Kapan peraturan pemerintah tentang jaminan pensiun dan hari tua

Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada peraturan perundang-undangan berikut:

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak adalah melalui jaminan sosial yang diselenggarakan melalui sistem jaminan sosial nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”).[1]  BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[2] Menurut Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 9 ayat (2) UU BPJS disebutkan BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program:

  1. jaminan kecelakaan kerja;

  2. jaminan hari tua;

  3. jaminan pensiun; dan

  4. jaminan kematian.

Penyelenggaraan jaminan hari tua maupun jaminan pensiun memiliki tujuannya masing-masing. Merujuk pada Pasal 35 ayat (2) UU SJSN dan penjelasannya, Jaminan Hari Tua (“JHT”) diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan hari tua diterimakan kepada peserta yang belum memasuki usia pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti. Sedangkan Pasal 39 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Derajat kehidupan yang layak yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah besaran jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya.

Jaminan Hari Tua

JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.[3] Setiap pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program JHT atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS Ketenagakerjaan.[4]

Berdasarkan Pasal 4 PP 46/2015, peserta program JHT terdiri atas:

  1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, meliputi:

  1. Pekerja pada perusahaan;

  2. Pekerja pada orang perseorangan; dan

  3. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan.

  1. Peserta bukan penerima upah, meliputi:

  1. Pemberi Kerja;

  2. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

  3. Pekerja yang tidak termasuk di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri yang bukan menerima upah.

Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.[5] Besarnya manfaat JHT yang akan dibayarkan secara sekaligus adalah sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta.[6]

Selain manfaat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, peserta memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain.[7] Manfaat layanan tambahan tersebut dibiayai dari dana investasi JHT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8] Merujuk pada Penjelasan Pasal 25 ayat (1) PP 46/2015, khusus mengenai fasilitas pembiayaan perumahan secara tunai dilakukan melalui lembaga keuangan berupa pinjaman uang muka perumahan (rumah tapak dan rumah susun), kredit pemilikan rumah (rumah tapak dan rumah susun), rumah susun sederhana sewa dan pinjaman renovasi perumahan.

Penerima manfaat JHT adalah peserta dalam kondisi apabila:[9]

  1.  
    1. Peserta mencapai usia pensiun, termasuk pula peserta yang berhenti bekerja;
    2. Peserta mengalami cacat total tetap; atau
    3. Peserta meninggal dunia, termasuk jika meninggal sebelum mencapai usia pensiun, sehingga manfaat JHT diberikan kepada ahli waris yang sah

Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.[10] Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang paling sedikit ditetapkan Rp300 ribu per bulan dan paling banyak ditetapkan Rp3,6 juta per bulan.[11] Besaran tersebut berlaku untuk pembayaran pertama kali, karena setiap tahunnya besaran tersebut setiap tahun disesuaikan dengan tingkat inflasi umum tahun sebelumnya.[12]

Mengacu pada Pasal 2 PP 45/2015, peserta yang dimaksud terdiri atas:

  1.  
    1. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; dan
    2. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.

Kemudian, menurut Pasal 14 ayat (1) dan (2) PP 45/2015, penerima manfaat pensiun terdiri atas:

  1. Peserta;

  2. Satu orang istri atau suami yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  3. Paling banyak 2 orang anak dan jika anak peserta yang lahir paling lama 300 hari setelah putusnya hubungan pernikahan istri atau suami yang telah terdaftar dinyatakan sah atau setelah peserta meninggal dunia, maka anak tersebut dapat didaftarkan sebagai penerima manfaat pensiun; atau

  4. Satu orang Orang Tua.

Perlu diketahui bahwa merujuk pada Pasal 15 ayat (2) dan (3) PP 45/2015 telah dinyatakan secara tegas bahwa mulai 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun dan selanjutnya bertambah 1 tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.

Selain itu, jenis manfaat pensiun berupa:[13]

Manfaat pensiun hari tua diterima oleh peserta yang telah mencapai usia pensiun dan telah memiliki masa iuran paling singkat 15 tahun yang setara dengan 180 bulan.[14]

Manfaat pensiun cacat diterima oleh peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun. Penetapan cacat total tetap tersebut dilakukan oleh dokter penasihat, dokter yang merawat, dan/atau dokter pemeriksa.[15]

Manfaat pensiun janda atau duda diterima oleh istri atau suami dari peserta yang meninggal dunia. Besar manfaat pensiun janda atau duda dihitung sebesar:[16]

  1. 50% dari formula manfaat pensiun, untuk peserta yang meninggal dunia sebelum menerima manfaat pensiun; atau

  2. 50% dari manfaat pensiun hari tua atau manfaat pensiun cacat, untuk peserta yang meninggal dunia setelah menerima manfaat pensiun.

Manfaat pensiun anak diterima oleh anak dalam hal:[17]

    1. Peserta meninggal dunia dan tidak mempunyai istri atau suami; atau

    2. Janda atau duda dari peserta meninggal dunia atau menikah lagi.

  Besar manfaat pensiun anak dihitung sebesar:[18]

  1. 50% dari formula manfaat, untuk peserta yang meninggal dunia sebelum menerima manfaat pensiun dan tidak mempunyai janda atau duda;

  2. 50% dari manfaat pensiun hari tua atau manfaat pensiun cacat, untuk peserta yang meninggal dunia setelah menerima manfaat pensiun dan tidak mempunyai janda atau duda; atau

  3. 50% dari manfaat pensiun janda atau duda, untuk janda atau duda yang meninggal dunia atau menikah lagi.

Manfaat pensiun orang tua diterima oleh orang tua dalam hal peserta meninggal dunia dan tidak mempunyai istri, suami, atau anak. Besar manfaat pensiun orang tua tersebut dihitung sebesar:[19]

    1. 20% dari formula manfaat pensiun, untuk peserta yang meninggal dunia sebelum menerima manfaat pensiun; atau

    2. 20% dari manfaat pensiun hari tua atau manfaat pensiun cacat, untuk peserta yang meninggal dunia setelah menerima manfaat pensiun.

Dalam Pasal 24 ayat (1) PP 45/2015 dijelaskan bahwa peserta yang mencapai usia pensiun sebelum memenuhi masa iuran 15 tahun, maka peserta tersebut tetap berhak mendapatkan seluruh akumulasi iurannya ditambah hasil pengembangannya.

Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun

Dari uraian di atas, maka akan kami ringkas supaya lebih jelas melalui tabel di bawah ini:

[1] Pasal 1 angka 1, 2, 6 UU SJSN

[2] Pasal 5 ayat (2) UU BPJS

[3] Pasal 1 angka 1 PP 46/2015

[5] Pasal 22 ayat (1) PP 46/2015

[6] Pasal 22 ayat (2) dan (3) PP 46/2015

[7] Pasal 25 ayat (1) PP 46/2015

[8] Pasal 25 ayat (2) PP 46/2015

[9] Pasal 26 ayat (1) dan (4) jo. 23 ayat (1) PP 46/2015 dan penjelasannya

[10] Pasal 1 angka 1 PP 45/2015

[11] Pasal 18 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 1 angka 3 PP 45/2015

[14] Pasal 19 ayat (1) PP 45/2015

[15] Pasal 20 ayat (1) dan (5) PP 45/2015

[16] Pasal 21 ayat (1) dan (2) PP 45/2015

[17] Pasal 22 ayat (1) PP 45/2015

[18] Pasal 22 ayat (2) PP 45/2015

[19] Pasal 23 ayat (1) dan (2) PP 45/2015

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA