Mengapa durasi gerhana matahari lebih singkat dibanding gerhana bulan?

tirto.id - Bagaimana proses terjadinya gerhana bulan? Fenomena gerhana bulan ini adalah salah satu efek dari proses rotasi dan evolusi bumi dan bulan.

Kedua benda angkasa itu tidak mengeluarkan cahaya sendiri. Keduanya dapat memiliki sisi terang di separuh bagiannya karena mendapatkan pasokan cahaya dari sinar matahari.

Advertising

Advertising

Proses Terjadinya Gerhana Bulan

Pada waktu bulan berevolusi mengitari bumi selama sekitar 30 hari lamanya, kadang posisi antara matahari, bumi, dan bulan secara berurutan berada tepat dalam satu garis lurus. Akibatnya, bulan tidak mendapatkan cahaya dari matahari akibat tertutup bulatan Bumi.

Dalam keadaan itulah terjadi gerhana bulan. Menurut Modul Bumi Tempat Kita Hidup (Kemendikbud 2017), gerhana bulan yaitu gerhana yang terjadi akibat bayang-bayang bumi menutupi bulan. Diameter bumi lebih besar dari bulan sehingga seluruh bulatan bulan tertutup bayangan bulatan bumi.

Proses tertutupnya bulan oleh bayangan bumi ini berlangsung kurang lebih 1 jam 40 menit. Wilayah bumi yang berada di waktu malam akan dapat menyaksikan gerhana bulan. Kendati begitu, wilayah-wilayah itu mungkin mendapati gerhana bulan dengan jenis berlainan.

Baca juga: Fakta Sejarah Gerhana Bulan: Pertama, Terlama, Sampai Tergelap

Jenis Gerhana Bulan

Mengutip dari laman Sumber Belajar Kemendikbud, gerhana bulan dapat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gerhana bulan total, gerhana bulan sebagian, dan gerhana bulan penumbra.

Gerhana Bulan Total

Gerhana bulan total akan terjadi apabila posisi bulan tepat berada di daerah umbra atau di dalam bayangan bumi yang gelap. Pada gerhana ini fase-fase bulan dapat diamati secara lengkap mulai dari bulan sebagian ke bulan sabit, lalu memerah karena masih ada cahaya matahari yang diteruskan ke bumi.

Gerhana Bulan Sebagian

Sementara itu pada gerhana bulan sebagian, bayangan bulan ada di dua bagian. Satu bagian menempati umbra bumi dan bagian lain berada di penumbra. Sewaktu gerhana bulan terjadi maka sebagian fisik bulan memerah dan gelap, lalu di pada sisi lain terlihat normal.

Gerhana Bulan Penumbra

Pada tipe gerhana bulan penumbra, seluruh bayangan bulan berada di dalam bagian penumbra bumi. Akibatnya, seluruh bagian bulan masih dapat terlihat, tetapi dengan warna suram. Untuk mengamatinya harus memakai alat khusus.

Pada pemaparan jenis-jenis gerhana bulan tersebut, yang dimaksud umbra adalah bagian yang sangat gelap pada saat terjadi gerhana bulan dan merupakan bayangan inti yang berada di bagian tengah. Sementara penumbra adalah bayangan kabur yang terjadi pada saat gerhana bulan.

Baca juga: Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Geografi dan Penjelasannya

Siklus Gerhana Bulan

Para astronom atau pun peminat kejadian astronomi lebih banyak mengamati dan meneliti jenis gerhana matahari total dan sebagian. Gerhana bulan penumbra kurang banyak diminati karena jarang sekali terjadi. Dan, gerhana bulan memiliki siklus yang lebih sering terjadi ketimbang gerhana matahari.

Dalam satu tahun, gerhana bulan dimungkingkan muncul dua sampai tujuh kali. Hal ini membuat kejadiannya cukup dinantikan. Sebaliknya, siklus gerhana matahari memiliki periode terlihat selama 200 tahun sekali.

Rekor kejadian gerhana bulan dicapai pada tahun 1982 dengan hadirnya tiga kali gerhana bulan total. Sementara itu pada kurun 2009 sampai 2015 telah terjadi 17 gerhana bulan dengan rincian 7 kali gerhana bulan total, empat kali gerhana sebagian, dan enam kali gerhana bulan penumbra.

Tanggal 28 Juli 2018 berlangsung gerhana bulan dengan durasi paling lama yang pernah terjadi dan belum akan terulang lagi hingga seabad ke depan. Gerhana bulan total saat itu berlangsung selama 103 menit dan dapat dilihat di seluruh wilayah Indonesia, dari Aceh sampai Papua.

Lamanya durasi gerhana bulan ini bahkan sudah dapat diprediksi sebelumnya. “Diperkirakan gerhana mulai dari pukul 00.13 WIB dan berakhir pada pukul 06.30 WIB. Puncaknya terjadi pada pukul 03.00 hingga 04.13 WIB, durasinya cukup lama kurang lebih 103 menit," kata Kepala BMKG Manokwari, Denny Putiray, di Papua Barat, Rabu (4/7/2018).

Baca juga: Sejarah BMKG: Gonta-Ganti Nama Dari Zaman Belanda Hingga Era SBY

Deni menambahkan, pada puncak gerhana bulan tanggal 28 Juli 2018 itu, bulan akan terlihat berwarna kemerah-merahan. Kondisi ini akan berlangsung cukup lama bahkan menjadi gerhana bulan terlama sepanjang abad ini.

Gerhana Bulan Tergelap

Dikutip dari Sciencenewsforstudents, dalam beberapa kejadian gerhana bulan, warna bulan bisa menjadi semakin gelap lantaran erupsi gunung berapi. Inilah yang terjadi saat berlangsungnya gerhana bulan pada 21 Januari 2019 lalu.

Warna bulan menjadi lebih gelap karena beberapa pekan sebelumnya terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau. Letusan yang diikuti oleh gelombang tsunami ini mengirimkan abu vulkanik hingga ketinggian 16 kilometer. Lantaran posisi matahari di selatan bumi, abu letusan menghalangi cahaya bulan sehingga bulan terlihat lebih gelap.

Baca juga: Sejarah Tsunami Anyer dan Letusan Gunung Krakatau 1883

Namun, gerhana bulan tergelap sepanjang sejarah pernah terjadi jauh sebelumnya yang juga disebabkan oleh letusan gunung berapi di Indonesia. Dikutip dari Kompas (5/4/2015), erupsi besar Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 1815 mengirimkan material dalam jumlah besar ke angkasa.

Akibatnya, gerhana bulan total yang terjadi tanggal 10 Juni 1816 menjadi gerhana bulan tergelap sepanjang sejarah. Tak ada warna merah seperti lazimnya karena bulan benar-benar hilang dan bumi menjadi gelap-gulita selama beberapa saat.

Baca juga: Penjelasan BMKG Soal Gerhana Matahari Cincin

Baca juga artikel terkait GERHANA BULAN atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/ibn)

Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Ibnu Azis Kontributor: Ilham Choirul Anwar

  • 02 Januari 2020
  • 7471
  • Share

Seperti yang kita ketahui pada tanggal 26 Desember 2019 terjadi fenomena alam yang jarang terjadi di Indonesia, yaitu Gerhana Matahari Cincin (GMC).

GMC melewati sebagian wilayah di Indonesia seperti Padang Sidempuan, Duri, Batam, Siak, Karimunbesar, Tanjung Batu, Bintan, Tanjung Pinang, Singkawang, Pemangkas dan Sambas. Sementara itu, wilayah yang lainnya akan mengalami gerhana matahari sebagian (GMS). GMS bisa terlihat dari seluruh wilayah Indonesia, tergantung lokasi pengamatan. Di Jakarta sendiri, piringan matahari mencapai 72% dengan puncak gerhana sekitar pukul 12.36 WIB.

Gerhana matahari terjadi ketika Matahari - Bulan - Bumi berada pada satu garis lurus. Namun kesegarisan ini tidak terjadi setiap saat karena orbit Bumi mengelilingi Matahari tidak satu bidang dengan orbit Bulan mengelilingi Bumi, melainkan miring sekitar 5,1 derajat terhadap ekliptika. Karena kemiringan orbit Bulan inilah, gerhana Matahari hanya terjadi pada momen Matahari dekat dengan titik simpul orbit Bulan mengelilingi Bumi terhadap ekliptika (bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari). Jadi, tidak setiap fase bulan baru, Bulan berada tepat sejajar dengan Bumi dan Matahari. Ada kalanya bayangan Bulan melintas di atas atau di bawah Bumi sehingga tidak terjadi gerhana.

Seandainya orbit Bulan dan Matahari sebidang, setiap satu bulan sekali akan terjadi gerhana Matahari dan gerhana Bulan silih berganti. Namun karena kenyataannya tidak demikian, maka kita harus menunggu konfigurasi yang tepat saat Bulan dan Matahari, dilihat dari Bumi, bertemu di titik pertemuan bidang ekliptika dengan bidang orbit Bulan.

Jika dibandingkan dengan Bumi, ukuran Bulan jauh lebih kecil. Selain itu jaraknya juga jauh. Oleh karena itu, saat gerhana Matahari hanya sebagian saja area di Bumi yang berada dalam umbra dan mengalami gerhana.

Gerhana Matahari dengan geometri yang persis sama di setiap gerhana akan terjadi lagi dalam rentang 18 tahun 11 hari 8 jam. Siklus ini dinamai siklus Saros. Gerhana yang terjadi dalam satu siklus Saros akan terjadi di titik simpul orbit yang sama dengan bulan berada pada jarak yang sama dari bumi dan di waktu yang sama. Lokasi terjadinya gerhana dalam satu siklus Saros akan bergeser atau tidak di lokasi yang sama.

Satu siklus Saros berlangsung selama 1226 - 1550 tahun dan terdiri dari 69 - 87 gerhana yang merupakan perpaduan gerhana sebagian, total, cincin, dan hibrida. Dari keseluruhan gerhana dalam satu siklus Saros, terdapat 40 - 60 perpaduan gerhana total, cincin, dan hibrida. 

Untuk gerhana matahari total (GMT), rata-rata GMT akan terjadi pada lokasi yang sama di bumi hanya satu kali dalam 375 tahun dengan durasi yang bisa lebih pendek atau lebih lama. Namun, waktu tersebut hanya perhitungan statistik. Pada kenyataannya, satu lokasi yang sama bisa mengalami GMT kurang dari 375 tahun atau bahkan bisa menunggu lebih dari 1000 tahun untuk mengalami kembali GMT. 

sumber: langitselatan.com

#GerhanaMatahariCincin 
#GMC26Desember2019 #PengamatanGMC #GerhanaMatahari #FenomenaSains #Kemenristek #RistekBRIN #PusatPeragaanIptek #PPIPTEK #IndonesiaScienceCenter #Indonesia

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA