Jelaskan pengertian istinja dan istijmar menurut istilah

Istinja adalah kegiatan membersihkan kotoran yang keluar dari saluran kemih dan anus. Pembersihan kotoran pada istinja dilakukan dengan menggunakan air atau batu dan dapat pula dengan alat lain. Tujuan dari istinja adalah untuk menghilangkan najis yang dapat membatalkan sahnya ibadah. Hukum istinja adalah wajib di dalam Islam.[1] Bersuci dari hadas di mana di dalam agama Islam ada beberapa macam cara untuk menyucikan diri dari hadas, yaitu:

  • Mandi wajib (mandi janabat, mandi besar)
  • Wudhu (wudu, wudlu)
  • Tayammum

Ketiga macam cara bersuci tersebut dibedakan atas hukum (atau lebih tepat disebut fiqih) kapan masing-masingnya dapat dilakukan.

Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali berpendapat bahwa hukum melakukan istinja adalah wajib. Hanya terdapat satu riwayat yang menyatakan bahwa salat tetap sah meski tidak istinja menurut Mazhab Maliki. Riwayat lain dari Mazhab Maliki menetapkan hukumnya sunnah. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, istinja hukumnya hanya sunnah dan bukan wajib. Dalam Mazhab Hanafi, salat tetap sah meski tidak istinja selama ukuran kotoran tidak lebih besar dari ukuran mata uang dirham.[2]

Istinja tidak boleh dilakukan selain menggunakan batu sebanyak tiga buah. Perumpamaan ini berarti istinja harus dilakukan dengan tiga kali sapuan. Pada batu yang memiliki tiga sudut, maka istinja sah setelah kotoran dibersihkan. Namun, jika setelah tiga kali sapuan bagian kotoran belum hilang, maka jumlah sapuan ditambah hingga bersih.[2] Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang diutamakan dalam istinja adalah kebersihannya. Jumlah sapuan diutamakan hanya tiga kali sapuan.[3] Berdasarkan ijmak, istinja dapat dilakukan dengan menggunakan alat lain selain batu, misalnya tembikar, kayu dan papan. Sedangkan pendapat Abu Dawud, istinja hanya dilakukan dengan batu. Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali menetapkan larangan beristinja dengan tulang dan kotoran hewan. Sedangkan Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa tulang dan kotoran hewan dapar digunakan untuk beristinja, tetapi tidak dianjurkan.[4]

  1. ^ Hambali, Muhammad (2017). Rusdianto, ed. Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 47. ISBN 978-602-407-185-1.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ a b ad-Dimasyqi 2017, hlm. 23.
  3. ^ ad-Dimasyqi 2017, hlm. 23-24.
  4. ^ ad-Damasyqi 2017, hlm. 24.
  • Ad-Dimasyqi, Muhammad bin 'Abdurrahman (2017). Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi. ISBN 978-602-97157-3-6.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

 

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istinja&oldid=20772963"

Kita kembali lagi kaji kitab Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Kali ini membahas tentang istijmar dan istinja’. Apa itu?

Silakan lihat ulasannya berikut ini.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menyatakan:

Jika menunaikan hajat, maka hendaklah beristijmar dengan menggunakan tiga batu atau menggunakan semisal batu asalkan bisa membersihkan tempat najis. Kemudian setelah itu beristinja’ dengan menggunakan air.

Boleh juga memilih antara istijmar atau istinja’.

Tidak boleh beristijmar dengan menggunakan kotoran dan tulang sebagaimana telah dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan sesuatu yang dimuliakan.

Penjelasan:

1- Yang dimaksud istinja’ dan istijmar adalah membersihkan kotoran. Istinja’ maknanya lebih umum yaitu membersihkan kotoran sehabis buang hajat dengan menggunakan air dan batu. Sedangkan istijmar adalah membersihkan kotoran dengan menggunakan batu saja.

2- Beristijmar dengan batu tidak boleh kurang dari tiga batu. Karena tiga batu umumnya akan lebih bersih. Namun jika batu masih belum menghilangkan kotoran, maka boleh ditambah lebih dari tiga batu hingga kotorannya bersih. Hadits yang dijadikan dalil dalam hal ini,

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ. قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Dari Salman, ia berkata bahwa ada yang bertanya padanya, “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun dalam hal buang kotoran?” Salman menjawab, “Iya. Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar maupun air kecil. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan tangan kanan. Beliau juga melarang kami beristinja’ dengan kurang dari tiga batu. Begitu pula kami dilarang beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang.” (HR. Muslim, no. 262)

3- Yang lebih afdhal adalah istijmar lalu istinja’. Dikarenakan istijmar dengan batu atau penggantinya menghilangkan kotoran tanpa menyentuhnya secara langsung. Lalu setelah itu air yang akan membersihkan kotoran yang tersisa.

4- Boleh memilih antara istijmar dengan batu atau istinja’ dengan air. Namun beristinja’ dengan air lebih utama karena lebih membersihkan kotoran. Alasan lainnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang penduduk Quba’ yang menjadi sebab turunnya ayat berikut,

فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108). Dahulu mereka terbiasa beristinja’ dengan air lantas turunlah ayat ini.” (HR. Tirmidzi, no. 3100; Abu Daud, no. 44; Ibnu Majah, no. 355. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

5- Tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang karena dilarang dalam hadits Salman di atas.

6- Boleh mengganti batu untuk membersihkan kotoran saat buang hajat dengan yang lainnya asalkan memenuhi tiga syarat: (a) bendanya suci, (b) bisa membersihkan atau mengangkat kotoran, (c) bukan sesuatu yang berharga (dimuliakan) seperti istinja’ dengan makanan atau dengan ekor hewan. Sehingga dari syarat sini dapat disimpulkan bahwa tisu toilet boleh digunakan untuk beristinja’.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Diselesaikan @ Perpus Rumaysho, Panggang, Gunungkidul, 24 Dzulqa’dah 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

1. PENGERTIAN ISTINJA’ DAN PERBEDAANNYA DENGAN ISTIBRA' SERTA ISTIJMAR

Perkataan istinja’ menurut bahasa adalah perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan

najis, yaitu tahi. Adapun menurut istilah syara' istinja’ adalah perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan najis dengan menggunakan benda seperti air atau batu. Jadi, istinja’ berarti menggunakan batu atau air.

Istinja’dapat diartikan juga sebagai tindakan menghilangkan najis yang kotor meskipun najis tersebut jarang keluar seperti darah, air madzi dan air wadi. Pembersihan itu juga bukan dilakukan begitu saja, melainkan dilakukan ketika ada keperluan saja, yaitu dengan menggunakan air ataupun batu.

Istinja’ juga dapat diartikan perbuatan membersihkan najis yang keluar dari qubul ataupun dubur. Oleh sebab itu, ia bukanlah untuk menghilangkan najis akibat angin (kentut), karena bangun tidur, atau karena berbekam. Benda yang digunakan untuk istinja' ataupun istithabah adalah air ataupun bahan lain yang dapat digunakan untuk menghilangkan najis.

Adapun istijmar adalah membersihkan najis dengan menggunakan batu dan yang semacamnya. Perkataan istijmar berasal dari kata al-jamarat yangberarti 'bebatuan’.

Sedangkan istibra' adalah membersihkan dari sesuatu yang keluar baik dari kemaluan depan ataupun belakang. Sehingga, ia yakin bahwa sisa-sisa yang keluar itu sudah hilang. Ia dapat diartikan juga sebagai membersihkan tempat keluar najis dari sisa-sisa percikan air kencing.

Istinzah adalah menjauhkan diri dari kotoran, dan ia mempunyai arti yang sama dengan istibra'.

Istinqa' adalah membersihkan, yaitu dengan cara menekan bagian belakang tubuh yang biasanya digunakan untuk duduk dengan menggunakan batu ataupun dengan jari ketika ber-istinja' dengan air (Ad-Durrul Mukhtar wa Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 310-319; Muraqil Falah halaman 7; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 62; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 87, 93, 96, 100; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 42 dan seterusnya).

Semua cara ini adalah untuk membersihkan najis dan seseorang tidak boleh mengambil wudhu melainkan sesudah dia yakin bahwa sisa air kencingnya sudah tidak ada lagi.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB

(klik disini)

Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA