Mengapa bhinneka tunggal ika berperan dalam menciptakan persatuan bangsa Indonesia brainly

Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara Indonesia, yang tertulis pada pita burung Garuda Pancasila. Secara konstitusional, semboyan negara diatur dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.

Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Berdasarkan jurnal berjudul "Kajian Analitik Terhadap Semboyan Bhinneka Tunggal Ika” karya I Nyoman Pursika, menjelaskan tentang sejarah semboyan negara.

Kata Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kutipan kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Semboyan negara ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata "Bhinneka" artinya beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "Tunggal" artinya satu. Sedangkan "Ika" artinya itu.

Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan menjadi “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.

Semboyan ini dipakai sebagai gambaran persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia sendiri terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Fungsi mendasar Bhinneka Tunggal Ika adalah landasan persatuan dan kesatuan. Pada dasarnya setiap kelompok memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Peran semboyan negara untuk membentuk dan menamkan pada masyarakat tentang keberagaman sehingga tidak memicu konflik.

Advertising

Advertising

Baca Juga

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang dirinya sebagai individu atau kelompok masyarakat. Kelompok ini menjadi satu kesatuan dalam masyarakat luas. 

2. Sifat pluralistik

Bangsa Indonesia bersifat plural ditinjau dari keragaman agama, budaya, dan suku. Meski berbeda diperlukan menjalin kerukunan, toleran, dan saling menghormati. Sehingga tidak ada orang yang memandang remeh pihak lain. Contoh saling membantu ketika terkena musibah. 

3. Tidak mencari menangnya sendiri

Mengutip dari jurnal "Peranan Pancasila Dan Bhineka Tunggal Ika Dalam Menanggulangi Politik Identitas" karya Rizal Habi Nugroho penerapan semboyan untuk menghormati dan menghargai pihak lain. Menghargai ini bisa menerima dan memberi pendapat dalam kehidupan yang beragam.

4. Musyawarah

Musyawarah membentuk kesatuan dan mencapai mufakat. Dalam hal ini ada istilah common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih untuk mencapai mufakat. Beberapa kelompok bisa menemukan solusi dari musyawarah.

5. Rasa kasih sayang dan rela berkorban

Bhineka Tunggal Ika perlu dilandasi rasa kasih sayang kehidupan bangsa dan negara. Tanpa kasih sayang dan rela berkorban tanpa pamrih kesatuan tidak terwujud.

6. Toleran dalam perbedaan

Toleran menjadi pandangan untuk menumbuhkan rasa saling menghormati, menyebarkan kerukunan, dan menyuburkan toleransi pada individu.

Baca Juga

Dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai keragaman yang membuat masyarakat bisa bersatu dan kompak. Mengutip buku "Keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada berbagai macam keberagaman, yaitu:

1. Keberagaman Suku

Dari ensiklopedia Indonesia, suku bangda adalah kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang memiliki garis keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya.

Kelompok suku ini mmeiliki kesamaan dalam sejarah, sejarah atau keturunan, bahasa, sistem nilai, adat istiadat, serta tradisi. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki kesatuan budaya dan terikat kesadaran akan identitas.

Contoh suku di Indonesia garis keturunan ayah (paternalistik) adalah suku Jawa dan suku Batak. Suku yang mengikuti garis maternalistik (ibu/perempuan) contohnya Suku Minangkabau.

2. Keberagaman Agama

Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar dan ideologi negara. Di Indonesia, agama berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Negara memberikan jaminan untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Jaminan beragama ada di pasal 29 ayat (2) UUD negara RI tahun 1945. Di Indonesia ada 6 agama resmi yang diakui Pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

3. Keberagaman Ras

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ras adalah goolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik, dan rumpun bangsa. Ras dikelompokan dari bentuk badan, muka, hidung, dan warna kulit.

Contoh ras di Indonesia adalah ras Mongoloid, di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Ras Melanesoid banyak tinggal daerah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu di Indonesia ada keturunan ras Ras Asiatic Mongoloid seperti orang-orang Tionghoa, Jepang, dan Korea.

4. Keberagaman Antargolongan

Golongan merupakan kelompok dalam masyarakat yang beragam. Dalam sosiologi dikenal istilah Stratifikasi Sosial. Istilah ini adalah pengelompokan masyarakat dalam kelas-kelas sosial tertentu.

Meski terjadi keberagaman antar golongan, adanya semboyan negara dapat menorong kerukunan, persatuan dan kesatuan bangsa. Keberagaman antargolongan bisa menumbuhkan kesadaran bagi setiap warga negara.

Contoh keberagaman golongan adalah bantuan perusahaan memberi bantuan pada pengusaha kecil yang terdampak Covid-19. Kelompok mahasiswa memberikan buku gratis dan ilmu pada anak yatim piatu.

5. Integrasi Nasional

Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa. Dalam jurnal "Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Benteng Terhadap Risiko Keberagaman Bangsa Indonesia" yang diterbitkan Institut Agama Islam Negeri Kudus, identitas nasional sebagai wujud usaha mempersatukan keberagaman serta pencegahan konflik.

Bentuk identitas nasional seperti:

  • Ideologi negara adalah Pancasila.
  • Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia.
  • Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
  • Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika.
  • Bendera negara yaitu Sang Merah Putih.
  • Hukum dasar negara (konstitusi) adalah UUD 1945.
  • Bentuk negara dan pemerintahan adalah Republik.
  • Beragam kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.

Polhukam, Jakarta – Salah satu modal penting dalam mewujudkan Indonesia yang damai, maju dan modern, serta anti radikalisme adalah adanya persatuan dan kesatuan bangsa. Tentunya masih ada pihak yang menyatakan bahwa pembinaan persatuan dan kesatuan Indonesia sudah tidak diperlukan lagi karena seolah-olah hanya dalih untuk membatasi ruang gerak masyarakat sejak masuk Era Reformasi dan demokrasi.

“Menurut mereka, persatuan dan kesatuan bangsa akan lestari dengan sendirinya. Oleh karena itu, kita tidak boleh lengah dan merasa bahwa persatuan Indonesia itu take it for granted yang selalu utuh dan lestari tanpa upaya pembinaan, kita semua harus memiliki persepsi yang sama bahwa persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dibina,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Arief P Moekiyat, dalam Forum Koordinasi dan Sinkronisasi ‘Dengan Semangat Bhineka Tungal Ika Kita Cegah Radikalisme Guna Memperkokoh Ideologi Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Berbangsa’ di Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Dikatakan, NKRI ini diperjuangkan dan dibangun oleh para pendiri bangsa dan para pejuang kemerdekaan karena sadar bahwa masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama, golongan, ras, dan budaya dengan Ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, serta memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika. “Saya mengajak semua elemen bangsa untuk terus menjalin tali persaudaraan dan menegakkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Arief.

Terkait penanganan terhadap radikalisme dan terorisme, Arief menegaskan bahwa Kemenko Polhukam bersama dengan Polri, TNI, BIN, dan BNPT, serta K/L terkait lainnya, memiliki komitmen tinggi untuk melakukan berbagai langkah pencegahan dan penanganannya. Pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendirian dan membutuhkan peran dari seluruh elemen bangsa, masyarakat, diantaranya tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.

“Untuk itu, Kemenko Polhukam melaksanakan kegiatan hari ini dengan melibatkan berbagai elemen untuk mencari solusi terbaik penanganan radikalisme,” kata Arief.

Radikalisme adalah suatu gerakan yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrim. Radikalisme merupakan tindakan/faham yang mempunyai akar dan jaringan yang kompleks, sehingga tidak mungkin hanya bisa didekati dengan pendekatan keras berupa penegakan hukum dan intelijen, maupun tindakan respresif lainnya, namun juga harus ditangani dengan pendekatan wawasan kebangsaan, kewaspadaan nasonal, serta persatuan dan kesatuan bangsa melalui pendekatan persuasif dengan instrument Ideologi Pancasila dan moderasi beragama.

“Forum ini menjadi sangat penting dan bermanfaat untuk terus meneguhkan komitmen dan semangat diantara kita di dalam mencegah dan memberantas radikalisme, juga merupakan inisiatif yang konstruktif untuk terus menggunakan spirit gotong royong antar berbagai pihak, sebagai kontribusi terhadap upaya untuk menciptakan Indonesia yang damai serta anti radikalisme,” kata Arief.

Di tempat yang sama, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ir. Hamli mengatakan bahwa radikal ini bukan soal agama. Berdasarkan penelitian Alvara, ada tiga kelompok masyarakat di Indonesia. Kelompok pertama (39,43%) merupakan kelompok yang menyatakan jika Pancasila tidak bertentangan dengan agama Islam dan dalam bermasyarakat tidak harus memperhatikan norma dan adat yang berlaku.

Kelompok kedua (42,47%) menyatakan Islam adalah agama yang cinta damai dan insklusif, dan mendukung Perda Syariah diterapkan di Indonesia. Sedangkan kelompok ketiga (18,10%) menyatakan, kekerasan diperlukan untuk menegakkan amar ma’aruf nahi mungkar, pemimpin Kelurahan hingga Presiden harus dari kalangan muslim, dan cenderung setuju dengan konsep khilafah.

“Berdasarkan catatan yang kami miliki, pelaku teroris ada sekitar 2 ribu, sekitar 500 orang berada di Lapas dan sisanya masih di luar. Ini belum ditambah dengan yang berangkat ke ISIS ada sekitar 1.500an, mereka ini orang yang sudah jadi semua,” katanya.

Oleh karena itu, Hamli mengatakan harus ada perlawanan dalam bentuk counter narasi. Sehingga mereka yang sudah terdoktrin dapat bisa dikembalikan. “Ada tiga cara yang kami lakukan yaitu soft approach, hard approach dan kerja sama antar negara,” katanya.

Baca juga:  Birokrasi Harus Mampu Menjadi Katalisator Perubahan

Semenatar itu, Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan Dirjen Polpum Kemendagri, Praba Eka Soesanta mengatakan, Indonesia tidak akan ada kalau tidak ada perbedaan. Menurutnya, tidak boleh ada mayoritas dan minoritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air ini.

Direktur Pembudayaan BPIP, Irene Camelyn Sinaga mengatakan, Pancasila merupakan roso. Menurutnya, masalah radikal ini menjadi sulit untuk ditekan ketika sudah dibawa ke luar publik. “Oleh karena itu, kami bertekad untuk membaliknya yaitu menciptakan radikalisme untuk mencintai Pancasila, bagaimana hidup dengan Pancasila,” katanya.

Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA