Mengapa jabatan bupati disebut jabatan politis

Manggar, Humas Beltim – Tokoh nasional asal Pulau Belitung, Yusril Ihza Mahendra berada di kampung halamannya, Manggar, Belitung Timur, Jumat (13/5) kemarin. Dia menjadi pembicara pada acara sosialisasi UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan di Auditroium Zahari MZ, Komplek Perkantoran Terpadu Pemkab Beltim. Yusril menilai baik sosialisasi tersebut.

“Saya pikir ini baik untuk diketahui semua pejabat birokrasi dan pejabat politik di daerah supaya dapat menjalankan roda pemerintahan itu lebih efektif dan efisien,” kata Yusril.

Menurut Yusril, UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan harus dibarengi dengan penjelasan UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur hak dan kewajiban ASN. UU ASN juga dinilai mengatur hal-hal baru dibanding UU sebelumnya.

“Tindakan pejabat yang tidak dengan surat keputusan pun bisa digugat di pengadiilan TUN (Tata Usaha Negara) juga. UU ASN ini untuk lebih tertib. Walaupun masih baru, belum tersosialisasi dengan baik. Seperti yang saya sampaikan, kalau ini dipahami, bagaimana menjalankan roda pemerintahan yang baik dan efektif,” katanya.

Dalam sosialisasi tersebut, Yusril menyampaikan materi dengan menceritakan pengalamannya terlibat dalam birokrasi pemerintahan yang menekankan perbedaan antara pejabat politik dan pejabat birokrasi dalam sistem pemerintahan. Yusril menjelaskan, pejabat birokrasi idealnya bekerja profesional sesuai sistem pemerintahan karena tidak diganti secara berkala.

Dia melanjutkan, berbeda halnya dengan Bupati atau Wakil Bupati yang merupakan pejabat politik yang bertugas sebagai decision maker.

“Jabatan birokrasi bekerja secara professional di bidangnya, tidak memihak dan loyalitas, mereka harus tunduk pada pimpinan yang baru. Sedangkan dalam pejabat politik tidak ada sekolah gubernur, tidak ada sekolah bupati atau sekolah presiden. Jadi siapa saja bisa jadi presiden, gubernur atau bupati/walikota,” ujarnya.

“Saya menyarankan saudara-sauadara semua untuk bekerja secara profesional. Siapapun bupati, berasal dari parpol manapun. Tunduk pada pimpinan (pejabat politis),” ujarnya kepada peserta sosialisasi yang merupakan seluruh perwakilan SKPD di Pemkab Beltim.

Sementara itu Bupati Beltim, Yuslih Ihza menyambut baik digelarnya sosialisasi UU Nomor 30 tahun 2014 tentang adminstrasi pemerintahan di auditorium Zahari MZ, Jumat (13/5) kemarin. Dia mengatakan, setiap pengambilan keputusan oleh penyelenggara pemerintahan tidak bisa sewenang-wenang.

“Seorang pejabat pemerintah saat ini sudah tidak bisa lagi menjalankan kewenangannya dengan sewenang-wenang karena sudah ada standarisasi penggunaan wewenangan sebagaimana diatur dalam UU nomor 30 tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan,” ujar Yuslih. @2!

Penulis: Fauzi Akbar
Foto: Humas Beltim

Penulis: Diskominfo Beltim

Tags



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan gubernur, bupati dan walikota boleh-boleh saja mendukung calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Pernyataan ini menanggapi terkait beberapa gubernur yang sudah mendeklarasikan untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. “Walaupun gubernur dicalonkan oleh satu atau gabungan partai politik, tapi gubernur juga punya aspirasi dan juga harus menjalankan aspirasi daerah atau masyarakat,” ujarnya usai memberikan pidato di Seminar LVII Lemhanas RI pada Kamis (13/9). Menurut Tjahjo, jika ada gubernur yang diusung oleh suatu partai tertentu namun mendukung capres dan cawapres yang diusung partai lainnya, bukanlah tindakan pembelotan. Namun, jika gubernur ingin melakukan kampanye capres cawapres, kampanye calon legislatif, atau kampanye calon walikota bupati, Tjahjo mengingatkan bahwa ada peraturan yang mengikat. Pejabat daerah tersebut harus mengajukan izin sehari sebelumnya, kecuali pada hari libur. “Ada aturannya dan etikanya kok, sudah jelas,” ujarnya Jabatan gubernur, bupati/walikota menurut Tjahjo adalah jabatan politis. Berbeda dengan jabatan yang diembannya sebagai Mendagri yang mewajibkan untuk bersikap netral. “Saya tidak boleh nyaleg, tidak boleh masuk tim sukses. Karena sebagai Mendagri harus netral dan bertemu dengan semua pihak," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Herlina Kartika Dewi


Jabatan Politik dalam administrasi publik adalah pejabat publik hasil dari sebuah pemilu atau pemilukada. Sedangkan jabatan karir adalah para birokrat yang secara normatif melaksanakan kebijakan pembuat kebijakan oleh pejabat publik yang berasal dari politisi (jabatan politik). Jabatan karir merupakan jabatan yang dimiliki oleh seorang PNS, biasanya dalam birokrasi Pemerintah Daerah, jabatan karir tertinggi dipegang oleh Sekretaris Daerah.

Sedangkan jabatan politis, merupakan jabatan yang dihasilkan oleh proses politik, misal, Gubernur, wakil gubernur, Presiden/ wakil Presiden, beserta para menterinya.

Yang termasuk Jabatan Politik:

UU no. 43 tahun 1999: Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Pasal 11
(1) Pejabat Negara terdiri atas

  1. Presiden dan Wakil Presiden;
  2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
  4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
  5. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
  6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
  8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
  9. Gubenur dan Wakil Gubenur;
  10. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
  11. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.

(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

(3) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.

(4) Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.”

Yang termasuk jabatan karir:

Dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 19 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014  tentang Aparatur Sipil Negara, ditentukan bahwa:
1) Jabatan Aparatur Sipil Negara terdiri atas:
a) Jabatan Administrasi;
b) Jabatan Fungsional;
c) Jabatan Pimpinan Tinggi.
2) Jabatan Administrasi terdiri atas:
a) Jabatan Administrator;
b) Jabatan Pengawas;
c) Jabatan Pelaksana.
3) Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:
a) Jabatan Pimpinan Tinggi Utama;
b) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya; dan
c) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.

Dalam Pasal 131 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ditentukan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap Jabatan Pegawai Negeri Sipil dilakukan penyetaraan:
1.Jabatan eselon la Kepala lembaga pemerintah nonkementerian setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama;
2) Jabatan eselon la dan eselon lb setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya;
3) Jabatan eselon ll setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama;
4) Jabatan eselon lll setara dengan Jabatan Administrator;
5) Jabatan eselon lV setara dengan Jabatan Pengawas; dan
6) Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan Jabatan Pelaksana.

Produk hukum yang berkaitan dengan Dosen PNS atau Tendik yang menjadi Pejabat Negara

1. UU no23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, membatalkan UU no.32 Tahun 2004, diubah oleh Perpu no. 2 tahun 2014

2. UU no. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, diubah oleh Perpu no. 1 Tahun 2014

3.  UU no17 Tahun 2014 tentang MPRDPRDPD, dan DPRD

4. UU no. 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara atau di sini

5.  UU no. 43 tahun 1999: Perubahan atas UU No. 08 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

6. Semua Produk Hukum yang terdapat di Seputar Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional PNS 

7. PP no. 37 Tahun 2009 tentang Dosen

Pasal 18 
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural di luar perguruan tinggi.
(2) Penempatan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan bertugas sebagai dosen paling sedikit selama 8 (delapan) tahun.
(3) Selama menempati jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dosen yang bersangkutan
kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan kehormatan, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan.
(4) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila ditugaskan secara penuh di luar jabatan dosen.
(5) Dosen yang ditempatkan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditugaskan kembali sebagai dosen dan mendapatkan hak-hak dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Hak-hak dosen yang ditugaskan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan diberikan sebesar tunjangan dalam pangkat dan golongan terakhir pada jabatan sebagai dosen sebelum menempati jabatan struktural.

8. Edaran Sekjen no. 122303/A.A1/KP/2014: Kepatuhan Pejabat Negara Melaporkan Harta Kekayaan (LHKPN).
9. Edaran Sekjen no. 23053/A4/KP/2013: Edaran Sekjen Kemdikbud tentang PNS yang Menjadi Pejabat Negara.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA