Mengapa perlu dilakukan upaya Konservasi KEANEKARAGAMAN Hayati biodiversitas

SAMARINDA – Marathon kegiatan Penyusunan Rencana Induk Keanekaragaman Kehati Provinsi Kalimantan Timur telah mencapai pada tahap Konsultasi Publik Dokumen RIP KEHATI pada hari Kamis (27/08).

Kegiatan konsultasi publik yang dihadiri 100 lebih peserta secara daring ini bertempat di ruang Rapat Adipura Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dan dipimpin oleh Kabid Tata Lingkungan, Bapak Fahmi Himawan, ST, MT.

Dijelaskan oleh beliau bahwa Rencana Induk Pengolahan Kehati ini didasarkan pada dokumen Profil Kehati yang telah di susun sejak tahun 2019.

“Sebagai amanah Permen LH no 29 tahun 2009, agar pemerintah provinsi dan pemerintah kab/kota dapat mengetahui data potensi keanekaragaman hayati yang ada di daerah kita masing masing, juga sebagai sebuah aset sumber daya alam yang kita miliki, meliputi sumber daya alam spesies, genetic dan juga ekosistemnya” ucap beliau.

Pada kesempatan kali ini, dipaparkan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal konservasi keanekaragaman hayati di Kalimantan Timur.

Konservasi kenakeragaman hayati ini memiliki tujuan untuk mewujudkan kelestarian keanekaragaman hayati sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Untuk diketahui, bahwa Indonesia secara keseluruhan merupakan negara megabiodiversity, memiliki keanekaragaman hayari yang sangat banyak, terdiri dari 720 jenis mamalia (13% jumlah jenis dunia), 1.605 jenis burung (16% jumlah jenis dunia), 385 jenis amphibi (6% jumlah jenis dunia), 723 jenis reptile (8% jumlah jenis dunia) dan 1.900 jenis kupu (10% jumlah jenis dunia).

Berdasarkan data Dit.PIKA bulan Mei 2018, Kawasan konservasi Indonesia mencapai luasan open area sebesar 2.011.000 dengan 7,4% kawasan mengalami degradasi. Oleh karena itu, untuk menjaga agar KEHATI beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah maka pemerintah menetapkan kawasan-kawasan konservasi yang berpotensi untuk perlindungan keanekaragaman hayati.

Sejak tahun 2019, pemerintah telah membangun 50 unit sanctuary/pusat konservasi sebagai bentuk dukungan pengelolaan dalam peningkatan populasi yang memiliki fungsi sebagai pusat konservasi satwa terancam punah, pusat studi spesies endemik serta objek wisata baru dan atraksi.

Berdasarkan PerMen LH No.29 Tahun 2009, profil keanekaragaman hayati daerah merupakan data dan informasi mengenai potensi dan kondisi keanekaragaman hayati di provinsi atau kabupaten/kota, dimana hingga tahun 2020 ini, 23 kabupaten/kota dan 11 Provinsi telah menyusun profil KEHATI serta 1 provinsi telah menyusun RIP KEHATI.

(PPID DLH Prov. Kaltim)

Karya: Bambang Prasetyo

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber daya alam berperan penting dalam memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam  yang dapat memberikan pendapatan bagi penduduk untuk kehidupan sehari-hari dan sumber bagi pemerintah untuk membiayai pembangunan ekonomi.

Hutan terdiri dari serangkaian ekosistem yang memilki dampak yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup dan manusia baik yang mereka tinggal di dekat hutan maupun yang berpindah-pindah (Yaman, 1991).

Kawasan hutan sebenarnya memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia maupun hewan yang hidup di dalamnya atau sekitarnya. Hutan memegang peranan penting untuk seluruh kehidupan yang ada di Bumi. Secara ekologis, hutan dapat menjamin terpeliharanya keanekaragaman hayati dan melestarikan ekosistem, seperti keanekaragaman pohon eboni, jati, ulin, cendana, matoa, dan mahoni, serta sebagai tempat perkembangbiakan hewan seperti harimau, kijang, kerbau, cendrawasih, monyet dan hewan jenis lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir hutan tropika di Indonesia telah mengalami degradasi dan deforestasi yang sangat pesat akibat kegiatan pembangunan antara lain : penambangan, penggalian berlebihan, perladangan berpindah, perluasan pertanian, eksploitasi berlebihan kehidupan satwa liar, dan lain sebagainya. Namun, pokok permasalahan degradasi dan deforestasi yang paling menonjol saat ini adalah pertambangan.

  1. Pengertian pertambangan
  2. Kondisi hutan di Indonesia pada kegiatan pertambangan
  3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menyikapi kegiatan pertambangan di kawasan hutan

Mendeskripsikan kegiatan pertambangan pada kawasan hutan di Indonesia beserta peran pemerintah dalam menghadapinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Meski luas daratan wilayah Indonesia hanya 1,3 persen dari luas daratan dunia, namun memiliki 10% keanekaragaman hayati flora dunia, 12% jumlah mamalia, 17% reptil dan binatang amphibi 74 Vol. 15 No. 2 J.Ilmu Pert. Indonesia serta 17% spesies burung dunia sebagai keanekaragaman hayati fauna dunia. Kekayaan dan keanekaragaman hayati itu kini telah banyak menghilang, bahkan dengan laju yang kian cepat seiring hancurnya ekosistem hutan (Scotland et. al., 2000)

Eksploitasi terhadap keanekaragaman hayati, penebangan liar, konversi kawasan hutan menjadi areal lain, perburuan dan perdagangan liar adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Untuk mendorong usaha penyelamatan sumberdaya alam yang ada, dan adanya realitas meningkatnya keterancaman dan kepunahan sumberdaya hayati, maka ditetapkan adanya status kelangkaan suatu spesies. Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan tertinggi di dunia dan merupakan hot-spot kepunahan satwa. Tercatat sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan langka, diantaranya banyak yang merupakan spesies budidaya.Paling sedikit 52 spesies keluarga anggrek, 11 spesies rotan, 9 spesies bambu, 9 spesies pinang, 6 spesies durian, 4 spesies pala, dan 3 spesies mangga (Mogea et al. 2001).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut UU Minerba No.4 Tahun 2009, Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Kegiatan pertambangan yang terjadi di Indonesia menyebabkan kondisi hutan di Indonesia menjadi terpuruk dan mencemaskan. Selama tahun 1985-1997, sekitar 30% dari lahan kehutanan yang ada di Sumatera telah hilang. Di Kalimantan 21% hutan ada yang ada juga hilang dalam kurun waktu yang sama. Pada tahun 1997, hanya sekitar 35% pulau Sumatera dan 60% Kalimantan masih ditutupi hutan masing-masing seluas 16,6 dan 35,1 juta ha. Banyak perusahaan yang tidak mampu atau tidak mau menghutankan kembali bekas galian tambang mereka, seperti :  PT Indo Muro Kencana di Kalimantan Selatan, PT Timah di Bangka dan Belitung, PT Kaltim Prima Coal di Kalimantan Timur dan banyak lainnya (Walhi, 2002).

Penerapan Kegiatan Pertambangan Pada Kawasan Hutan jika dilihat dari kebijakan pemerintah berupa peraturan perundangan yang ada sebenarnya, konsepsi dan kriteria-kriteria pertambangan “berkelanjutan” sudah cukup diakomodasi. Kehadiran UU No.19 Tahun 2004 merupakan peristiwa menandai dibukanya usaha atau kegiatan kembali untuk menambang dengan metode open pit mining di kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi. Hal ini telah merangsang kembali iklim investasi dari sektor pertambangan. Oleh karenanya, pemerintah mewujudkan kebijakan sinkronisasi penerapan peraturan perundang-undangan dengan pertimbangan : (a) adanya upaya investor pertambangan dengan lobi-lobi untuk berusaha mengubah status kawasan dan menggeser tata batas; (b) adanya alasan kuat dari pemerintah dengan alasan Negara dalam kondisi krisis ekonomi sehingga prioritas kebijakan pemerintah ditekankan kepada pertumbuhan ekonomi dengan dalih untuk mengurangi tingkat kemiskinan; (c) untuk mengakomodir perizinan perjanjian yang telah ada agar pemerintah tidak dituntut oleh para investor di International Arbitrase; (d) memberikan izin penambangan kepada 13 perusahaan yang dinilai telah siap melakukan eksploitasi (Keppres 41 Tahun 2004).

Aktivitas pertambangan yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan keanekaragaman hayati telah banyak menghilang, bahkan dengan laju yang kian cepat seiring hancurnya ekosistem hutan. Sehingga perlu adanya peran pemerintah yang serius dalam menangani permasalahan ini.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulannya, diperlukan keterpaduan dan sinkronisasi antara Uundang-undang Konservasi Hayati dengan Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Pertambangan serta, serta diperlukannya revitalisasi  Undang-undang Konservasi Hayati agar dampak kegiatan pertambangan dapat terminimalisasi

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Saran maupun kritik, tentunya saya harapkan demi kesempurnaan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiriadinata H, Nasution RE, Irawati. 2001. Tumbuhan          Langka Indonesia. Herbarium Bogoriense P3

Biologi-LIPI, Bogor.

Scotland, N., J. Smith, H. Lisa, M. Hiller, B. Jarvis, C. Kaiser, M. Leighton, L. Paulson,    E. Pollard,  D. Ratnasari, R. Ravanell, S. Stanley, Erwidodo, D. Curry, dan A.       Setyarso. 2000. Indonesia Country Paper on Illegal Logging, disunting oleh W.            Finlayson dan N. Scotland. Laporan yang tidak diterbitkan, disajikan untuk            World Bank-World Wide Fund for Nature Workshop on Control of Illegal logging in East Asia. Jakarta, Indonesia.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, No.2/th XXII/2002. Tanah Air. Majalah     Advokasi Lingkungan Hidup Indonesia. Walhi. Jakarta

Yaman, A.R. 1991 .Sustainable Development For Forest And Protected Areas In   Bali. Canada : Waterloo, Ontario

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA