Mengapa strategi dakwah dengan berdagang lebih menguntungkan

TEMPO.CO, Jakarta -Beragam cara penyebaran agama Islam di Indonesia melingkupi berbagai aspek kehidupan mulai dari Perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, politik, hingga ajaran tasawuf.

Islam Masuk ke Indonesia Abad ke 7 

Melansir dari Modul Sejarah Indonesia (2020) karya Mariana bertajuk "Teori Tentang Proses Masuknya Agama dan Kebudayaan Islam ke Indonesia.” Ajaran dan budaya Islam semakin berkembang di Nusantara setelah dianut warga pesisir.

Agama Islam masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan abad ke-7 masehi, namun baru berkembang pesat sejak abad ke 12.


Yakni melalui suatu proses damai, responsif, dan proaktif, dan hal itu secara historis dibuktikan masyarakat Indonesia beragama Islam. Berikut beberapa cara penyebaran ajara Islam di Indonesia.

1.Perdagangan

Saluran perdagangan merupakan tahap yang paling awal dalam tahap Islamisasi, yang diperkirakan dimulai pada abad ke-7 M dan  melibatkan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India.

Menurut Thome Pires, sekitar abad ke-7 sampai abad ke-16 lalu lintas perdagangan yang melalui Indonesia sangat ramai. Dalam agama Islam siapapun bisa sebagai penyebar Islam, sehingga hal ini menguntungkan karena mereka melakukannya sambil berdagang.

Pada saluran ini hampir semua kelompok masyarakat terlibat mulai dari raja, birokrat, bangsawan, masyarakat kaya, sampai menengah ke bawah.

Proses ini dipercepat dengan runtuhnya kerajan-kerajaan Hindhu-Budha.

2.Perkawinan

Mengutip dari Buku Modul pembelajaran SMA Sejarah Indonesia kelas X yang disusun oleh Mariana, M.Pd,

Tahap perkawinan merupakan kelanjutan dari tahap perdagangan. Para pedagang yang datang lama-kelamaan menetap dan terbentuklah perkampungan yang dikenal dengan nama pekojan.

Tahap selanjutnya, para pedagang yang menetap ada yang membentuk keluarga dengan penduduk setempat dengan cara menikah, misalnya Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila.

Mengingat pernikahan Islam dengan agama lain tidak sah, maka penduduk lokal yang akan dinikahi harus memeluk Islam terlebih dahulu.

Penyebaran agama Islam dengan saluran ini berjalan lancar mengingat akan adanya keluarga muslim yang menghasilkan keturunan-keturunan muslim dan mengundang ketertarikan penduduk lain untuk memeluk agama Islam.

3.Pendidikan

Mengutip dari jurnal Islamisasi Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam karya M. Miftah Alfiani, dkk., masuknya Islam di Indonesia melalui pendidikan tak lepas dari peran tokoh agama dan pengembara sufi.

Penyebaran Islam melalui pendidikan pada mulanya terjadi di lingkup keluarga, hingga pada akhirnya berkembang di lingkup yang lebih luas, seperti surau, masjid, pesantren hingga kalangan bangsawan.

Dalam buku Atlas Wali Songo yang disusun Agus Sunyoto, pesantren merupakan salah satu wujud Islamisasi sistem pendidikan lokal yang berasal dari zaman Hindu-Buddha. Melalui peran Wali Songo yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa, sistem pendidikan lokal tersebut diakulturasikan dengan nilai Islam. Seiring waktu, proses akulturasi tersebut memunculkan sistem pendidikan Islam yang disebut dengan pesantren.

4.Kesenian

Kebudayaan lokal ternyata dapat digunakan sebagai cara menyebarkan Islam di Nusantara. Para pendakwah Islam awal di Jawa, terutama para Wali Songo, melakukan syiar Islam dengan cara memadukan ajaran agama dan tradisi lokal, seperti seni musik, tari, sastra, ukir, hingga bangunan.

Berikutnya: Beberapa strategi berkesenian dalam penyebaran Islam...

Strategi Dakwah Islam di Nusantara (Indonesia) - Dari pembahasan tentang masuknya Islam ke Nusantara, dapat dipahami bahwa masuknya agama Islam ke Indonesia terjadi secara periodik, tidak sekaligus. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai strategi penyebaran Islam dan media yang dipergunakan oleh para pedagang dan mubaligh dalam penyebaran Islam di Indonesia. 

Salah satu arti “strategi” yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Dalam konteks dakwah Islam, strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya.    

Dari kajian di atas dan berbagai literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut. 

1. Perdagangan 

Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia. 

Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan  itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk muslim yang kaya raya. 

Pada beberapa tempat, para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam. Keislaman mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam negeri yang tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan para pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggal mereka. 

Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka semakin jauh dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis perdagangan internasional hampir sebagian besar dikuasai oleh para pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang muslim.             

2. Perkawinan 

Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya. 

Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi. Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus sosial terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam. 

Dalam perkembangan berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus diIslamkan terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat. 

Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Puteri Campa, orangtua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.         

Baca Juga :

3. Pendidikan 

Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik. Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun mutunya.

Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam. 

Di antara lembaga pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga ke Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk memberikan  pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi khatib, muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh. 

Dengan cara-cara seperti itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru Nusantara, hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran Islam di Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di Indonesia.  

4. Tasawuf 

Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat. 

Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini terus dianut bahkan hingga kini. 

5. Kesenian 

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim. 

Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung  Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui caracara damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.

6. Politik 

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur. 

Baca Juga Yuk :



  • 8 Tahap Periode Hari Akhir Yang Harus Kamu Ketahui
  • Rukun dan Syarat Pernikahan Yang Harus Kamu Ketahui
  • Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Pandangan Islam
  • Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua dan Guru
  • Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA