Kemampuan minimum yang diharapkan apabila menerapkan computational thinking adalah brainly

Berpikir komputasional (Computational Thinking) adalah metode menyelesaikan persoalan dengan menerapkan teknik ilmu komputer (informatika). Tantangan bebras menyajikan soal-soal yang mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan kritis dalam menyelesaikan persoalan dengan menerapkan konsep-konsep berpikir komputasional.

Dalam Microsot Edu Summit yang dilaksanakan sekitar bulan Desember 2019 yang lalu, Computational Thinking (CT) merupakan salah satu topik yang disampaikan oleh beberapa nara sumber. Bahkan CT merupakan salah satu hal yang diajukan untuk melengkapi 4 C’s (Critical thinking & problem solving, Creativity, Communication & Collaboration) yang telah dikeluarkan oleh UNESCO sebagai “skill” yang dibutuhkan oleh generasi masa depan atau lebih sering disebut sebagai generasi digital.

Istilah CT sendiri dikenalkan kembali oleh Jeanette Wing pada Maret 2006 dan di tahun 2011, Jeanette memperkenalkan pengertian definisi baru dari CT sebagai proses berpikir yang diperlukan dalam memformulasikan masalah dan solusinya, sehingga solusi tersebut dapat menjadi agen pemroses informasi yang efektif dalam menyelesaikan masalah.

Dengan kata lain, CT membantu seseorang dalam memecahkan sebuah masalah dengan memecah masalah tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga dapat lebih mudah dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut.

Jika dilihat dari pengertian tersebut tentunya hal ini akan sangat baik jika dapat diterapkan dalam dunia pendidikan sejak di masa bangku sekolah dengan harapan para peserta didik setelah usai menempuh pendidikan dapat menerapkan ilmu ini dalam segala bidang profesi yang akan mereka jalani.

Di samping itu, para peserta didik dimasa mereka terjun ke dalam dunia usaha dan dunia industri akan banyak sekali menghadapi ketidakpastian seperti yang sudah terlihat sejak saat ini di mana banyak bisnis yang berguguran satu persatu khususnya dalam industri retail, padahal bisnis ini sudah ada sejak bertahun-tahun lalu tetapi dikarenakan perkembangan teknologi yang muncul dalam bentuk online shop membuat industri retail banyak berguguran.

Itu baru salah satu contoh saja, masih banyak contoh lain yang menunjukkan banyak hal yang akan penuh ketidakpastian di masa yang akan datang dan para pendidik di Nusantara ini harus menyiapkan para peserta didik mereka untuk menghadapai ketidakpastian tersebut.

Awalnya CT diterapkan dalam Computer Science tingkat perguruan tinggi tetapi dengan melihat perkembangan yang ada dirasakan perlu untuk dapat diterapkan dalam dunia Pendidikan dasar dan menengah yang disesuaikan dengan level mereka, karena dalam CT ada dua aspek yang akan dipelajari oleh peserta didik yaitu :

  1. Computational thinking adalah sebuah proses pemikiran, bukan semata-mata berbicara tentang teknologi bahkan dapat dikatakan tidak berkaitan dengan teknologi.
  2. Computational thinking adalah metode penyelesaian masalah yang dirancang untuk dapat selesaikan dan dijalankan oleh manusia, komputer atau kedua-duanya.

Dari kedua aspek tersebut dapat terlihat jika CT akan melatih siswa dalam memecahkan masalah/kasus yang ada dan pasti akan mereka butuhkan dalam kehidupan mereka karena setiap manusia tidak akan pernah lepas dari sebuah masalah. 

Peserta didik yang telah menguasai atau terbiasa dengan CT akan lebih tangguh dalam menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan tidak mudah untuk berputus asa. Sebelum kita menerapkan CT dalam proses pembelajaran di kelas tentunya ada beberapa hal yang perlu dipahami yaitu:

  • Mengkonseptualisasikan, bukan pemrograman. Cukup katakan ilmu komputer bukan pemrograman komputer. Berpikir seperti ilmuwan komputer berarti lebih dari sekadar mampu memprogram komputer.
  • Keterampilan dasar, bukan keterampilan menghafal. Merupakan keterampilan mendasar, dengan kata lain CT merupakan sesuatu yang perlu diketahui setiap manusia agar dapat mengimbangi kehidupan  modern. Dalam hal ini hafalan merupakan sesuatu yang rutin/berpikir secara mekanis seperti pola pendidikan yang disiapkan untuk dunia industri di mana setiap pekerjanya melakukan kegiatan yang sama dan rutin setiap harinya karena di masa depan hal-hal yang berbau rutin akan lebih banyak menggunakan mesin atau robot.
  • Cara berpikir manusia, bukan komputer. Berpikir komputasional adalah cara manusia memecahkan masalah menggunakan komputer. Itu tidak mencoba membuat manusia berpikir seperti komputer. Komputer itu membosankan sedangkan manusia cerdas dan imajinatif. Dengan kecerdasan dan imajinatif yang dimiliki manusia akan membuat komputer lebih menarik dan mampu memberdayakan komputer dalam membantu pekerjaan manusia.
  • Saling melengkapi dengan menggabungkan pemikiran matematika dan teknik. Dengan mempelajari CT kita juga akan mempelajari pemikiran matematika dan teknik sehingga ilmu dan kemampuan peserta didik akan lebih kompleks dan tentunya mereka akan lebih mudah belajar materi-materi lain jika mereka sudah menguasai CT.
  • Ide/Gagasan, bukan artefak. Bukan hanya artefak perangkat lunak dan perangkat keras yang akan dihasilkan secara fisik di mana-mana tetapi akan menyentuh kehidupan kita setiap saat, menjadi konsep komputasi yang kita gunakan untuk mendekati dan menyelesaikan masalah untuk mengelola kehidupan kita sehari-hari, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
  • Ini untuk semua orang, di mana saja, sepanjang waktu. Pemikiran komputasi akan dapat berguna untuk semua orang dimanapun mereka berada dan akan selalu dibutuhkan sepanjang waktu dalam mengimbangai perkembangan dunia yang terus maju dengan cepat bahkan lebih cepat dari yang dipikirkan manusia itu sendiri.

Di Indonesia sendiri CT sudah mulai diterapkan oleh beberapa Lembaga Pendidikan, bahkan pemerintah sendiri sudah memasukkannya ke dalam kurikulum nasional yang dikenal dalam mata pelajaran Informatika meskipun sebenarnya CT dapat diterapkan hampir semua mata pelajaran tergantung sejauh mana kreativitas dari guru dalam membuat atau menciptakan soal/kasus yang mengarah pada CT.

Di Indonesia sendiri biasanya menggunakan soal-soal Bebras. Bebras sendiri merupakan kompetisi internasional dalam informatika dan computational thinking. Bebras adalah istilah dalam bahasa Lithuania untuk “beaver” (dalam bahasa Indonesia adalah “berang-berang”). Bebras dipilih sebagai simbol tantangan (challenge), karena hewan berang-berang berusaha keras untuk mencapai target secara sempurna dalam aktivitasnya sehari-hari.

Indonesia sendiri bergabung di tahun 2016 diawali sebagai observer dan kemudian mengadakan kompetisi untuk pertama kalinya di bulan November 2016. Soal-soal Bebras sendiri dibagi menjadi 3 level: Siaga (SD), Penggalang (SMP), dan Penegak (SMA).

Dengan mempelajari CT memberdayakan orang dengan cara berpikir oleh karena itu CT menjadi salah satu bagian penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia khususnya dalam mempersiapkan peserta didik kita menghadapi masa depan mereka.

Saat ini merupakan momen yang terbaik sehubungan dengan kebijakan pemerintah di episode pertama yaitu Merdeka Belajar dan sekolah-sekolah harus menyambutnya dengan menciptakan terobosan-terobosan baru dimana salah satunya melalui computational thinking.

Penguasaan kecakapan Berpikir/Pemikiran Komputasi atau Computational Thinking (CT) sebagai salah satu teknik penyelesaian masalah menjadi sangat penting di masa sekarang untuk menyiapkan generasi penerus yang berdaya saing di era ekonomi digital ini. Kecakapan ini mengajarkan siswa bagaimana berpikir seperti cara ilmuwan komputer berpikir, untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata.

Awalnya istilah Computational Thinking atau Berpikir/Pemikiran Komputasi digaungkan oleh Seymour Papert (1980) dalam bukunya yang berjudul “Mindstorm”. Ketika itu Papert berfokus pada dua aspek komputasi: pertama, bagaimana menggunakan komputasi untuk menciptakan pengetahuan baru, dan kedua, bagaimana menggunakan komputer untuk meningkatkan pemikiran dan perubahan pola akses ke pengetahuan. Berikutnya J. M. Wing membawa pendekatan yang dimodifikasi dan perhatian baru pada pemikiran komputasi atau Computational Thinking.

S. Papert menghubungkan pemikiran komputasi dan pedagogi digital dengan pendekatan modern dalam pendidikan yang diprakarsai oleh Jean Piaget. J. Piaget adalah seorang psikolog perkembangan paling dikenal karena memelopori teori belajar yang dikenal sebagai konstruktivisme; secara singkat, katanya bahwa peserta didik membangun pengetahuan baru dalam pikiran mereka, dari interaksi pengalaman mereka dengan pengetahuan sebelumnya. S. Papert mengembangkan teori konstruktivisme, menambahkan gagasan bahwa pembelajaran ditingkatkan ketika pelajar terlibat dalam “membangun produk yang bermakna. “

Jeannette M. Wing menganggap pemikiran komputasi sebagai keterampilan dasar untuk kemampuan analitis semua orang sama dengan kecakapan dengan membaca, menulis, dan berhitung. Makalah Wing disambut oleh masyarakat di semua tingkatan, terutama di jenjang pendidikan K-12 (SD-SMA), yang sangat bertanggung jawab dan berpengaruh dalam pengembangan kecakapan dan karakter peserta didik. Tulisan J. M. Wing ini dimuat di Jurnal Communication ACM pada Tahun 2006.

Pada Tahun 2012, kurikulum nasional Inggris mulai memperkenalkan ilmu komputer atau Computer Science (CS) kepada semua siswa. Di Singapura, sebagai bagian dari inisiatif “Smart Nation”, telah memberi label pengembangan CT sebagai “kemampuan nasional”. Bahkan negara-negara lain, dari Finlandia hingga Korea Selatan, Cina hingga Australia dan Selandia Baru, telah meluncurkan upaya skala besar untuk memperkenalkan CT di sekolah-sekolah, sebagai bagian dari kurikulum CS baru atau diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang ada. Di Amerika Serikat, mantan Presiden Barack Obama meminta semua siswa K-12 (SD sampai SMA) untuk dilengkapi dengan keterampilan CT sebagai bagian dari inisiatif “Computer Science for All” pada tahun 2016.

Apa itu Berpikir/Pemikiran Komputasi?

Jadi apa sebenarnya yang dimaksud dengan berpikir/pemikiran komputasi atau Computational Thinking? Mudahnya, berpikir/pemikiran komputasi atau Computational Thinking adalah “cara berpikir (atau memecahkan masalah) seperti seorang ilmuwan komputer.” Dengan kata lain, Computational Thinking adalah adalah sebuah metoda pemecahan masalah dengan mengaplikasikan/melibatkan teknik yang digunakan oleh software engineer dalam menulis program.

Metode berpikir/pemikiran komputasi

Berpikir/pemikiran komputasi tidak berarti berpikir seperti komputer, melainkan berpikir tentang komputasi di mana sesorang dituntut untuk:

  1. memformulasikan masalah dalam bentuk masalah komputasi dan
  2. menyusun solusi komputasi yang baik (dalam bentuk algoritma) atau menjelaskan mengapa tidak ditemukan solusi yang sesuai.

Terdapat beberapa metode berpikir komputasi/computational thinking dalam memecahkan masalah, antara lain :

  1. Decomposition : Memecah-mecah masalah menjadi lebih kecil dan sampai ke pokok sebuah masalah hingga kita menyelesaikan suatu masalah tersebut dapat menyelesaikannya satu persatu dan mengidentifikasi perbagian darimana masalah itu datang.
  2. Pattern Recognition : Mencari pola, biasanya didalam sebuah masalah terdapat pola pola tertentu untuk memecahkannya disitu kita dituntut mengetahui sendiri bagaimana pola tersebut.
  3. Abstraksi : Melakukan generalisasi dan mengidentifikasi prinsip-prinsip umum yang menghasilkan pola, tren dan keteraturan tersebut. Biasanya dengan melihat karakteristik umum dan juga membuat model suatu penyelesaian.
  4. Algorithm : Mengembangkan petunjuk pemecahan masalah yang sama secara step-by-step, langkah demi langkah, tahapan demi tahapan sehingga orang lain dapat menggunakan langkah/informasi tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang sama.

Mengapa Computational Thinking Penting Diajarkan?

Berpikir/pemikiran komputasi adalah teknik pemecahan masalah yang sangat luas wilayah penerapannya, bukan hanya untuk menyelesaikan masalah seputar ilmu komputer saja, melainkan juga untuk menyelesaikan berbagai masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan teknik ini para siswa akan belajar bagaimana berpikir secara terstruktur, seperti halnya ketika para software engineer menganalisa kebutuhan dan merencanakan pengembangan software.

Teknik berpikir Computional Thinking sebagai sebuah pendekatan sangat penting dikuasai para siswa untuk membantu mereka menstrukturisasi penyelesaian masalah yang rumit. Dimana kecakapan complex problem solving dan berpikir kritis ini merupakan dua keahlian terpenting yang diperlukan pada masa mendatang menurut World Economic Forum. Dengan menguasai kecakapan ini maka para siswa akan lebih siap dalam bertahan dan bersaing di masa mendatang, di era dimana akan hilangnya beberapa profesi yang ada dan era dimana muncul profesi baru.

Bagaimana Computational Thinking Diajarkan di Sekolah?

Cara mengimplementasikan Computational Thinking adalah dengan memahami masalah, mengumpulkan semua data, lalu mulai mencari solusi sesuai dengan masalah. Dalam Computational Thinking,ada yang disebut dengan dekomposisi yaitu kita memecah suatu masalah yang komplek menjadi masalah-masalah yang kecil untuk diselesaikan. Computational Thinking sebagai pendekatan pembelajaran dapat disandingkan dengan pendekatan dan metode lain seperti Pembelajaran Berbasis Proyek atau Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning) dalam pembelajaran sains.

Berikut adalah contoh penerapannya dalam pembelajaran. Ketika peserta didik disodorkan permasalahan berupa menipisnya sumber cadangan minyak bumi (sumber energi fosil) di dunia ini, dimana anak didik mendapatkan tantangan untuk menciptakan sumber energi alternatif yang sesuai dengan kondisi lokal/setempat. Guru memberikan contoh tentang upaya pembuatan “Biofuel dengan tanaman jarak” dan “Konversi Energi Sampah Plastik Menjadi Sumber Energi Alternatif dengan Pirolisis” kepada para siswa sebagai salah satu solusi murah yang dapat dikembangkan.

Selanjutnya Guru meminta para siswa untuk mempelajari bagaimana membuat solusi tersebut yaitu belajar tentang perubahan zat dalam penyulingan serta mencari literatur di Internet tentang alat pirolisis sederhana. Ketika para siswa ditugaskan untuk membuat alat pirolisis, maka siswa harus memahami cara pembuatannya, mendefinisikan bagian-bagiannya serta memahami bagian dan prosesnya secara sederhana dan ini merupakan proses bernama dekomposisi dalam pemikiran komputasi.

Solusi sumber energi alternatif dari sampah plastik dengan pirolisis

Selanjutnya siswa akan memahami pola / pattern dengan mengidentifikasi kesamaan fungsi dari alat penyuling pada pirolisis dan bagian-bagiannya, mencari persamaannya dengan alat-alat sederhana yang dapat ditemukan di lingkungan sekitar. Bagian ini dinamakan Pattern Recognition dalam pemikiran komputasi.

Berikutnya siswa diajak mengembangkan rancangannya berdasar ide masing-masing dengan merujuk pada model yang telah disajikan oleh Guru tentang alat pirolisis sederhana. Penggunaan barang bekas, teknik penyusunannya serta pengembangannya akan di olah ide nya oleh para siswa. Di fase ini para siswa akan menghasilkan gambar desain rancangan alat pirolisisnya. Proses ini disebut dengan fase Abstraksi dalam pemikiran komputasi.

Selanjutnya dalam Computational Thinking adalah berpikir dengan algoritma dimana kita berpikir dengan mengurutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah agar menjadi logis, berurutan, teratur, dan mudah dipahami oleh orang lain. Dalam hal membuat alat pirolisis, para siswa dituntut untuk bisa mengurutkan langkah-langkah secara logis, berurutan, dan rinci mulai dari proses awal pembuatan sampai dengan berfungsinya alat ini.

Alat penyulingan sederhana yang dikembangkan para siswa di SDN 01 Batulicin Kalimantan Selatan dalam kegiatan Pembelajaran Berbasis Proyek

Gambar diatas adalah hasil pembelajaran di kelas Bapak Rafii Hamdi bersama para siswa/siswinya di SDN 01 Batulicin, Kalimantan Selatan dalam kegiatan Pembelajaran Berbasis Proyek di Sekolah Dasar Kelas IV pada Semester I dengan tema “Sumber Energi Alternatif” mengacu pada Kurikulum 2013 yang dipresentasikan juga dalam Lomba Karya Kreasi dan Inovasi dari Barang Bekas Tahun 2019 untuk Kategori Siswa Sekolah Dasar yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. SDN 01 Batulicin merupakan salah satu sekolah yang di dampingi PT Trakindo Utama dalam program Bangun Karakter Bangsa Bersama Trakindo – Trakindo 40SDN yang dijalankan pada Tahun 2016-2019 oleh Edukasi101 sebagai mitra pelaksananya.

Integrasi pendekatan pemikiran komputasi dalam pembelajaran menuntut kreativitas Guru dalam meramu pelajaran agar menjadi lebih bermakna. Keterampilan menerapkan inovasi pembelajaran seperti ini harus di-sebar luaskan ke seluruh Guru di penjuru Indonesia agar anak didik atau generasi penerus Indonesia berdaya saing di masa mendatang. Mari berkolaborasi untuk menebar inspirasi dan menyebarluaskan berita praktik baik penerapan pembelajaran pemikiran komputasi di Indonesia!.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA