Mengapa hal tersebut dapat terjadi mudik hari raya idul fitri

JAKARTA – Mudik lebaran memang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Bagi sebagian besar perantau, momentum terbaik untuk bertemu keluarga dan handai taulan di kampung halaman adalah saat merayakan Lebaran.

Tradisi mudik Lebaran sebenarnya mulai muncul pada tahun 1970-an. Saat itu Jakarta masih merupakan satu-satunya kota besar di Indonesia. Banyak orang dari berbagai daerah mengadu nasib ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik. Mereka ada yang bekerja di kantor-kantor pemerintah, kantor-kantor swasta, bekerja di pabrik dan berbagai industri, bahkan ada juga sebagai pekerja informal di berbagai bidang usaha, yang juga tumbuh sangat pesat saat itu.

Kian tahun, jumlah yang mudik lebaran semakin banyak dan menyebar ke berbagai kota dengan jumlah pemudik yang kian meningkat jumlahnya. Bahkan cerita tentang mudik di masa libur Lebaran di Indonesia ini telah menjadi fenomena migrasi manusia dari kota satu ke kota lainnya dalam jumlah yang sangat banyak, mencapai jutaan manusia, dan sangat fenomenal.

Belakangan, fenomena mudik lebaran tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim saja tetapi sudah menjadi tradisi tahunan yang tidak dapat dipisahkan dengan komunitas masyarakat Indonesia.

Lebaran Tahun Ini, Tidak Mudik

Berat jika melarang masyarakat Indonesia untuk tidak mudik. Mudik telah menjadi budaya dan tradisi yang begitu kental bagi masyarakat, semua kalangan. Maka jika ada pelarangan mudik, harus ada alasan yang rasional yang dapat diterima oleh masyarakat.

Kementerian Perhubungan, melalui Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan, melakukan survey untuk mengetahui seberapa besar pilihan masyarakat untuk melakukan perjalanan mudik lebaran jika Pemerintah tidak membolehkannya.

Dalam keterangan tertulis Kementerian Perhubungan akhir Maret 2021 lalu mengungkapkan, ternyata jumlahnya masing cukup signifikan, yaitu 11 persen masyarakat memilih untuk tetap mudik dan berlibur jelang atau pada hari H Lebaran meski Pemerintah tidak membolehkannya. Jika ditotal, jumlah 11 persen tersebut mencapai 27,6 juta jiwa dari populasi masyarakat Indonesia. Untuk daerah yang dituju, hasil survei yang dilakukan Balitbanghub tersebut menunjukkan Jawa Tengah menjadi tujuan mudik sebanyak 37 persen pemudik, Jawa Barat 23 persen dan Jawa Timur 14 persen. Sementara itu, jumlah masyarakat yang memutuskan untuk tidak mudik lebih besar yakni 89 persen.

Tidak mudik lebaran menjadi opsi Pemerintah untuk menekan mobilitas dalam rangka mengurangi penularan dan penyebaran Virus Covid-19.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas seperti yang dikutip berbagai media online menuturkan, mendukung keputusan Pemerintah untuk melarang masyarakat mudik pada Hari Raya Idul Fitri 2021 sebagai langkah yang tepat. Pernyataan tersebut disampaikan karena kasus Covid-19 belum melandai serta program vaksinasi masih jauh memenuhi target.

Masyarakat, lanjut Robikin, dapat bersilahturahmi bersama keluarga di masa pandemi ini dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Menurutnya komunikasi jarak jauh bisa dilakukan masyarakat saat ini, termasuk dalam silaturahmi dan merayakan Hari Raya Idulfitri.

Jangan Sampai Ada Lonjakan Kasus Covid-19

Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan pernah menyinggung data lonjakan kasus yang selalu terjadi pasca libur panjang pada 2020. Pertama, libur Idul Fitri tahun lalu yang menaikkan angka kasus harian hingga 93 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sampai 66 persen.

Kedua, libur panjang 22-23 Agustus 2020 yang menaikkan angka kasus sampai 119 persen dan meningkatkan tingkat kematian mingguan hingga 57 persen. Ketiga, libur panjang periode 28 Oktober sampai 1 November 2020 yang menaikkan kasus Covid-19 sampai 95 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan 75 persen. Terakhir, libur panjang akhir 2020 yang menaikkan angka kasus harian sampai 78 persen dan tingkat kematian hingga 46 persen.

Jumlah kasus harian Covid-19 terus menunjukkan penurunan sampai hari ini dengan penerapan PPKM level mikro. Pemerintah tidak ingin kelonggaran pada periode mudik Lebaran justru akan membalikkan kurva yang mulai menurun sejak Februari sampai hari ini.

Pemerintah juga menegaskan larangan mudik dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2021 tentang PPKM dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Masyarakat yang nekat mudik akan menjalani karantina mandiri di tingkat desa/kelurahan selama lima hari, serta biaya karantina dibebankan kepada masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota.

Pemerintah, melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN) telah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala mikro (PPKM Mikro) dari tanggal 22 April hingga 3 Mei 2021 di 25 Provinsi sebagai langkah untuk pengendalian Penyebaran Virus Covid-19.

Ke 25 Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua.

Penyesuaian Kebijakan Terkait Larangan Mudik Lebaran

Berkaca dari pengalaman pembatasan mudik Lebaran tahun terdahulu, Pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan terkait larangan mudik Lebaran. Perubahan aturan ini dilakukan untuk mengantisipasi siasat masyarakat yang memilih mudik lebaran lebih awal.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, seperti yang dilansir berbagai media nasional pada Selasa (20/4) tetap menekankan peniadaan mudik lebaran untuk menekan laju mobilitas penduduk yang dapat menyebabkan terjadinya kasus penularan Covid-19 di masyarakat.

Pemerintah, lanjut Wiku, meminta masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan mudik Lebaran tahun 2021 dan bisa belajar dari pengalaman lonjakan kasus setiap usai libur panjang pada 2020 lalu. Semakin kecil mobilitas antarwilayah yang dilakukan masyarakat, lanjut Wiku, maka upaya pencegahan penularan Covid-19 semakin optimal.

Larangan mudik sudah diatur pemerintah melalui SE Satgas Nomor 13 Tahun 2021 dan Adendum SE Satgas Nomor 13 Tahun 2021, sebagai upaya melindungi keluarga di kampung halaman terutama keluarga yang yang telah lanjut usia, yang rentan dengan penularan Covid-19.

Dukungan Kemenhub Pada Pencegahan Penularan Covid-19

Mudik lebaran identik dengan perjalanan dan mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan berbagai moda transportasi.

Kementerian Perhubungan jelas dan berkomitmen untuk turut mencegah meluasnya pandemi Covid-19 di seluruh Indonesia dengan menerbitkan peraturan dan Surat Edaran sebagai petunjuk pelaksanaan pengendalian transportasi dan syarat perjalanan penumpang selama musim mudik lebaran.

Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi penumpang untuk semua moda transportasi yaitu moda darat, laut, udara dan perkeretapian, dimulai dari tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Adapun untuk transportasi barang dan logistik tetap berjalan seperti biasa.

Ketentuan yang diatur dari pengendalian transportasi, yaitu meliputi hal-hal yang dilarang, pengecualian-pengecualian, pengawasan, dan sanksi. Serta diatur juga ketentuan mengenai pengendalian transportasi di wilayah aglomerasi. Pengecualian terhadap aturan ini diberlakukan antara lain untuk penumpang yang memenuhi kriteria khusus seperti perjalanan dinas, bekerja, atau kondisi mendesak seperti: melahirkan dan kondisi sakit. (IS/AS/HG/HT/JD)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi memperketat aktivitas perjalanan mudik lebaran tahun ini. Dalam sebuah edaran pemerintah memperluas periode pengetatan dan persyaratan bepergian. 

Aturan tersebut menegaskan maksud dari addendum (tambahan klausul) Surat Edaran ini adalah mengatur pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik (22 April - 5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei - 24 Mei 2021).

Melalui Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang peniadaan mudik hari raya Idul Fitri 1442 H.


Untuk itu pada 22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei akan diberlakukan masa berlaku surat tanda negatif untuk pelaku perjalanan, baik hasil Antigen atau PCR maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif GeNose dari tempat keberangkatan.

Kebijakan ini tentu saja menimbulkan serangkaian konsekuensi bagi sektor yang sangat bergantung pada mobilitas publik. Sektor transportasi baik darat (kereta api dan bus), laut (kapal) dan udara (maskapai pesawat terbang) masih akan tekor. 

Selama periode larangan mudik lebaran 2021 pendapatan operator bus terancam nihil. Aksi refund tiket juga marak terjadi. Pembatasan aktivitas mobilitas publik ini tentu saja juga berdampak ke sektor lainnya seperti pariwisata yang sudah menjadi korban selama satu tahun terakhir. Hotel-hotel terpaksa harus sepi pengunjung lagi kali ini.

Bagi perekonomian secara keseluruhan dampak pembatasan aktivitas mudik ini juga menimbulkan serangkaian konsekuensi. Aliran konsumsi berpotensi hanya terbatas pada kota-kota besar saja. Hal ini berarti perekonomian daerah yang biasanya bergeliat saat lebaran terancam tak kebagian jatah. 

Namun di sisi lain adanya kebijakan pencairan tunjangan hari raya (THR) secara penuh diharapkan mampu mendongkrak konsumsi masyarakat yang menjadi tulang punggung perekonomian domestik selama ini.

Pencairan THR secara full oleh pihak swasta maupun ASN, TNI dan Polri diharapkan bisa mengeliatkan sektor ritel yang sudah selama satu tahun terakhir konsisten berada di zona kontraksi. 

Momentum lebaran beserta adanya kebijakan pemerintah terkait kewajiban pencairan THR secara penuh juga direspons positif oleh pasar. Saham-saham di sektor ritel mulai beterbangan sepanjang bulan puasa ini.

Ada harapan bahwa uang THR akan dibelanjakan ke produk-produk berupa makanan hingga fashion sebagaimana yang terjadi selama ini dan menjadi tradisi di kalangan masyarakat Tanah Air sehingga bisa memberikan sedikit nafas bagi pebisnis ritel karena bisa mengerek pendapatan yang selama ini tertekan. 

Halaman Selanjutnya >> Saat Tak Ada Mudik Malah Ada Gratis Ongkir

Page 2

Tak mau sampai di THR saja, pemerintah juga memberikan stimulus lain. Tujuannya masih tetap sama yaitu untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Pemerintah akan turut bagi-bagi diskon gratis ongkos kirim saat Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) bulan Ramadan Ini.

Anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah senilai Rp 500 miliar. Nilai transaksi pada Harbolnas tahun ini ditargetkan naik hampir dua kali dari tahun lalu. Targetnya, transaksi bisa tembus Rp 20 triliun. Ekspektasi target tersebut dapat tercapai bisa dibilang cukup tinggi.

Namun dengan adanya stimulus dan kebijakan pencairan THR serta didukung dengan animo masyarakat yang selalu tinggi banyak yang optimis target transaksi dalam periode Harbolnas H-10 dan H-5 lebaran bisa tercapai. 


Sebagai informasi antusiasme masyarakat RI untuk berbelanja online terus meningkat yang tercermin dari kenaikan tajam nilai transaksi Harbolnas sejak pertama kali diluncurkan. Pada 2013 transaksi hanya mencapai Rp 740 miliar. Tahun lalu tembus Rp 11,6 triliun. Artinya ada peningkatan hingga 16x dalam 7 tahun.

Stimulus kali ini diharapkan bisa merembet ke berbagai sektor mata rantai ekosistem digital e-commerce seperti logistik, hingga uang elektronik. 

Ekonomi yang berbasis dengan mobilitas orang masih terpuruk. Sementara itu ekonomi digital akan semakin terakselerasi. 

Menyandang nama yang seksi dan keren, ekonomi digital Indonesia tumbuh dengan pesat meninggalkan kawan-kawannya di kawasan Asia Tenggara. Mengutip laporan e-Conomy SEA 2019 hasil studi Google, Temasek dan Bain & Company, ekonomi digital Indonesia tumbuh 49% per tahun sejak 2015-2019.

Indonesia jadi jawara di kawasan Asia Tenggara mengalahkan Malaysia, Filiphina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang tumbuh kurang dari 40% dalam lima tahun terakhir.

Hingga tahun 2019, nilai ekonomi digital Indonesia berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$ 40 miliar atau hampir 4% dari PDB nominal Indonesia tahun 2018 lalu. Ekonomi digital di Indonesia diprediksi akan terus tumbuh dan mencapai nilai US$ 133 miliar pada 2025.

Sampai di sini semakin jelas terasa bahwa ada sektor yang diuntungkan dan dirugikan oleh kebijakan pemerintah untuk melarang mudik kali ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(twg/twg)

Video liên quan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA