Jelaskan apa yang dimaksud Taubatan Nasuha dan berikan contohnya

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --

Allah menyukai orang-orang yang bertobat. Imam Nawawi al-Bantani dalam Nashaih al-Ibad, menuliskan sebuah hadis riwayat Abu Abbas. "Allah lebih senang pada tobatnya seorang hamba yang bertobat melebihi senangnya orang haus yang menemukan air, atau orang mandul yang memiliki anak, atau senangnya orang yang kehilangan barang lalu menemukannya. Maka, barang siapa yang bertobat kepada Allah dengan tobat nasuha, Allah akan membuat lupa para malaikat yang menjaganya, anggota tubuhnya, serta bumi yang dipijaknya atas dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan." Dalam surah at-Tahrim ayat ke-8, Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha (taubat yang semurni-murninya)." Lantas, apa yang dimaksud dengan tobat nasuha? Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim menjelaskan, tobat nasuha, yaitu tobat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan. Dalam kitab Riyadh as-Shalihin dijelaskan, jika kemaksiatan itu menyangkut urusan seorang hamba dengan Allah saja, tidak ada hubungannya dengan hak manusia, tobatnya harus memenuhi tiga syarat. Pertama, hendaklah berhenti melakukan maksiat. Kedua, menyesal karena telah melakukan kemaksiatan. Ketiga, berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Apabila tobatnya berkenaan dengan hubungan sesama manusia, tiga syarat tersebut ditambah satu lagi. Orang yang bertobat itu harus meminta kehalalan dari orang yang diambil hak-haknya atau dizalimi.

Rasulullah mengajarkan kita mengiringi keburukan dengan kebaikan, niscaya dengan kebaikan itu akan gugur tiap-tiap keburukan. Karena, seperti sabda Nabi dari Abdullah bin Umar, "Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongan." Manusia tak akan pernah bisa lepas dari cahaya Allah, segelap apa pun lakon hidupnya. Dalam bahasa Chairil Anwar, dia terlafaz, Tuhanku/di pintu-Mu aku mengetuk/aku tak bisa berpalin.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Di antara perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah perintah untuk taubat. Taubat ini adalah jalan yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala sebagai sarana agar para hamba-Nya memperbaiki diri atas dosa, maksiat, dan kesalahan yang telah mereka perbuat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim [66]: 8).

Oleh karena itu, taubat merupakan ibadah yang sangat agung dan memiliki banyak keutamaan. [1] Lalu, apa maksud taubat nasuha sebagaimana yang Allah Ta’ala perintahkan dalam ayat di atas?

Makna Pertama: Taubat yang Murni (Ikhlas) dan Jujur

Secara bahasa, نصح (na-sha-kha) artinya sesuatu yang bersih atau murni (tidak bercampur dengan sesuatu yang lain). Sesuatu disebut (الناصح) (an-naashikh), jika sesuatu tersebut tidak bercampur atau tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang lain, misalnya madu murni atau sejenisnya. Di antara turunan kata نصح adalah  النصيحة(an-nashiihah). (Lihat Lisaanul ‘Arab, 2/615-617).

Berdasarkan makna bahasa ini, taubat disebut dengan taubat nasuha jika pelaku taubat tersebut memurnikan, ikhlas (hanya semata-mata untuk Allah), dan jujur dalam taubatnya. Dia mencurahkan segala daya dan kekuatannya untuk menyesali dosa-dosa yang telah diperbuat dengan taubat yang benar (jujur).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,

أَيْ تَوْبَةً صَادِقَةً جَازِمَةً تَمْحُو مَا قَبْلَهَا مِنَ السَّيِّئَاتِ، وَتَلُمُّ شَعَثَ التَّائِبِ وَتَجْمَعُهُ وَتَكُفُّهُ عَمَّا كَانَ يَتَعَاطَاهُ مِنَ الدَّنَاءَاتِ.

“Yaitu taubat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan” (Tafsir Al-Qur’anul ‘Adzim, 4/191).

Ketika menjelaskan ayat di atas, penulis kitab Tafsir Jalalain berkata,

صَادِقَة بِأَنْ لَا يُعَاد إلَى الذَّنْب وَلَا يُرَاد الْعَوْد إلَيْهِ

“Taubat yang jujur, yaitu dia tidak kembali (melakukan) dosa dan tidak bermaksud mengulanginya.” (Tafsir Jalalain, 1/753).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

فَالنُّصْحُ فِي التَّوْبَةِ وَالْعِبَادَةِ وَالْمَشُورَةِ تَخْلِيصُهَا مِنْ كُلِّ غِشٍّ وَنَقْصٍ وَفَسَادٍ، وَإِيقَاعُهَا عَلَى أَكْمَلِ الْوُجُوهِ

“An-nush-khu dalam taubat, ibadah, dan nasihat artinya memurnikan perkara-perkara tersebut dari semua kotoran, kekurangan, dan kerusakan. Seseorang melaksanakannya dalam bentuk yang paling sempurna.” (Madaarijus Saalikiin, 1/309-310).

Taubat nasuha ini akan terasa pengaruhnya bagi pelakunya, yaitu orang lain kemudian mendoakan kebaikan untuknya.

Al-Alusi rahimahullah berkata,

وجوز أن يراد توبة تنصح الناس أي تدعوهم إلى مثلها لظهور أثرها في صاحبها، واستعمال الجد والعزيمة في العمل بمقتضياتها

“Taubat nasuha boleh juga dimaknai dengan taubat yang mendatangkan doa dari manusia. Artinya, manusia mendoakannya untuk bertaubat, sehingga tampaklah pengaruh taubat tersebut bagi pelakunya. Pelakunya pun mencurahkan kesungguhan dan tekad untuk melaksanakan konsekuensi dari taubatnya.“ (Ruuhul Ma’aani, 28/158).

Terdapat beberapa syarat agar taubat nasuha diterima, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama rahimahumullah. [2]

Makna Ke dua: Taubat yang Memperbaiki Kerusakan dalam Agama akibat Perbuatan Maksiat

Penulis ‘Umdatul Qari menjelaskan,

وأصل النَّصِيحَة مَأْخُوذ من نصح الرجل ثَوْبه إِذا خاطه بالمنصح

“Adapun makna asal dari ‘nashihah’ diambil dari seseorang yang menjahit pakaiannya, ketika dia menyulam pakaiannya dengan jarum.” (‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 1/321)

Beliau rahimahullah kemudian melanjutkan,

وَمِنْه التَّوْبَة النصوح، كَأَن الذَّنب يمزق الدّين وَالتَّوْبَة تخيطه

“(Dari kata nashihah tersebut) muncullah istilah ‘taubat nasuha’. Seakan-akan dosa (maksiat) telah merobek agama (seseorang), dan taubatlah yang menjahit kembali (robekan tersebut).” (‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 1/321).

Al-Qurthubi rahimahullah berkata,

وقيل: هي مأخوذة من النصاحة وهي الخياطة. وفي أخذها منها وجهان: أحدهما- لأنها توبة قد أحكمت طاعته وأوثقتها كما يحكم الخياط الثوب بخياطته ويوثقه

“Dikatakan, (taubat nasuha) diambil dari kata ‘an-nashahah’, yaitu ‘jahitan’. Berdasarkan asal kata tersebut, terdapat dua sisi (makna) dari taubat nasuha. Pertama, karena taubat tersebut telah memperbaiki ketaatan dan menguatkannya. Sebagaimana jahitan yang memperbaiki pakaian dan menguatkannya.” (Al-Jami’ li Ahkaamil Qur’an, 18/199).

Berdasarkan makna secara bahasa di atas, maka pelaku taubat nasuha telah menyempurnakan taubatnya dan memperkuat taubatnya dengan melaksanakan berbagai macam amal ketaatan. Hal ini sebagaimana jahitan yang menyempurnakan (memperbaiki) pakaian, menguatkan, dan merapikannya.

Al-Alusi rahimahullah berkata,

وسميت التوبة نصوحا : أي توبة ترفو خروقك في دينك وترم خللك

“Disebut dengan taubat nasuha, yaitu taubat yang memperbaiki robekan (lubang) dalam agamamu dan memperbaiki keburukanmu.” (Ruuhul Ma’aani, 28/157-158).

Abu Ishaq rahimahullah berkata,

بَالِغَة فِي النصح وَهِي الْخياطَة كَانَ الْعِصْيَان يخرق وَالتَّوْبَة ترفع

“Taubat nasuha adalah taubat yang mencapai puncak kesempurnaan (yang dilaksanakan semaksimal mungkin, pen.). Taubat ini (sejenis dengan) pekerjaan menjahit. Seakan-akan maksiat telah merobek (agama), dan taubatlah yang menambal (menjahit atau memperbaikinya).” (‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 22/280).

Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan sisi yang lain istilah taubat nasuha sesuai dengan makna bahasa di atas. Beliau rahimahullah berkata,

والثاني- لأنها قد جمعت بينه وبين أولياء الله وألصقته بهم، كما يجمع الخياط الثوب ويلصق بعضه ببعض.

“Sisi yang ke dua, karena taubat nasuha mengumpulkan antara pelakunya dengan wali-wali Allah, dan merekatkannya. Hal ini sebagaimana jahitan yang merekatkan pakaian dan menyambung antara sisi (kain) yang satu dengan sisi lainnya.” (Al-Jami’ li Ahkaamil Qur’an, 18/199).

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk dalam hamba-hambaNya yang gemar untuk bertaubat. [3]

***

Selesai disusun menjelang maghrib, Sint-Jobskade Rotterdam NL, 11 Rajab 1436

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penulis: M. Saifudin Hakim

___

Catatan kaki:

[1] Silakan dibaca kembali tulisan sahabat kami tentang keutamaan taubat di:

//muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/keutamaan-taubat.html

[2] Silakan disimak artikel berikut ini:

//almanhaj.or.id/content/2975/slash/0/taubat-nashuha/

[3] Disarikan dari kitab At-Taubah, fii Dhau’il Qur’anil Kariim, Dr. Amaal binti Shalih Naashir, Daar Andalus Khadhra’, cetakan pertama, tahun 1419, hal. 145-147; dengan beberapa penambahan dari referensi lainnya.

Artikel Muslimah.or.id

Sahabat muslimah, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khairan

🔍 Cara Meninggalkan Maksiat, Amin Ya Rabbal Alamin Artinya, Hak Istri Terhadap Penghasilan Suami, Doa Agar Dikuatkan Iman Dan Taqwa, Buku Talbis Iblis, Arti Nama Arbani, Wasiat Syekh Abdul Qodir Jaelani, Menghadapi Suami Marah Menurut Islam, Baju Muslim Laki2, Apa Itu Aurat

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA