tauhid dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, seperti Pakem Ramayana yang sudah diislamkan, dengan cepat masyarakat menganggap bahwa cerita Ramayana dan Mahaberata versi Wali Songo itulah yang benar, begitu pula dalam cerita wayang tokoh Bhima yang sebelumnya diberikan karakter kejam dan kasar dikenal dengan nama Wrekodhara (srigala), saat bertemu Dewa Ruci memperoleh pencerahan rohani berubah menjadi orang baik dan jujur.

Baca Juga :   Karamah : Pengertian, Dalil Naqli, Tujuan, Jenis dan Contoh

Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Muria

Dalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Muria patut menjadi teladan dalam sikap positif yang ditunjukkan:

Sunan Muria memilih tinggal di plosok, jauh dari perkotaan dan pusat kekuasaan. Ia bergaul dengan masyarakat pinggiran. Pilihan itu menunjukkan bahwa sosok Sunan Muria memiliki sifat yang sederhana dan bersahaja.

Dalam berdakwah Sunan Muria mengikuti gaya Sunan kalijaga, yaitu berdakwah dengan memasukkan ajaran agama lewat berbagai tradisi keagamaan. Misalnya tradisi kenduri yaitu membaca dzikir, tahlil dan doa bagi orang muslim yna sudah meninggal di hari ketiga atau nelung ndina, hari ke empat puluh atau matang puluh, hari ke seratus atau nyatus, sampai hari ke seribu atau nyewu, tidak diharamkannya. Ia menggantikan tradisi bakar kemenyan, membaca mantra dengan bacaan doa, shalawat dan shadaqah.

Sunan Muria mengajarkan agar masyarakatnya menciptakan keselarasan dan perdamaian sesama penduduk melalui sedekah atau pemberian makanan kepada tetangga. Ia mencontohkan dengan sikap dermawan dan mengajari penduduk saling memberikan makanan.

Sumber: Buku Guru & Buku Siswa SKI Kelas VI MI

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA