Ketika mengungkapkan pendapat atau pikiran dalam teks editorial tentunya harus dilengkapi dengan

Ilustrasi teks editorial. (Photo by Thought on Unsplash)

Bola.com, Jakarta - Teks editorial ialah kolom khusus berupa opini tim penulis dan penyusun berita untuk menanggapi suatu isu yang sedang terjadi di dalam lingkungan masyarakat.

Isu yang dimuat bisa meliputi masalah politik, masalah sosial, juga masalah ekonomi. Walau berupa opini atau pendapat, penulisan teks editorial dilengkapi dengan bukti, fakta, dan argumentasi yang logis.

Dengan begitu, apa yang dikemukakan mampu memberikan wawasan dan dampak bagi pembaca. Penulisan teks ini tergolong nyata adanya, bukan mengada-ada.

Teks editorial umumnya ada di sebuah koran, majalah atau media online. Dalam beberapa koran atau media, teks editorial disebut sebagai tajuk rencana.

Pada penulisan teks editorial tidak boleh sembarangan, melainkan harus memenuhi peraturan yang berlaku. Untuk memahami lebih dalam tentang teks editorial, perlu diketahui juga manfaat, fungsi, ciri, struktur, kaidah kebahasaan, dan contohnya.

Berikut ini pembahasan mengenai teks editorial secara lengkap yang perlu diketahui, dikutip dari laman Penerbitdeepublish dan Gurupendidikan, Senin (6/9/2021).

Kylian Mbappe, Neymar dan 3 Pemain Muda Penerus Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo di Ballon D'Or

1. Manfaat teks editorial

  • Memberikan informasi kepada pembaca.
  • Bermanfaat untuk merangsang pemikiran pembaca.
  • Teks editorial terkadang mampu menggerakkan pembaca untuk bertindak.

2. Fungsi teks editorial

  • Fungsi tajuk rencana umumnya menjelaskan berita dan akibatnya pada masyarakat.
  • Memberi latar belakang dari kaitan berita tersebut dengan kenyataan sosial dan faktor yang memengaruhi dengan lebih menyeluruh.
  • Terkadang ada analisis kondisi yang berfungsi untuk mempersiapkan masyarakat akan kemungkinan yang bisa terjadi.
  • Meneruskan penilaian moral mengenai berita tersebut.

3. Ciri-ciri teks editorial

  • Topik tulisan teks editorial selalu hangat (sedang berkembang dan dibicarakan secara luas oleh masyarakat), bersifat aktual dan faktual.
  • Teks editorial bersifat sistematis dan logis.
  • Teks editorial merupakan sebuah opini atau pendapat yang bersifat argumentatif.
  • Teks editorial menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan  menggunakan kalimat yang singkat, padat dan jelas.

4. Struktur teks editorial

- Pernyataan pendapat (tesis)

Bagian yang berisi sudut pandang penulis tentang masalah yang dibahas, biasanya berisi sebuah teori yang akan diperkuat oleh argumen.

- Argumentasi

Merupakan alasan atau bukti yang digunakan guna memperkuat pernyataan dalam tesis. Argumentasi yang diberikan dapat berupa pertanyaan umum/data hasil penelitian, pernyataan para ahli, maupun fakta-fakta berdasarkan referensi yang bisa dipercaya.

- Pernyataan/Penegasan ulang pendapat (Reiteration)

Merupakan bagian yang berisi penegasan ulang pendapat yang didukung oleh fakta di bagian argumentasi guna memperkuat/menegaskan. Penegasan ulang berada di bagian akhir teks.

5. Kaidah kebahasaan teks editorial

  • Adverbia, yaitu ditujukan supaya pembaca meyakini teks yang dibahas, dengan menegaskan menggunakan kata keterangan (adverbia frekuentatif), kata yang umumnya digunakan yaitu, selalu, biasanya, sering, kadang-kadang, sebagian besar waktu, jarang, dan sebagainya.
  • Konjungsi, yaitu kata penghubung pada teks, contohnya, bahkan.
  • Verba material, yaitu verba yang menjelaskan perbuatan fisik/peristiwa.
  • Verba relasional, yakni menerangkan hubungan intensitas (pengertian A adalah B) dan milik (mengandung pengertian A mempunyai B).
  • Verba mental, yaitu verba yang menerangkan persepsi (misalnya melihat, merasa), afeksi (misalnya senang, suka dan khawatir), dan kognisi (misalnya berpikir, paham dan mengerti), pada verba mental terdapat partisipan pengindra (senser) dan fenomena.

6. Contoh teks editorial

Langkah pemerintah dalam membentuk Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin COVID-19 pada pekan lalu memperlihatkan bahwa pemerintah mengandalkan ketersediaan vaksin sebagai jalan keluar dari pandemi ini. Tim yang terdiri dari sederet menteri, lembaga riset, perguruan tinggi, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan bertugas hingga 31 Desember tahun depan.

Namun, terdapat sejumlah masalah mendasar dari kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, tugas dan fungsinya dapat tumpang tindih dengan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah dibentuk oleh Presiden. Meskipun masih sama-sama dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato, keberadaan tim ini berpotensi menghambat birokrasi. Apalagi masyarakat juga belum melihat hasil kerja nyata komite di lapangan.

Kedua, keberadaan tim tersebut juga berpotensi berbenturan dengan tugas Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang dipimpin oleh Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional. Selain menghasilkan rapid test (tes cepat COVID-19) dan ventilator, konsorsium ini juga sedang mengembangkan vaksin Merah Putih bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute. Sebetulnya, pemerintah bisa saja cukup menugasi konsorsium ini untuk melaksanakan instruksinya perihal percepatan pengembangan vaksin.

Selain itu, ruang lingkup tim ini tidak terlalu jelas. Pembuatan vaksin yang mumpuni pastinya memerlukan waktu yang tidak sedikit dan tidak boleh terburu-buru. Misalnya, masyarakat tentunya tidak mau percepatan pengembangan vaksin Merah Putih malah memicu pertanyaan dunia riset global akan kredibilitasnya yang bahkan pemerintahnya saja terkesan tidak percaya dan membentuk tim lain untuk melakukannya.

Kemudian, Pemerintah seharusnya sangat paham bahwa uji klinis tahap ketiga adalah tahap paling penting dari perancangan vaksin atau obat. Uji klinis fase terakhir ini tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. AstraZeneca dan Universitas Oxford bahkan terpaksa menghentikan uji klinis buatan mereka ketika menemukan peserta uji klinis di Inggris mengalami efek samping yang serius. Sehingga, rasanya tidak akan banyak yang bisa dilakukan oleh tim nasional bentukan Presiden ini.

Penegasan ulang

Daripada hanya mengandalkan vaksin saja, sebaiknya pemerintah bisa memperbaiki kapasitas pengetesan dan pelacakan pasien suspect. Melalui berbagai pusat layanan kesehatan sebetulnya pemerintah dapat memperbaiki kualitas pengobatan pasien dan kesiapan tenaga medis agar angka kematian pasien COVID-19 tidak terus meningkat.

Tanpa upaya terpadu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, tumpuan harapan pada satu solusi saja bisa dapat berujung pada masalah baru. Terutama jika waktu pengembangan vaksin jauh lebih lama dari apa yang dijanjikan oleh pemerintah. Pemerintah tidak boleh menyimpan semua telur dalam satu keranjang, upaya pengendalian wabah secara holistik dan ketat harus tetap dilakukan melalui berbagai sudut.

Sumber: penerbitdeepublish.com, gurupendidikan.co.id

Yuk, baca artikel pengertian lainnya dengan mengeklik tautan ini.

Lihat Foto

ISTIMEWA

Sampul buku Zaman Keemasan Soeharto, Tajuk Rencana Harian Surabaya Post 1989-1993 (Penerbit Buku Kompas, 2013) karya DH Assegaff.

KOMPAS.com - Menyampaikan atau mengungkapkan pendapat jadi hal lumrah di negara demokratis, seperti Indonesia.

Pendapat dapat disampaikan melalui teks. Salah satu cara untuk menyampaikan pendapat tersebut disebut juga teks editorial atau opini. Teks editorial adalah berisi analisis subjektif berdasarkan fakta dan data.

Teks editorial dapat sering kita jumpai dalam surat kabar, media online, atau majalah. Teks editorial yang terdapat dalam media biasa juga disebut tajuk rencana.

Teks tersebut berisi pandangan redaksi mengenai isu yang diangkat dalam pemberitaan. Sementara, ruang untuk menyampaikan pendapat pribadi biasa terdapat dalam rubrik khusus opini.

Terdapat dua macam teks opini, yaitu opini analitis dan opini hortatoris. Opini analitis berkenaan dengan konsep atau teori tentang sesuatu.

Sedangkan opini hortatoris berkenaan dengan tindakan yang perlu dilakukan atau kebijakan yang perlu dibuat.

Baca juga: Ciri-ciri Teks Berita

Ciri-ciri teks editorial

Sementara ciri-ciri teks editorial antara lain:

  • bersifat aktual dan faktual. Tulisan mengangkat topik yang hangat, sedang berlangsung, atau banyak dibicarakan masyarakat secara luas
  • sistematis dan logis
  • berisi argumentasi (argumentatif) karena pada dasarnya teks editorial adalah pendapat
  • menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas agar menarik dibaca.

Dalam menulis atau menyusun teks editorial terdapat struktur yang membangunnya. Struktur teks editorial atau opini, yaitu:

Tesis disebut juga pernyataan pendapat. Biasanya berisi sebuah teori yang akan diperkuat oleh argumen. Pada bagian ini penulis menyampaikan sudut pandang tentang masalah yang dibahas.

Argumentasi merupakan bukti atau alasan untuk memperkuat pernyataan dalam tesis. Argumentasi dapat berupa pertanyaan umum/data hasil penelitian, pernyataan para ahli, maupun fakta-fakta berdasarkan referensi yang bisa dipercaya.

Reiterasi (reinteration) atau disebut pernyataan atau penegasan ulang pendapat. Bagian ini berisi penegasan ulang pendapat. Penegasan ulang biasa berada di bagian akhir teks.

Baca juga: Kaidah Kebahasaan Teks Berita

Kaidah kebahasaan teks editorial

Melansir Teks dalam Kajian Struktur dan Kebahasaan (2017), selain ciri dan struktur, teks editorial juga memiliki kaidah kebahasaan. Kaidah kebahasaan teks editorial antara lain:

  • Adverbia: kata keterangan. Ditujukan agar pembaca meyakini teks yang dibahas, dengan menegaskan menggunakan kata keterangan (adverbia frekuentatif).
  • Konjungsi: kata penghubung pada teks.
  • Verba Material: verba yang menunjukkan perbuatan fisik atau peristiwa.
  • Verba Relasional: verba yang menunjukkan hubungan intensitas dan kepemilikan.
  • Verba Mental: verba yang menerangkan persepsi (conothnya “melihat”, atau “merasa”), afeksi (contohnya “suka” atau “khawatir”), dan kognisi (contohnya “berpikir” atau “memahami”).

Lihat Foto

KOMPAS.com/BAMBANG P. JATMIKO

Ilustrasi

Mari belajar menulis teks editorial atau opini. Agar lebih mudah, kita dapat menyusun teks editorial singkat dengan mengacu pada strukturnya.

Tesis

Angkat satu tema yang sedang berlangsung atau ramai dibicarakan orang. Kalian dapat mencarinya melalui pembicaraan di media sosial atau berita. Kita ambil contoh dengan tema penanganan Covid-19. Maka penulisan bisa jadi seperti berikut:

Pandemi Covid-19 belum juga reda hingga pengujung tahun. Masyarakat mempertanyakan kinerja menteri. Semakin hari protokol kesehatan dilonggarkan padahal angka kematian terus bertambah. Bisa jadi pemerintah kurang becus menangani pandemi. Hal ini bisa membuat rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin berkurang

Argumentasi

Pendapat yang kita ungkapkan dalam tesis hanya jadi bualan belaka bila tidak disertai data dan fatka. Maka untuk menulis teks editorial, kita perlu menyuguhkan data dan fakta. Berikut contohnya:

Berdasarkan suvei Litbang Kompas pada 7 sampai 11 Juli 2020 587 responden dari 23 provinsi, ada hasil cukup signifikan soal tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menteri. Sebanyak 71,1 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja jajaran menteri terkait penyediaan fasilitas kesehatan. Sedangkan 75,1 persen responden tidak puas dengan penyaluran bantuan sosial. 87,8 persen menyatakan ketidakpuasannya terhadap kinerja menteri.

Baca juga: Fakta dan Opini: Arti dan Ciri-cirinya

Kekurangan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan hingga sulitnya masyarakat mendapatkan masker pada awal pandemi mendorong rasa ketidakpuasan publik pada bidang kesehatan. Penyerahan bantuan yang belum merata dan tidak tepat sasaran menjadi salah satu penyebab yang mendorong rasa ketidakpuasan publik.

Data kepuasan masyarakat tersebut berhubungan juga dengan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pemerintah kurang serius sejak awal kemunculan pandemi. Kita tidak akan pernah lupa bahwa beberapa jajaran pemerintah menyepelekan pandemi dengan menyuguhi publik guyonan basi.

Reinterasi

Di bagian akhir, kita pertegas lagi gagasan yang ingin kita sampaikan. Sebutkan kembali tesis di awal tulisan dengan dikuatkan data pada argumentasi.

Maka, tidak seharusnya protokol kesehatan dilonggarkan selama pandemi masih ada. Pemerintah tidak seharusnya memikirkan untung rugi dalam menangani Covid-19. Lebih lagi, pemerintah dan menteri harus memperbaiki komunikasi ke publik agar membangun kembali rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA