Kalimat bhinneka tunggal ika berasal dari kitab sutasoma karangan

Dalam jurnal berjudul Bhinneka Tunggal Ika: Dalam Perspektif Filsafat Analitik oleh Rizal Mustansyir, arti Bhinneka Tunggal Ika menegaskan keanekaragaman di berbagai aspek kehidupanlah yang menjadikan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu dan utuh.

Pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Ada tiga arti penting dari pengertian Bhinneka Tunggal Ika. Ini penjelasan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

1. Pendorong Lahirnya Nasionalisme Indonesia

Arti penting Bhinneka Tunggal Ika adalah pendorong lahirnya nasionalisme Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu juga.

Itu artinya, bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia.

Namun, keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan, yaitu bangsa dan negara Indonesia. Bukanlah perbedaan yang bertentangan, tetapi satu kebersamaan yang justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.

2. Penyemangat Membangun Indonesia Lebih Maju

Arti penting Bhinneka Tunggal Ika adalah menjadi penyemangat membangun Indonesia lebih maju. Bhinneka Tuggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia.

- Hidup saling menghargai antar masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit, dan lain-lain.

- Menumbuhkan kesadaran sikap untuk menjaga Bhinneka tunggal Ika agar keberagaman bangsa tidak mengarah kepada kekacauan atau sikap hanya mementingkan diri sendiri atau daerahnya sendiri tanpa peduli kepentingan bersama.

- Menjaga persatuan bangsa dan negara Indonesia.

- Meneruskan pejuangan para pendahulu untuk tetap menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi wilayah kesatuan.

- Menghindari sikap negatif, seperti sukuisme, saparatisme, fanatisme agama secara sempit, rasisme, bahkan nasionalisme sempit atau chauvinisme.

- Meningkatkan identitas dan kebangaan sebagai bangsa Indonesia.

- Meningkatkan nilai kegotongroyongan dan solidaritas.

3. Benteng Persatuan Bangsa dan Negara Indonesia di Era Globalisasi

Arti penting Bhinneka Tunggal Ika adalah bagian dari benteng persatuan bangsa dan negara Indonesia di era globalisasi. Saat ini banyak kalangan menilai bangsa Indonesia mengalami kemunduran persatuan dan kesatuan. Penyebabnya adalah ketimpangan sosial.

Lalu kesenjangan ekonomi, belum stabilnya kondisi politik pemerintahan, dan dampak buruk globalisasi yang membawa kebudayaan-kebudayaan baru menjadikan komposisi kebudayaan masyarakat jadi lebih kompleks atau rumit. Ini menyebabkan terjadinya penyimpangan kebudayaan di masyarakat.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 23630 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in PPKn viewed by 21106 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 18722 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 17616 persons

Asked by wiki @ 31/08/2021 in PPKn viewed by 17168 persons

Asked by wiki @ 31/08/2021 in PPKn viewed by 16176 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in PPKn viewed by 16156 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in PPKn viewed by 15784 persons

Asked by wiki @ 14/08/2021 in PPKn viewed by 11891 persons

Asked by wiki @ 10/08/2021 in PPKn viewed by 6015 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in PPKn viewed by 5404 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in PPKn viewed by 3583 persons

Asked by wiki @ 23/08/2021 in PPKn viewed by 3569 persons

Asked by wiki @ 23/08/2021 in PPKn viewed by 3320 persons

Asked by wiki @ 20/08/2021 in PPKn viewed by 3276 persons

Jakarta -

Kitab Sutasoma merupakan karangan Empu Tantular pada abad 14 M. Kakawin Sutasoma adalah peninggalan berupa karya sastra dari kerajaan Majapahit.

Kakawin dalam bahasa Jawa kuno berarti syair. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno dan menggunakan aksara Bali.

Kitab Sutasoma telah ditulis kembali di atas daun lontar pada tahun 1851 dengan ukuran sebesar 40,5 X3,5 cm. Meski demikian, tidak diketahui siapa yang menuliskannya ulang.

Dilansir dari buku Pesona & Sisi Kelam Majapahit karangan Sri Wintala Achmad, Kakawin Sutasoma bertuliskan tentang "Mangkang jinatwa kalawan Siwatattwa tunggal bhinneka tunggal ika tan hanadharmma mangrwa".

Kitab ini digubah di bawah naungan Sri Ranamanggala. Gubahan dilakukan pada sekitar tahun 1365-1369 saat pemerintahan Hayam Wuruk.

Gubahan tersebut sangat penting karena memuat ide-ide religius, khususnya tentang agama Buddha Mahayana dan hubungannya dengan agama Siwa.

Kitab Sutasoma adalah sebuah karya sastra yang unik karena cerita tokoh keturunan Pandawa telah diganti menjadi kisah Buddhis. Di dalamnya terdapat kisah hidup Sutasoma yang berpola cerita hidup Buddha dan kisahnya diambil dari cerita faktual.

Kakawin Sutasoma juga cenderung memaparkan peringatan tentang timbulnya gejala-gejala pertentangan antara keraton barat (Kusumawardhani/Wikramawardhana) dengan keraton timur (Bhre Wirabhumi). Pertentangan kedua keturunan Hayam Wuruk ini kemudian meletus menjadi perang secara bertahap yang dikenal sebagai Perang Paregreg.

Kitab Sutasoma berisikan pula anjuran agar pertentangan kedua kubu ini diselesaikan secara damai berdasarkan prinsip Buddhis. Kakawin ini juga menggambarkan bahwa Hayam Wuruk adalah penjelmaan raja Buddhis yang ideal.

Namun, karena Kakawin Sutasoma bersifat sangat mendidik, kitab tersebut tidak begitu digemari di Bali hingga saat ini.

Simak juga asal mula semboyan Bhinneka Tunggal Ika dari Kitab Sutasoma, di halaman berikutnya. >>>

(nah/pal)

Jakarta -

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti apa sejarahnya?

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno.

Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.

Dilansir laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan NKRI.

Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.

Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.

Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".

Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."

Jadi, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam sebuah buku berjudul kakawin Sutasoma.

Simak Video "Kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kejayaan Nusantara"



(kri/pay)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA