Kenapa disebut bulan suci ramadhan

Mom's Life

Muhayati Faridatun   |   Haibunda

Rabu, 14 Apr 2021 10:28 WIB

Jakarta -

Ramadhan sering kali kita sebut sebagai bulan yang suci. Bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah ini juga disebut dengan bulan kemenangan. Apa sebabnya?

Sebelum itu, Bunda perlu tahu juga, Ramadhan adalah bulan bagi tamu yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT). Bulan ini begitu dinantikan umat Muslim di segala penjuru dunia karena penuh keberkahan. Demikian dijelaskan Prof. Dr. Masyithoh Chusnan, M.Ag.

"(Ibadah) apa saja yang kita lakukan, sebesar apapun, maka akan dilipatgandakan oleh Allah," ujar Prof. Masyithoh.

Karena itu, Bunda dan keluarga dianjurkan untuk menggiatkan ibadah di bulan Ramadhan. Selain berpuasa, umat Muslim menjalankan ibadah-ibadah lain yang pahalanya telah dijanjikan oleh Allah akan berlipat ganda. Termasuk tidur, Bunda. Kenapa?

Menurut penjelasan Prof. Masyithoh, badan akan kembali bugar setelah tidur, lalu bisa melakukan ibadah lain seperti salat tarawih dan salat malam. Jadi, jangan sampai menganggap ibadah di bulan Ramadhan hanya berpuasa ya, Bunda.

"Ada juga tadarus Al Qur'an, yang betapa banyak pahalanya. Kemudian juga berbuat baik sesama manusia akan diberi pahala yang luar biasa," tuturnya.

Prof. Masyithoh lalu menjelaskan, kenapa Ramadhan disebut juga dengan bulan kemenangan. "Bagi mereka yang telah melalui Ramadhan dengan penuh perjuangan, ibadah maksimal siang dan malam, maka ketika sampai di akhir (bulan), dia akan memperoleh kemenangan karena meraih apa yang sudah diperjuangkan sesuai tujuan dan targetnya."

Ia menambahkan, itulah sebabnya ketika Idul Fitri, umat Muslim yang sudah melewati Ramadhan akan memperoleh kemenangan. Lebih lanjut, Prof. Masyithoh memaparkan empat keistimewaan bulan Ramadhan menurut sabda Rasulullah.

Bunda ingin tahu penjelasannya? Tonton langsung dalam video Muslimahpedia HaiBunda bersama 'Aisyiyah di bawah ini.

(muf/muf)

Simak Video di Bawah Ini, Bun:

Menjelang bulan suci Ramadhan banyak orang menyambutnya dengan senang hati. Bahkan di negara tercinta kita ada yang menyambutnya dengan menyalakan warna-warni lampu yang indah. Karena bulan suci Ramadhan adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Pada hakekatnya kata Ramadhan berasal dari kata dasar Ramidha-Yarmadhu yang artinya panas atau panas yang sangat menyengat dikarenakan rasa haus. Seperti Qadh Ramidha Yaumun yang artinya hari menjadi sangat panas. Dinamakan Ramadhan karena bulan ini sebagai penghapus atau pembakar dosa-dosa. Ada juga yang berpendapat bahwa Ramadhan adalah salah satu nama Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya “Janganlah engkau mengatakan Ramadhan, karena Ramadhan adalah salah satu nama Allah Swt. Maka hendaklah kamu mengatakan Bulan Ramadhan.” Hadis inilah yang disepakati oleh imam Malik Ra.

Didalam buku Fathu Al-Qadir yang dikarang oleh Imam Al-Syaukani menerangkan bahwa puasa didalam bahasa arab disebut Shaum atau Shiyam, yang diambil dari kata Shawama yang Secara etimologis artinya menahan dan tidak melakukan bepergian dari satu tempat ketempat lain. Dan ada yang mengatakan Shiyam atau Shaum adalah Qiyam Bila ‘Amal yang artinya melaksanakan ibadah tanpa bekerja atau bebas dari gerakan-gerakan. sedangkan secara terminologis artinya menahan diri dari lapar dan haus serta jima’ dari mulai terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari dengan syarat-syarat dan waktu yang telah ditentukan.

Ibnu Mandzur mendefinisikan Shaum secara istilah adalah meninggalkan makan, minum, menikah dan berbicara. Hal ini ia ambil contoh dengan peristiwa yang dialami oleh Sayyidah Maryam ketika menjawab ejekan orang-orang kepadanya. Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya ”Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” [QS. 19:26]. Puasa disini adalah menahan diri untuk berbicara kepada siapapun.

Sebelum diwajibkan puasa pada bulan suci Ramadhan ada tiga fase yang dilewati oleh para sahabat:

Pertama: sesungguhnya Nabi Muhammad Saw ketika berhijrah ke Madinah, beliau telah memerintahkan umatnya agar melaksanakan puasa tiga hari disetiap bulan sebagai pelatihan yang tidak diwajibkan dan tanda ketaataan kepada Allah Swt.

Kedua: ketika puasa diwajibkan pada bulan suci Ramadhan kebanyakan para sahabat yang tidak sanggup melaksanakannya bahkan ada yang setiap hari memberi makan orang miskin. Sehingga turunlah firman Allah Swt yang artinya “Maka barang siapa diantara kamu yang menyaksikan bulan suci Ramadhan maka hendaknya ia berpuasa. Dan barang siapa yang sakit dan didalam perjalanan maka hendaknyalah ia menggantinya diwaktu yang lain.” Ayat ini turun untuk meringankan bagi yang sakit dan sedang dalam perjalanan.

Ketiga:puasa yang dilakukan para sahabat sebelumnya dengan berpuasa kemudian tidur setelah waktu maghrib dan tidak berbuka puasa dan belum makan sebelum tidur. Maka puasa ini sangat sulit dilakukan, apalagi seseorang yang sedang berpuasa lalu ia tidur maka ia mengantuk ketika berbuka. Bahkan ada seorang sahabat yang melakukan jima’ kemudian ia melaksanakan shalat isya dan belum berbuka puasa. Lalu hal ini telah di Nasikh (dihapus) dengan membolehkan segalanya dari mulai tenggelam matahari sampai terbitnya fajar. Dan sinilah ayat Allah Swt turun yang artinya “Dibolehkan atas kamu melakukan Jima’ dengan istri-istrimu pada waktu malam hari. Mereka adalah pakaian kamu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” Sehingga puasa pada bulan suci Ramadhan diwajibkan pada tahun 2 hijriyah.

Maka diwajibkanlah puasa pada bulan suci Ramadhan sebagaimana yang kita laksanakan sekarang. Allah Swt berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. 2:183) kata Kutiba adalah Furidha atau diwajibkan diambil dari Al-Maktubu Fi Al-Lauhi Al-Mahfuzd.
Maka dari ayat ini timbul pertanyaan apakah diwajibkan puasa disini sebagaimana orang-orang terdahulu? Maka didalam buku Asilatu Al-Qurani Al-Majîdi Wa Ajwibatihâ yang dikarang oleh Syeikh Muhammad Bin Abi Bakar Bin Abdul Kadir Ar-Roji menjelaskan bahwa puasa umat sebelum nabi Muhammad dengan puasa pada masa Rasulullah memiliki persamaan didalam ibadah puasanya saja dan memiliki perbedaan didalam tata cara dan waktunya. Sebagaimana firman Allah Swt yang artinya “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah Swt menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah Swt hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kamu semuanya kembali, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS 5:48).

Sedangkan orang-orang nasrani melakukan ibadah puasa sangat berbeda sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid “Bahwa orang-orang nasrani melakukan puasa selama sebulan, apabila pemuka agama atau raja mereka sakit maka mereka mengatakan jikalau Allah Swt menyembuhkan raja mereka maka akan kami tambah sepuluh puasa. Sampai mereka melakukan puasa sampai lima puluh hari.”

Keistimewaan Pada Bulan Suci Ramadhan

Pertama: Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw yang artinya “Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat atau kesaksian tiada yang patut disembah selain Allah Swt dan nabi Muhammad Saw adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan pergi haji ke Baitul Haram.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua: Pada bulan ini telah disunatkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan suci Ramadhan, untuk mengikuti jejak nabi Muhammad Saw, para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Rasululah Saw bersabda yang artinya “Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Swt niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga: Pada bulan suci Ramadhan diturunkan ayat Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil.
Keempat: Pada bulan ini terdapat Lailatu Al-Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do’a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi Muhammad Saw yang artinyashallallahu: “Barangsiapa mendirikan shalat pada Lailatu Al-Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kelima: Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, amal ibadah ganjarannya dilipat gandakan dan para setan diikat. Dan lain sebagainya.

Peristiwa-Peristiwa Penting Pada Saat Bulan Suci Ramadhan

Pertama: Peristiwa Perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah. Perang Badar ini disebut sebagai “Yaumul Furqan” (hari pemisah antara yang hak dan batil).Kedua: Fathu Makkah atau pembebasan kota Makkah. Kejadian ini berlangsung persis di bulan Ramadhan tanggal 10, tahun 8 Hijriyah. Di bulan yang sama pula, Khalid bin Walid menghancurkan patung Al-Uzzah.Ketiga: Kaum Tsaqif menyatakan keislamannya di hadapan Rasululah SAW dan Penyerahan Kota Taif. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 Hijriyah.

Keempat: Kemenangan umat Islam dalam perang tabuk. Perang ini menjadi perang terakhir yang diikuti langsung oleh nabi Muhammad Saw. Perang ini berkecamuk dan berakhir dimenangi oleh umat Islam pada tanggal 8 Ramadhan tahun 9 Hijriyah.

Kelima: Pada Bulan Ramadhan bertepatan pada tahun 223 H, Sultan Al Mu’tasim seorang Khalifah ‘Abasiyah mengadakan pengepungan terhadap Kota ‘Umuriyah’ yang merupakan benteng pertahan terkuat kerajaan Benzantiniyyah di Asia.

Keenam: Pada bulan suci Ramadhan bertepatan pada tahunn 1393 H, Tentara Mesir mampu menembus terusan Suez dan menghancurkan Benteng Berlif serta menghancurkan kekuatan tentara Israel. Dan Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 M – 8 Ramadhan 1364 H dan seterusnya. Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat dan bisa kita amalkan bersama-sama sehingga kita menjadi hamba yang bertaqwa. Amin.
H. Mohd. Yusuf Hasibuan, Lc.

Terkait

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA