Di bawah ini adalah tari rakyat yang berkembang di daerah pesisiran adalah

Diketahui Qd = 80-2P dan Qs = -10 + P Pertanyaan : a. Berapakah besarnya P dan Q keseimbangan ? b. Gambarkan dalam suatu grafik ! c. Carilah besarnya … surplus konsumen dan surplus produsen d. Bila pemerintah mengenakan pajak perunit sebesar 1, carilah P dan Q akibat kenaikan pajak ? ​

11. Didalam kandang terdapat 540 telur, kemudian telur itu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Setiap kantong plastik berisi 9 butir telur. Jadi kant … ong plastic yang diperlukan adalah .... a. 60 b. 50 c. 40 d. 30 252 102​

a. Jelaskan bagaimana praktek asas kedaerahan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan terkait dengan pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah! b. … Upaya penegakan hukum dalam upaya menegakan reformasi birokrasi seringkali menjadi kendala untuk mencapai pemerintahan yang bersih. Berbagai kasus mafia hukum yang seringkali sudah diselidiki dan disidik oleh polisi, seringkali diberikan tuntutan oleh jaksa kurang sepadan dengan dampak yang ditimbulkan, dan bahkan diputus bebas oleh hakim. Terkesan tidak ada koordinasi yang baik antara aparat kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Jelaskan hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga yudikatif terkait dengan upaya reformasi birokrasi berdasar analisis Anda sesuai kasus di atas dengan mengacu pada peraturan perundang-udangan yang berlaku!jawabannya full pembahasan, cek coment wa yg blakangnya no 6211​

Dari 50 butir soal pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban, Adi dapat menjawab benar 36 butir. Sedangkan Ina mampu menjawab 42 butir. Hitunglah! Nam … a Siswa Skor Prosentase Menggunakan Formula Guessing Tanpa formula Guessing Menggunakan Formula Guessing Tanpa formula Guessing Adi Ina

Contoh informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan

menguraikan proses penyusunan perda kabupaten indramayu yg rancangannya di usulkan oleh bupati indramayu​

tolong dijawab, no 38, 39, dan 40 nya:) mau dikumpul besok...​

sebutkan ciri-ciri dan habitat tumbuhan tolong di jwb bsk di kumpulinmakasih​

Yang tau arti "reff ident" di JB kasih tau dong gapaham sumpah

tolong di jwab ya kak ini soal ujian akhir sekolah (UAS) ​

M. Basrowi i

Oleh : M. Basrowi Editor : Sulistiono Lay out : Hery Perwajahan: Hery Ilustrator : Hery Sampul : Gatot Buku ini dilayout menggunakan program Adobe Page Maker 7.0, Adobe Photoshop CS, dengan font georgia 12 pt. ISBN : 978-979-053-105-5 Cetakan Tahun : 2009 Penerbit : CV. Pamularsih Jl. Srengseng raya No. 126 Kembangan - Jakarta Barat Telp/Fax. (021) 5842613 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang ii

Masyarakat pesisir secara geografis berada dan tinggal disepanjang daerah pantai utara Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakat pesisir memiliki latar belakang budaya dan kesenian yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Kesenian masyarakat pesisir yang cukup terkenal diantaranya tari topeng, tari lengger, tari gandrung, baritan, dan masih banyak lagi. Buku ini mengajak kita mengenal masyarakat pesisir dan kesenian daerah yang berkembang disana. Kita dapat mengenal kesenian daerah Cirebon, Pati, Pekalongan, Pemalang, Indramayu, Jepara dan Kudus dengan membaca buku ini. Mengenal kesenian daerah, khususnya kesenian masyarakat pesisir membuat generasi muda semakin mencintai kesenian bangsa sendiri. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam buku ini. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan buku ini. Penyusun, iii

Kata Pengantar Daftar Isi iii iv 1 Pendahuluan 1 2 Tipikal Masyarakat Pesisiran 4 3 8 4 Upaya Melestarikan an 48 Daftar Pustaka 51 Glosarium 52 iv

1 Pendahuluan Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas. Sementara, batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit 1

pasir (sand dune) tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit, sedangkan jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit. Masyarakat pesisir sebagian besar merupakan masyarakat nelayan memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan ini dikarenakan keterkaitannya yang erat dengan karakterstik ekonomi wilayah pesisir, latar belakang budaya, kesenian, serta ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Kehidupan rakyat pesisiran selalu memiliki tradisi yang kuat dan mengakar. Pada hakikatnya tradisi tersebut bermula dari keyakinan rakyat setempat terhadap nilai-nilai luhur nenek moyang, atau bahkan bisa jadi bermula dari kebiasaan atau permainan rakyat biasa yang kemudian menjadi tradisi luhur. Mungkin orang-orang yang dulu hidup di wilayah pesisiran tidak mengira bahwa tradisi tersebut hingga kini menjadi sebuah kesenian. Jika kita dilihat dari segi lingkungan tempat masyarakat itu tinggal, dapat kita bedakan ke dalam tiga kategori berikut. 1. Masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. 2. Masyarakat yang tinggal di daerah dataran. 3. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisiran. Secara historis masyarakat Jawa dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu nagarigung, mancanegari, dan pesisiran. Masyarakat nagarigung ialah masyarakat yang enkulturasi dan proses sosialisasinya berada dan tinggal di seputar kota Solo dan Yogyakarta. Mereka 2

disebut tiyang negari (orang negeri). Peradaban yang hidup di daerah negarigung ini merupakan peradaban orang Jawa yang dahulunya berakar dari keraton. Ciri dari masyarakat ini, di antaranya mengutamakan kehalusan (baik bahasa maupun kesenian). Masyarakat mancanegari memiliki kemiripan-kemiripan dengan masyarakat negarigung dalam hal tutur bahasa dan keseniannya, meskipun kualitasnya tidak sebaik atau sehalus peradaban keraton. Mancanegari ini merupakan suatu sebutan untuk daerah-daerah di luar kota Solo dan Yogyakarta. Masyarakat yang hidup dalam peradaban ini disebut sebagai tiyang pinggiran (orang pinggiran). Sedangkan masyarakat pesisiran adalah suatu daerah atau wilayah kebudayaan yang pendukungnya adalah masyarakat yang proses sosialisasinya berada dan tinggal di sepanjang daerah pantai utara pulau Jawa, yang lebih dikenal dengan tiyang pesisiran. Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi di antara warga masyarakat pesisir, lebih terlihat kasar (dibanding dengan masyarakat Jawa pedalaman), yaitu dengan penggunaan bahasa Jawa Ngoko/Madya. Karena yang dipentingkan adalah pada pesan yang mereka ingin sampaikan sehingga terasa spontan dan langsung bukan kepada dan bagaimana menyampaikan. Hal ini ada kaitannya dengan cara mereka memperlakukan diri dan orang lain. Dengan arena kehidupan yang ditekuni yakni pasar (berdagang), dan faham keagamaan yang menekankan pada konsep kesejajaran. Strata sosial dilihat lebih pada alasan keagamaan dan bukanlah status sosial itu sendiri. 3

2 Tipikal Masyarakat Pesisiran Masyarakat Pesisir secara geografis adalah masyarakat yang mendiami daerah atau wilayah kebudayaan yang pendukungnya adalah masyarakat yang proses sosialisasinya berada dan tinggal di sepanjang daerah pantai utara Pulau Jawa, yang dikenal dengan tiyang pesisiran. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan perairan yang amat luas, dari ujung Sumatra hingga Papua tak lepas dari deretan perairan yang menjadi mata pencaharian serta tempat tinggal masyarakat pesisir. Tak terkecuali daerah pantura Pulau Jawa yang akan menjadi fokus dari tulisan ini. Pantai Utara Pulau Jawa yang di antaranya mencakup sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil kuliner laut. Sebut saja diantaranya udang ebi, kerupuk kulit ikan serta makanan ringan lainnya. Satu keuntungan lain yang dimiliki kabupaten/kota di daerah pesisir adalah potensi 4

alamnya. Lihat saja, dari mulai Pantai Widuri, Pantai Purwahamba, Pantai Sigandu, Pantai Ujung Negoro, hingga Pantai Pelabuhan di Semarang sepanjang Pulau Jawa. Daerah pesisir berpotensi menjadi daerah wisata Sumber: www.wordpress.com Secara umum keindahan pantai merupakan kekayaan alam serta kekayaan nyata bagi wilayah administratif yang memilikinya. Demikian pula daerah pesisir, ketika sebuah potensi alam dikembangkan menjadi daerah wisata oleh pemerintah setempat, maka ada kompensasi yang menyertainya. Modernisasi yang terjadi di sekeliling daerah pantai, sebut saja fasilitas penginapan, jalan, rumah makan serta banyak fasilitas pendukung lain mengundang masyarakat dari berbagai tempat untuk datang dan mengadu nasib. Banyak pendatang yang memenuhi wilayah pesisir hanya untuk sekedar berbagi sepetak rumah dengan penduduk lainnya. Akibatnya percampuran budaya terjadi antara pendatang dan penduduk asli. 5

Masyarakat pesisir Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan menempati strata sebagai masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah, sebab yang logis adalah sebagian besar nelayan Indonesia hanyalah buruh nelayan atau nelayan tradisional yang kalah bersaing dengan banyak nelayan modern lainnya dari luar negeri. Keberadaan mereka tetap mendominasi meskipun pendapatan yang diperoleh tidaklah lebih banyak dari nelayan modern yang berjumlah lebih sedikit. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena di dalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masyarakat di antaranya: a) Masyarakat Nelayan Tangkap Masyarakat nelayan tangkap adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Kedua kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya. Masyarakat pesisir sebagian besar bermatapencarian sebagai nelayan Sumber: www.images.google.co.id 6

b) Masyarakat Nelayan Pengumpul. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja di sekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawa ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan. c) Masyarakat Nelayan Buruh Masyarakat nelayan buruh adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka. Mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang kecil. d) Masyarakat Nelayan Tambak Masyarakat nelayan tambak adalah masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh. 7

3 Kesenian masyarakat pesisir lahir dan berkembang di dalam masyarakat pesisiran yang memilikinya. Berikut akan diuraikan kesenian masyarakat pesisiran yang berada di daerah Cirebon, Pai, Pekalongan, Banyuwangi, Pemalang, Indramayu, Jepara, dan Kudus. A. Kesenian Masyarakat Cirebon Kesenian khas masyarakat Cirebon diantaranya tari topeng, sintren, dan kesenian gambyung. 1. Tari Topeng Tari topeng merupakan salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena setiap sang penari beraksi 8

selalu menggunakan topeng. Pada awalnya, tari topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Sumber: www.1.bp.blogspot.com Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya, sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara pertunjukan kesenian. Berawal dari keputusan itulah mulailah terbentuk suatu kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan nama tari topeng dan masih berkembang hingga sekarang. Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah. Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan. Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki para penari digerakkan 9

melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya. Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukan pendahuluan sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng Sumber: www.wordpress.com yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru. Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah. Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan sang penari juga semakin keras. Puncak alunan musik paling keras terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari. Setiap pergantian warna topeng itu menunjukkan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim. Sementara itu, topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah Sumber: www.lh5.ggpht.com 10

menggambarkan karakter yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran. Setiap busana yang dipakai oleh penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng. Tarian ini biasanya akan dipentaskan ketika ada acara-acara hajatan sunatan, kepemerintahan, perkawinan, maupun acara-acara rakyat lainnya. 2. Kesenian Gembyung Seni gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacaraupacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Untuk pastinya kapan kesenian ini mulai berkembang di Cirebon tak ada yang tahu pasti. Yang jelas kesenian gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut. Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang didominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet. Sumber: www.img442.imageshack.us.com 11

Setelah berkembang menjadi gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain. Pada perkembangannya, kesenian ini banyak dikombinasikan dengan kesenian lain. Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagulagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan gembyung. Kesenian gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya. Kesenian gembyung seperti ini dapat ditemukan di daerah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah salat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung. 3. Sintren Salah satu tradisi lama rakyat pesisiran Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, tepatnya di Cirebon, adalah sintren. Kesenian ini kini menjadi sebuah pertunjukan langka bahkan di daerah kelahiran sintren sendiri. Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean. Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman tradisi Cirebon, sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini. 12

Kesenian sintren (akhirnya bukan lagi permainan), terdiri dari para juru kawih/sinden yang diiringi dengan beberapa gamelan seperti buyung, sebuah alat musik pukul yang menyerupai gentong terbuat dari tanah liat, rebana, dan waditra lainnya seperti kendang, gong, dan kecrek. Sebelum dimulai, para juru kawih memulai dengan lagu-lagu yang dimaksudkan untuk mengundang penonton. Syairnya begini: Tambak tambak pawon Isie dandang kukusan Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul. Syair tersebut dilantunkan secara berulang-ulang sampai penonton benar-benar berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan Sintren. Begitu penonton sudah banyak, juru kawih mulai melantunkan syair berikutnya, Kembang trate Dituku disebrang kana Kartini dirante Kang rante aran mang rana Di tengah-tengah kawih di atas, muncullah sintren yang masih muda belia. Seorang sintren haruslah seorang gadis, kalau Sintren dimainkan oleh wanita yang sudah bersuami, maka pertunjukan dianggap kurang pas. Sumber: www.lh5.ggpht.com 13

Kemudian sintren diikat dengan tali tambang mulai leher hingga kaki, sehingga secara syariat, tidak mungkin sintren dapat melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat. Lalu sintren dimasukkan ke dalam sebuah carangan (kurungan) yang ditutup kain, setelah sebelumnya diberi bekal pakaian pengganti. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya membaca doa. Dengan asap kemenyan mengepul juru kawih terus berulang-ulang nembang. Gulung gulung kasa Ana sintren masih turu Wong nontone buru-buru Ana sintren masih baru Sumber: www.images.google.co.id Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masih dalam keadaan tidur. Namun begitu kurungan dibuka, sang Sintren sudah berganti dengan pakaian yang serba bagus layaknya pakaian yang biasa digunakan untuk menari topeng, ditambah lagi sang Sintren memakai kacamata hitam. 14

Sintren kemudian menari secara monoton, para penonton yang berdesak-desakan mulai melempari Sintren dengan uang logam, dan begitu uang logam mengenai tubuhnya, maka Sintren akan jatuh pingsan. Sintren akan sadar kenbali dan menari setelah diberi jampi-jampi oleh pawang. Secara monoton sintren terus menari dan penonton pun berusaha melempar dengan uang logam dengan harapan sintren akan pingsan. Di sinilah salah satu inti seni sintren. Jika ada yang melempar dengan uang logam dan kena tubuh sintren pasti pingsan. Setelah bangun kembali, sang penari sintren pun meneruskan kembali tariannya sampai jatuh pingsan lagi ketika ada uang logam yang mengenai tubuhnya. Konon, ketika menari tersebut, pemain sintren memang dalam keadaan tidak sadar alias kerasukan. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang sintren berada dibawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Terlepas dari ada tidaknya unsur magis dalam kesenian ini, tetap saja kesenian ini cukup menarik untuk disaksikan. Ketika hal ini ditanyakan pada sintrennya usai pertunjukan, mengaku tidak sadarkan diri apa yang ia perbuat di atas panggung, meskipun sesekali terasa juga tubuhnya ada yang melempar dengan benda kecil. Misteri ini hingga kini belum terungkap, apakah betul seorang sintren berada di bawah alam sadarnya atau hanya sekadar untuk lebih optimal dalam pertunjukan yang jarang tersebut. Seorang mantan sintren yang enggan disebut namanya mengatakan, ia pernah jadi sintren dan benarbenar sadar apa yang dia lakukan di atas panggung, namun lantaran tuntutan pertunjukan maka adegan pingsan harus ia lakukan. Tempat Penyajian Sintren Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian sintren adalah arena terbuka. Maksudnya berupa arena pertunjukan yang tidak terlihat batas antara penonton dengan penari sintren maupun pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar lebih komunikatif dengan dibuktikan pada saat acara balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari sintren 15

terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan balangan pada penari sintren. Waktu Penyajian Pegelaran sintren semula disajikan pada waktu sunyi dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena dikandung maksud bahwa sintren sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menyatu dengan penari sintren. Namun demikian pada saat sekarang ini pertunjukan sintren dapat dilaksanakan kapan saja baik siang maupun malam hari tidak tergantung pada malam bulan purnama. Busana Sintren Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian kebaya (untuk atasan) sekarang ini menggunakan busana golek. Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai busana keseharian. Adapun macam-macam busana yang lain sebagai pelengkap busana penari sintren dapat diuraikan berikut ini. 1. Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren berlangsung. 2. Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam tari golek. 3. Kain atau jarit, model busana wanita Jawa. 4. Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya sampai lutut. 5. Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai untuk mengikat sampur. 6. Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian ditutup sabuk atau diletakkan di depan. 16

7. Jamang, adalah hiasan yang dipakai di kepala dengan untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer. 8. Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain khususnya di Jateng. 9. Kacamata hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan trance, juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/ mempercantik penampilan. Fungsi dari Kesenian Sintren dapat dijelaskan berikut ini. 1. Sebagai sarana hiburan masyarakat. 2. Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat. 3. Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti: bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan. 4. Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi. 4. Kesenian Tarling Cirebon Tarling merupakan kesenian khas dari wilayah pesisir timur laut Jawa Barat (Indramayu-Cirebon dan sekitarnya). Bentuk kesenian ini pada dasarnya adalah pertunjukan musik, namun disertai dengan drama pendek. Nama "tarling" diambil dari singkatan dua alat musik dominan: gitar akuistik dan suling. Selain kedua instrumen ini, terdapat pula sejumlah perkusi, saron, kempul, dan gong. Awal perkembangan tarling tidak jelas. Pada tahun 1960-an pertunjukan ini sudah dinamakan "tarling" dan mulai masuk unsur-unsur drama. Sejarah Tarling Cirebonan Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara (pantura), terutama Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, kesenian tarling 17

telah begitu akrab. Alunan bunyi yang dihasilkan dari alat musik gitar dan suling, seolah dapat menghilangkan beratnya beban hidup yang ditanggung. Lirik lagu dan kisah yang diceritakan di dalamnya, juga mampu memberikan pesan moral yang mencerahkan dan menghibur. lirik lagu dalam kesenian tarling memberikan pesan moral Sumber: www.3.bp.blogspot.com Meski telah begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat, tak banyak yang mengetahui bagaimana asal-usul terciptanya tarling. Selain itu, tak juga diketahui dari mana sebenarnya kesenian tarling itu terlahir. Namun yang pasti, tarling merupakan kesenian yang lahir di tengah rakyat pantura, dan bukan kesenian yang 'istana sentris'. Oleh karena itu, tarling terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak terikat ritme serta tatanan tertentu sebagaimana seni yang lahir di tengah 'istana'. Melodi Kota Ayu dan Melodi Kota Udang Sebelum 'resmi' bernama tarling, kesenian ini dikenal dengan sebutan 'melodi kota ayu' di Kabupaten Indramayu, dan 'melodi kota udang' di Cirebon. Pada 17 Agustus 1962, ketua Badan Pemerintah Harian (BPH, 18

sekarang DPRD) Kabupaten Cirebon, menyebut kesenian itu dengan sebutan tarling. Nama tarling itu diidentikkan dengan asal kata 'itar' (gitar dalam bahasa Indonesia) dan suling (seruling). Versi lain pun mengatakan bahwa tarling mengandung filosofi yen wis mlatar kudu eling (jika sudah berbuat negatif, maka harus bertobat). Asal tarling mulai muncul sekitar tahun 1931 di Desa Kepandean, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Saat itu, ada seorang komisaris Belanda yang meminta tolong kepada warga setempat yang bernama Mang Sakim, untuk memperbaiki gitar miliknya. Mang Sakim waktu itu dikenal sebagai ahli gamelan. Usai diperbaiki, sang komisaris Belanda itu ternyata tak jua mengambil kembali gitarnya. Kesempatan itu akhirnya dipergunakan Mang Sakim untuk mempelajari nada-nada gitar, dan membandingkannya dengan nada-nada pentatonis gamelan. Hal itu pun dilakukan oleh anak Mang Sakim yang bernama Sugra. Bahkan, Sugra kemudian membuat eksperimen dengan memindahkan nada-nada pentatonis gamelan ke dawai-dawai gitar yang bernada diatonis. Karenanya, tembang-tembang (kiser) Dermayonan dan Cerbonan yang biasanya diiringi gamelan, bisa menjadi indah dengan iringan petikan gitar. Keindahan itupun semakin lengkap setelah petikan dawai gitar diiringi dengan suling bambu yang mendayu-dayu. Alunan gitar dan suling bambu yang menyajikan kiser Dermayonan dan Cerbonan itu pun mulai mewabah sekitar dekade 1930-an. Kala itu, anak-anak muda di berbagai pelosok desa di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, menerimanya sebagai suatu gaya hidup. Bahkan pada 1935, alunan musik tarling juga dilengkapi dengan kotak sabun yang berfungsi sebagai kendang, dan kendi sebagai gong. Kemudian pada 1936, alunan tarling dilengkapi dengan alat musik lain berupa baskom dan ketipung kecil yang berfungsi sebagai perkusi. 19

Biasanya, panggung dalam pementasan tarling hanya berupa tikar yang diterangi lampu patromak (saat malam hari). Kesenian tarlingnya juga biasa dilengkapi dengan pergelaran drama. Adapun drama yang disampaikannya itu berkisah tentang kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah masyarakat. Akhirnya, lahirlah lakonlakon seperti Saida-Saeni, Pegat Balen, maupun Lair Batin yang begitu melegenda hingga kini. Bahkan, lakon Saida-Saeni yang berakhir tragis, selalu menguras air mata para penontonnya. Di Kabupaten Indramayu pun muncul sederet nama yang melambungkan tarling hingga ke berbagai pelosok daerah. Di antara nama itu adalah Jayana, Raden Sulam, Carinih, Yayah Kamsiyah, Hj Dariah, dan Dadang Darniyah. Pada dekade 1950-an, di Kabupaten Cirebon muncul tokoh tarling bernama Uci Sanusi. Kemudian pada dekade 1960-an, muncul tokoh lain dalam blantika kesenian tarling, yakni Abdul Ajib yang berasal dari Desa Buyut, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon, dan Sunarto Marta Atmaja, asal Desa Jemaras, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon. Seni tarling saat ini memang telah hampir punah. Namun, tarling selamanya tidak akan bisa dipisahkan dari sejarah masyarakat pesisir pantura Dermayon dan Cirebon. B. Kesenian Laesan Masyarakat Bajomulyo Kabupaten Pati Kesenian laesan adalah salah satu kesenian tradisional kerakyatan yang merupakan hasil ekspresi estetis masyarakat dengan fenomena trance didalamnya. Di dalam trance inilah muncul simbol-simbol yang tersirat dalam pertunjukan laesan, yang kemudian oleh penonton diwujudkan menjadi pola-pola kelakuan masyarakat Bajomulyo. Kesenian laesan mempunyai bentuk ekspresi estetis yang terdapat dalam bagian berikut. 20

1) Bagian awal pertunjukan, inti pertunjukan dan bagian akhir pertunjukan. 2) Unsur-unsur pendukung pertunjukan meliputi perlengkapan pentas, gerak tari, iringan, rias, busana, dan ruang pentas. 3) Simbol-simbol yang membentuk makna dalam proses interaksi simbolik meliputi dupa, sesaji, nyanyian pengiring, makna trance dalam laesan. 4) Saran yang disampaikan dalam kesenian laesan perlu dikemas kembali supaya menjadi lebih baik. Kesenian laesan ini perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi berikutnya untuk menghindari kepunahan. Laesan adalah sebuah kesenian rakyat yang tumbuh di daerah Pesisir yang merupakan perpaduan antara nyanyian dan tarian. Laesan berubah menjadi laisan karena adanya dialek pada masyarakat setempat. Apabila ditinjau secara morfologis, laisan berasal dari kata lais yang mendapat akhiran an. Lalis artinya mati dan an berarti seperti atau seolaholah mati. Lalis dapat berubah menjadi lais karena adanya proses perubahan dimana sebuah kata kehilangan suatu silabe atau suku kata ditengah-tengahnya. Kata lalis kehilangan satu suku kata sehingga menjadi lais. Dalam pementasan laesan, penari utama dilakukan oleh seorang lakilaki yang disebut lais. Apabila tarian ini ditarikan oleh seorang pria maka disebut dengan laesan sebaliknya apabila tarian ini ditarikan oleh seorang perempuan disebut Sintren. Pementasan kesenian laesan selalu menggunakan magi. Apabila ditinjau dari tata cara pementasan tari laesan, yang didahului dengan membakar kemenyan dan mengundang Bidadari, dapat diperkirakan bahwa tindakan ini merupakan sisa-sisa upacara religius yang berubah fungsinya menjadi kesenian tradisional. Untuk menjadi pemeran utama dalam kesenian laesan tidak memerlukan ilmu tertentu. Dengan kata lain kemampuan itu datang dengan sendirinya. Kemampuan itu datang secara turun-temurun dari 21

generasi tua ke generasi penerusnya. Akan tetapi, tidak semua orang mampu menjadi pelaku utama dalam kesenian laesan ini karena kemampuan tersebut bukanlah sebuah ilmu yang dapat dipelajari seperti halnya sihir atau ilmu sulap, tetapi datang dengan sendirinya hanya cukup dengan hening cipta di tengah kepulan asap kemenyan di dalam kurungan. Kesenian laesan juga mempunyai seorang pemimpin yang bertugas untuk mengatur segala apa saja selama proses pertunjukan berlangsung. Tugas seorang pemimpin adalah mempersiapkan kebutuhan laesan, misalnya mengantar laes ke tengah arena pertunjukan untuk menjalankan tugasnya sebagai laes. Seorang pemimpin pertunjukan laesan belum tentu menjadi pawang, tetapi tugasnya adalah membakar kemenyan, menyediakan sesaji, mengomando iringan serta nyanyian agar laes bisa menjadi trance (melakukan perbuatan di luar kemampuan manusia biasa). Bentuk kesenian laesan sangat sederhana baik dalam garapan maupun cara melakukannya, namun keindahannya tetap menjadi pertimbangan dalam penyajiannya. Ekspresi estetis masyarakat Bajomulyo yang dituangkan melalui media kesenian laesan tercermin dalam tata urutan penyajiannya yang meliputi aspek-aspek urutan penyajian, dan unsurunsur pendukung kesenian laesan. Urutan penyajian pertunjukan kesenian laesan dimulai dari bagian awal pertunjukan, bagian pertunjukan itu sendiri dan bagian akhir pertunjukan. Bagian Awal Pertunjukan Pertunjukan laesan dimulai dengan membakar kemenyan terlebih dahulu. Setelah pemimpin pertunjukan membakar kemenyan dan asapnya mulai mengepul, baru kemudian dimasukkan ke dalam kurungan yang sudah dibalut dengan kain. Disamping itu, nyanyian pembukaan juga mulai diperdengarkan dengan tujuan untuk mengundang perhatian penonton agar datang untuk melihatnya. 22

Lagu-lagu yang dinyanyikan misalnya Kembang Manggar, Kembang Gedhang, Kembang Anggrek, Rujak Cengkir, Rujak Uni, Rujak Nanas, dan masih banyak lagu-lagu yang dinyanyikan kelompok penembang sampai penonton berdatangan memenuhi arena pertunjukan. Nyanyian-nyanyian tersebut mempunyai nilai yang bermacam-macam yang ditujukan bagi penonton pertunjukan kesenian laesan. Bagian Pertunjukan Setelah penonton berkumpul dan perlengkapan pentas sudah siap, maka pemimpin pertunjukan menjemput pelaku utama laesan untuk memasuki arena pentas. Kemudian pemimpin pertunjukan mengambil sesaji yang ada di pinggir untuk dibawa ke tengah arena pentas. Laes (pelaku utama) masuk ke tengah arena pementasan kemudian duduk di tengah arena pertunjukan dengan menghadap ke timur dalam keadaan hening dan berkonsentrasi penuh sebelum ditutup dengan kurungan. Bersamaan dengan mengalunnya lagu, kurungan yang sudah penuh dengan asap dari kemenyan ditutupkan pada laes (pelaku utama) tersebut yang dilanjutkan dengan nyanyian untuk mendatangkan roh Bidadari. Roh bidadari didatangkan dengan maksud agar laes menjadi trance, yaitu melakukan perbuatan di luar kemampuan manusia biasa. Nyanyian yang berupa mantra dalam kesenian laesan itu dinyanyikan secara bersama-sama oleh sekelompok penembang dengan harapan kekuatan gaib yang ada di alam gaib turun di dunia. Setelah bidadari datang, pelaku utama (laes) memberitahu pemimpin pertunjukan dengan memberi isyarat kurungan digerak-gerakan. Apabila kurungan bergerakgerak, merupakan pertanda pelaku laesan sudah mulai trance, maka kurungan segera dibuka. Dalam keadaan mata terpejam, pelaku tersebut berdiri dan berjalan kesana kemari mengitari arena pertunjukan. Gerakan yang dilakukan oleh laes bukan atas kemauannya sendiri melainkan karena adanya roh yang memasuki tubuhnya. Setelah dianggap cukup dinikmati oleh penonton, laes yang masih dalam keadaan trance 23

dimasukkan lagi ke dalam kurungan sebagai tanda pergantian atraksi selanjutnya. Pertunjukan laesan mempunyai beberapa atraksi yang ditampilkan secara acak atau tidak berurutan, tetapi sesuai dengan kemauan atau permintaan laes. Setiap atraksi yang akan dilakukan disampaikan kepada pemimpin pertunjukan agar disampaikan kepada penembang (penyanyi) dan penabuh instrumen (gamelan). Atraksi-atraksi yang biasa ditampilkan oleh seorang laes (pelaku utama), antara lain Bandan, Uculana Bandan, dan Permainan Keris. Dalam atraksi bandan (diikat), laes yang masih dalam kurungan kemudian diberi seutas tali yang panjangnya kira-kira lima meter oleh pemimpin pertunjukan. Kemudian pemimpin pertunjukan meminta kepada penembang agar lagunya berganti dengan lagu bandan (permainan tali). Di dalam kurungan, laes (pelaku utama) mengikat tubuhnya sendiri dengan tali tersebut. Setelah kurungan bergerak-gerak, pemimpin pertunjukan membuka kurungan agar laes dapat dilihat penonton. Ternyata dalam keadaan mata terpejam, seluruh tubuh laes terikat tali mulai dari leher, badan dan kedua tangannya. Posisi ikatan kedua tangan berada di belakang tubuh. Maksud dari atraksi ini untuk menunjukkan bahwa yang mengikat tubuh Laes dengan bentuk ikatan demikian adalah bidadari bukan Laes itu sendiri. Setelah dianggap cukup memuaskan penonton, laes dimasukkan kembali ke dalam kurungan untuk melakukan proses melepaskan ikatan tali yang ada di tubuhnya. Proses melepaskan ikatan tali tersebut diiringi dengan lagu tertentu. Selama kurang lebih lima menit, para penembang menyanyi dengan khidmat dan serempak, setelah itu kurungan dibuka. Tampaklah laes sudah terbebas dari ikatan tali yang melilit tubuhnya. Selanjutnya laes menari mengitari arena pertunjukan dengan mata terpejam untuk kemudian melakukan permainan berikutnya. 24

Dalam atraksi permainan keris, pelaku utama (laes) diberi sebilah keris. Laes dalam keadaan tidak sadar menusukkan keris pada tubuhnya sendiri, antara lain pada paha, perut dan dahi. Anehnya meski ditusuk, tubuh laes tersebut tidak terluka sedikitpun. Persyaratannya adalah menggunakan keris yang bukan luk, karena keris yang mempunyai luk mudah patah apabila ditusukkan pada tubuh laes. Apabila keris yang diberikan pada Laes masih memiliki kekuatan gaib maka keris tersebut akan hilang pada waktu dipegang oleh laes selama trance (melakukan perbuatan di luar kemampuan manusia biasa). Bagian Akhir Pertunjukan Sebagai penutup seluruh rangkaian pertunjukan laesan, pemimpin pertunjukan mengembalikan laes agar sadar seperti semula. Kemenyan yang ada di tepi arena pentas dikipasi lagi agar asapnya keluar. Setelah asapnya mengepul, ditutup lagi dengan kurungan, agar asap tersebut memenuhi kurungan. Kemudian laes dimasukkan lagi ke dalam kurungan yang sudah penuh asap kemenyan. Kembalinya bidadari ke surga, ditandai dengan sadarnya kembali laes, dan selesailah keseluruhan pertunjukan kesenian laesan. C. Kesenian Masyarakat Pekalongan Pekalongan Utara adalah sebuah kecamatan di Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kota Kecamatan Pekalongan Utara terletak di Kelurahan Panjang Wetan. Wilayah Kecamatan Pekalongan Utara adalah wilayah pesisir pantai utara (Laut Jawa), sehingga sebagian wilayahnya yang berdekatan dengan pantai seringkali mengalami rob (air laut pasang). Wilayah yang sering mengalami bencana rob antara lain; Kelurahan Panjang Wetan, Panjang Baru, Kandang Panjang, Krapyak Lor. 25

Selain bencana rob, di Kecamatan Pekalongan Utara terdapat satu kelurahan yang hampir setiap tahun tergenang banjir yaitu Kelurahan Pabean. Hal ini karena kondisi tanahnya lebih rendah dibanding dengan daratan di sekitarnya. Kesenian dan kebudayaan masyarakat Pekalongan di antaranya sebagai berikut. 1. Tari Sintren Sintren adalah kesenian tradisional masyarakat Pekalongan dan sekitarnya, merupakan sebuah tarian yang berbau mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dan Raden Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa Raden Sulandono adalah putra Ki Bahurekso dari perkawinannya dengan Dewi Rantansari. Sumber: www.wordpress.com Dalam pertunjukan sintren, sang penari akan dimasuki roh bidadari Sumber: www.wordpress.com 26

Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso. Akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam goib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantansari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil rohnya untuk menemui Sulasih, maka terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan Raden Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya. Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci (perawan), dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending 6 orang. Pengembangan tari sintren sebagai hiburan rakyat, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan pelawak. 2. Simtud Durrar Simtud durrar merupakan kesenian tradisional yang bernapaskan Islam dengan menggunakan rebana dan jidur sebagai alat musiknya. Kesenian ini beranggotakan antara 15 orang hingga 20 orang, dengan diiringi musik. Mereka melantunkan puji-pujian atau sholawatan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan dunia dan akhirat. Simtud Durrar, kesenian yang bernapaskan islam Sumber: www.multiply.com 27

Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan acara hajatan atau selamatan yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota Pekalongan yang dikenal dengan ketaatannya dalam menjalankan perintah agama. D. Banyumas Kabupaten Banyumas adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Brebes di utara; Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen di timur, serta Kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat. Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara wilayah kabupaten ini. Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari wilayah budaya Banyumasan, yang berkembang di bagian barat Jawa Tengah. Bahasa yang dituturkan adalah bahasa Banyumasan, yakni salah satu dialek bahasa Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa ("dialek Mataraman") dan dijuluki "bahasa ngapak". Di antara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas yaitu wayang kulit gagrag Banyumas dan begalan. 1. Wayang kulit gagrag Banyumas Wayang kulit gagrag Banyumas yaitu kesenian wayang kulit khas Banyumasan. Terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Kekhasan wayang kulit gragak Banyumasan adalah napas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya. Sumber: www.1.bp.blogspot.com 28

2. Begalan Begalan adalah seni tutur tradisional yang dilaksanakan pada upacara pernikahan. Kesenian ini menggunakan peralatan dapur yang memiliki makna simbolis berisi falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangga nantinya. Kesenian begalan dilaksanakan pada upacara pernikahan Sumber: www.3.bp.blogspot.com Kesenian musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan kesenian musik Jawa lainnya. Kesenian musik tradisional Banyumas di antaranya calung, kentongan, dan bongkel. 1. Calung Calung adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Selain itu ada gong sebul. Dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong, tetapi dimainkan dengan cara ditiup (Bahasa Jawa: disebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. 29

Alat musik calung terbuat dari bambu Sumber: www.farm4.static.flickr.com Dalam penyajiannya, calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musik yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang. 2. Kenthongan Kenthongan adalah alat musik yang terbuat dari bambu. Kenthong adalah alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan Sumber: www.2.bp.blogspot.com 30

bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan, kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras. 3. Bongkel Bongkel yakni peralatan musik tradisional sejenis angklung, namun terdiri empat bilah berlaras slendro. Masyarakat Banyumas juga memiliki seni tari yang khas. Adapun kesenian tari-tarian khas Banyumasan di antaranya berikut ini. 1. Lengger Sumber: www.duaberita.com. Lengger merupakan tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau lebih. Di tengah-tengah pertunjukan hadir seorang penari laki-laki disebut badhud (badut/bodor). Tarian ini umumnya dilakukan di atas panggung dan diiringi oleh alat musik calung. 2. Sintren Sintren adalah tarian yang dimainkan oleh laki-laki yang mengenakan baju perempuan. Tarian ini biasanya melekat pada kesenian ebeg. Di 31

tengah-tengah pertunjukan biasanya pemain ditindih dengan lesung dan dimasukan ke dalam kurungan, dimana dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan menari bersama pemain yang lain. 3. Aksimuda Aksimuda merupakan kesenian bernapaskan Islam. Kesenian ini berupa silat yang digabung dengan tari-tarian. 4. Angguk Angguk yakni kesenian tari-tarian bernapaskan Islam. Kesenian ini dilakukan oleh delapan pemain. Di mana pada akhir pertunjukan pemain tidak sadarkan diri. 5. Aplang atau Daeng Aplang atau daeng yakni kesenian yang serupa dengan angguk. Kesenian ini dimainkan oleh remaja putri. 6. Buncis Kesenian buncis diiringi dengan alat musik angklung Sumber: www.banyumaskab.go.id 32

Buncis yaitu paduan antara kesenian musik dan tarian yang dimainkan oleh delapan orang. Kesenian ini diiringi alat musik angklung. 7. Ebeg Sumber: www.2.bp.blogspot.com Ebeg adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan ini diiringi oleh gamelan yang disebut bendhe. D. Banyuwangi Masyarakat pesisir Banyuwangi memiliki beberapa kesenian yang cukup terkenal. Di antaranya ritual seblang, tari gandrung, dan masih banyak lagi. 1. Ritual Seblang Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Using yang hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olihsari. Ritual ini 33

dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan tenteram. Ritual ini sama seperti ritual sintren di wilayah Cirebon, jaran kepang, dan sanghyang di Pulau Bali. Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha. Sumber: www.hasansentot2008.blogdetik.com Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olihsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil balik, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause). Tari seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanakkanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari gandrung. 34

2. Tari Gandrung Sumber: www.ksupointer.com Gandrung Banyuwangi berasal dari kata gandrung, yang berarti tergila-gila atau cinta habis-habisan dalam bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre dengan tari ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Sumber: www.3.bp.blogspot.com Banyumas dan joged bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Bentuk kesenian yang didominasi tarian khas Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Masyarakat Banyuwangi sering dijuluki 35

Kota Gandrung. Patung-patung penari gandrung dapat kita dijumpai di berbagai wilayah Banyuwangi. Tarian gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00). 3. Barong Barong adalah salah satu kesenian yang tetap diminati di kabupaten Banyuwangi. Hampir sama dengan Bali, barong kemiren juga mengandung mistis, dimana diyakini bahwa orang yang menggerakkan barong dalam keadaan tidak sadar alias kesurupan. Sumber: www.lareosing.org Kesenian ini cukup unik dan aman untuk dinikmati. Seni barong tampil pada saat upacara adat desa seperti ider bumi, acara pernikahan sebagai suguhan tontonan bagi para tamu undangan. 36

4. Teater Janger Teater Janger atau kadang disebut Damarwulan atau Jinggoan, merupakan pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk. Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur serta mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah legenda maupun cerita rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama dilengkapi pentas, sound system, layar/tirai, gamelan, tari-tarian dan lawak. Serta pembagian cerita dalam babak-babak yang dimulai dari setelah Isya hingga menjelang Subuh. Teater Janger Banyuwangi ini merupakan salah satu kesenian hibrida, dimana unsur Jawa dan Bali bertemu jadi satu di dalamnya. Gamelan, kostum dan gerak tarinya mengambil budaya Bali, namun lakon cerita dan bahasa justru mengambil dari budaya Jawa. Sumber: www.dotcomcell.com Bahasa yang dipergunakan dalam kesenian ini adalah bahasa Jawa Tengahan yang merupakan bahasa teater ketoprak. Namun pada saat lawakan, digunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar. Lakon ceritanya pun justru diambil dari Serat Damarwulan yang dianggap penghinaan terhadap masyarakat Banyuwangi, yang anehnya malah berkembang subur. 37

5. Rengganis Rengganis adalah kesenian drama tadisional yang berkembang di Banyuwangi, diperkirakan berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Nama tokoh yang diangkat dalam kesenian tersebut, antara lain Putri Rengganis dan Prabu Roro seorang raja putri dan adipati Umar Moyo dari kerajaan Guparman. Sementara cerita yang diangkat dari kesenian "Rengganis" diambil dari buku Serat Menak. Tokoh-tokoh yang populer dalam kesenian Rengganis adalah Jemblung, abdi Umar Moyo, Lam Dahur (kalau dalam pewayangan mirip Werkudoro), Pati Tejo Matal, Jayengrono. Selain unsur-unsur Islam yang sangat menonjol dalam kesenian tersebut, juga ada kalimat-kalimat mantra yang sering diucapkan Umar Moyo saat meminta kekuatan senjata pamungkasnya, yaitu Kasang Tirto Nadi. Setiap tokoh mempunyai karasteristik, seperti tokoh pewayangan. Teknik pentas dan jejer, atau sampaikan seperti dalam wayang orang. Setiap adegan, tokoh suatu kerajaan akan keluar bersama-sama. Kecuali permaisuri, Raja dan para patih. Tari setiap tokoh juga mempunyai ciri khas tersendiri, begitu juga gending musik pengiring. E. Kesenian Masyarakat Pemalang Masyarakat Pemalang memiliki beberapa kesenian yang sering ditampilkan dalam acara-acara tertentu, yaitu jaran kepang, kuntulan, baritan, dan krangkeng. 1. Jaran Kepang Jaran kepang atau kuda lumping adalah jenis kesenian tradisional yang umumnya dikenal di masyarakat Jawa Tengah. Kesenian ini 38

merupakan jenis permainan yang menyertakan unsur magis karena pada adegan tertentu pemainnya memainkan atraksi yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa seperti adegan makan pecahan kaca. Sumber: www.files.wordpress.com Dari sejumlah kesenian Jaran Kepang yang ada di Jawa Tengah, Pemalang mungkin memiliki beberapa kelebihan berupa inovasi seperti adanya adegan cukup unik dimana dua atau tiga orang pemain dijadikan manusia setengah robot yang bisa duduk atau berdiri mematung berjamjam lamanya. Kesenian jaran kepang biasanya dipentaskan pada acara hajatan, upacara hari besar nasional atau pun menyambut kunjungan tamu resmi. 2. Kuntulan Kesenian ini mulai dikenal masyarakat Pemalang pada sekitar awal abad ke-20 yaitu pada saat di tanah air banyak muncul pergerakan kebangsaan. Tokoh-tokoh masyarakat Pemalang saat itu tak mau ketinggalan ikut dalam kancah perjuangan nasional. Dibentuklah perkumpulan bela diri, khususnya pencak silat. Kegiatan bela diri ini ketika itu selalu diiringi rebana dan pukulan bedug. 39

Setelah kemerdekaan kegiatan ini yang kemudian di -kenalkan dengan nama kuntulan tetap berlangsung dan berubah dari alat perjuangan menjadi sarana hiburan. Kesenian ini biasanya dipentaskan pada acara peringatan hari besar nasional, hajatan atau pun menyambut tamu resmi. Kesenian kuntulan tampak Sumber: www.imamadhe.files.wordpress.com menarik karena memadukan jurus-jurus bela diri yang kelihatan artistik, dengan diiringi oleh keindahan musik rebana dan bedug. 3. Baritan Baritan atau sedekah laut merupakan prosesi melarung jolen ke tengah laut yang dilaksanakan para nelayan sebagai upacara rasa syukur atas hasil usaha menangkap ikan di laut. Baritan atau sedekah laut ini diselenggarakan setiap tahun sekali pada Maulud, setiap Selasa atau Jumat Kliwon. Sumber: www.suaramerdeka.com 40

Sebelum upacara pelarungan, diadakan tirakatan bersama yang dihadiri para nelayan, tokoh masyarakat setempat dan para pejabat terkait dengan mengambil lokasi di tempat pelelangan ikan (TPI). Pembacaan doa dan tahlil menyertai upacara ini dengan maksud agar pelaksanaan upacara ini dapat berjalan lancar, selamat dan tidak menyimpang dari aturan agama. 4. Krangkeng Krangkeng merupakan Kesenian tradisional yang dikenal oleh masyarakat Pemalang sejak tiga abad silam. Berawal dari peristiwa penyerbuan ke Batavia oleh laskar Mataram. Pemalang yang saat itu termasuk dalam wilayah Mataram membantu laskar Sultan Agung dengan mengirim prajurit-prajurit terbaiknya. Cara menghasilkan prajurit tangguh saat itu ialah melatih para pemuda dengan ilmu kanuragan dan olah keprajuritan. Caranya setiap latihan olah kanuragan selalu diiringi musik atau tetabuhan. Kegiatan latihan olah kanuragan yang diiringi musik kini masih terus berlangsung, bahkan kian meluas. Materi yang ditampilkan kian berkembang dan diperkaya berbagai jenis ketangkasan lainnya seperti atraksi kekebalan tubuh dan keterampilan akrobatik. Olah kanuragan kini telah beralih fungsi menjadi sebuah kegiatan kesenian dan tontonan yang menarik. Inilah cikal bakal lahirnya kesenian krangkeng. F. Utara Indramayu Masyarakat pesisir Indramayu kaya akan kesenian yang menarik. Beberapa kesenian yang cukup terkenal yaitu ngarot, nadran, genjring akrobat, dan sebagainya. 1. Ngarot Upacara adat ngarot merupakan salah satu upacara adat yang sejak abad ke-16 sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakat Desa 41

Lelea setiap menjelang penggarapan sawah. Ngarot atau Kasinoman dilaksanakan setiap hari Rabu, minggu keempat Bulan November. Pelaku Ngarot adalah para muda-mudi dengan kostum yang khas dan aksesoris yang Sumber: www.images.google.co.id gemerlap merupakan daya tarik even pariwisata. Selain kesenian tradisional, tari topeng, ronggeng ketuk yang digelar bersamaan, juga dimeriahkan pula dengan pasar malam yang berlangsung selama seminggu. 2. Nadran Merupakan mensyukuri hasil tangkapan ikan, mengharap peningkatan hasil di tahun mendatang dan berdoa agar tidak mendapat aral melintang dalam mencari nafkah di laut. Hal ini merupakan maksud utama dari Upacara Adat Nadran yang Sumber: www.kfk.kompas.com diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Selain upacara ritual adat, kesenian tradisional serta pasar malam pun diselenggarakan selama seminggu. Umumnya Upacara Adat Nadran diselenggarakan antara bulan Oktober sampai Desember yang bertempat di Pantai Eretan, Dadap, Karangsong, Limbangan, dan Glayem. Upacara nadran ini juga diperingati setiap masyarakat selain Indramayu. 42

3. Tari Topeng Dermayon Sumber: www.3.bp.blogspot.com Tari topeng Dermoyan memiliki ciri yang berbeda dengan tari topeng daerah lain. Ciri khusus tersebut di antaranya memiliki gerak tari yang khas dan kostum yang berciri topeng spesifik. 4. Genjring Akrobat Genjring akrobat merupakan salah satu jenis kesenian tradisional masyarakat Indramayu. Kesenian ini mempertunjukkan akrobat atau atraksi dengan media tangga, sepeda beroda satu dan sebagainya. Kesenian genjring akrobat dalam penyajiannya diiringi alat musik genjring atau rebana dengan dilengkapi tari rudat. Sumber: www.1.bp.blogspot.com 5. Sintren atau Lais Sintren atau lais merupakan salah satu kesenian rakyat yang masih tetap hidup dan berkembang di masyarakat pesisir terutama Pantai Utara. Selain nuansa magis, kurungan ayam menjadi daya tarik kesenian Sintren ini, juga alat musik yang sangat khas berupa buyung, kendi dan bumbung atau batang bambu. 43

G. Kesenian Masyarakat Jepara Kesenian masyarakat Jepara yang cukup terkenal, di antaranya emprak dan tari tayub. 1. Emprak Emprak merupakan sendratari yang diiringi dengan musik slawatan yang bercerita tentang kisah kelahiran Nabi Muhammad. Emprak boleh dibilang merupakan suatu peragaan dari isi cerita yang ada dalam Kitab Barzanji. Fungsi kesenian Emprak ini hanyalah sebagai hiburan atau tontonan biasa. Kesenian ini lahir pada sekitar tahun 1927 di desa Pleret/ Mejing, Gamping, Sleman. Penciptanya adalah Kyai Derpo, beliau adalah putra dan seorang abdi dalem kraton yang bernama Dipowedono. Jumlah pemain kesenian ini berkisar 30 orang yang terdiri dari 20 orang penari dan 10 orang pemain alat musik atau pengiring. Pada mulanya penari Emprak terdiri dari lakilaki semua, tetapi pada tahun 1950 mulai ada penari wanita. Mereka berusia antara 15 tahun sampai dengan 35 tahun. Kostum yang dipakai para pemain Emprak bersifat realistis dan berorientasi ke Arab, sedangkan rias mukanya ada yang realistis, ada juga yang tidak realistis. Kostum pemain terdiri dari serban, kupluk (peci) yang berwarna merah atau hitam, sampur, kain, kemeja panjang, blangkon, jubah dan lain-lainnya. Warna kostum dan rias muka para pemain memiliki arti simbolis sebagai berikut: (1) warna merah pada rias muka dan kostum untuk watak angkara murka; (2) warna putih pada rias muka dan kostum untuk watak suci; (3) warna hitam untuk watak jujur, (4) warna lorek menggambarkan watak yang meliputi ketiga watak sebelumnya yaitu, angkara murka, suci dan jujur. 44

Pertunjukan emprak ini berpedoman kepada Kitab Barzanji. Isi ceritanya juga diambil dari Kitab tersebut. Pentas yang dipergunakan berupa arena, yang biasanya adalah pendopo rumah-rumah penduduk atau pendopo balai desa/kelurahan. Disain lantai melingkar tetapi pada saat tertentu juga menggunakan garis lurus. Alat musik yang dipakai adalah terbang yang berjumlah 6 buah, dan alat musik yang dipakai pada Slawatan Maulud, yang terdiri dari kendang (dodog dan beb), kenting, kempul, ketuk dan gong. Kadangkadang masih ditambah lagi dengan kentongan. Pertunjukan biasanya diselenggarakan pada malam hari selama kurang lebih 8 jam, dari jam 21.00 sampai jam 05.00. Pada masa lalu, alat penerangan yang dipakai lampu triom (gantung) tetapi sekarang sudah mempergunakan lampu petromak. 2. Tari Tayub Tari Tayub atau acara Tayuban merupakan salah satu kesenian Jawa yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang dibawakan. Tari tayub mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa Tengah. Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan dalam pemilihan kepala desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari sinden, penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan pada tengah malam antara pukul 9.00-03.00 pagi. Penari tarian tayub lebih dikenal dengan inisiasi ledhek. 45

G. Kesenian Masyarakat Kudus 1. Seni Barongan Pemeran utama seni Barongan Kudus adalah Singo Barong yang jejuluk atau bergelar Gembong Kamijoyo, menurut kisahnya adalah putra pujan Mbak Dewi Partinah. Sejak kecil Gembong Kamijoyo dipelihara dan dibesarkan oleh Mbok Rondho Dhadhapan di Hutan Lodoyo. Gembong Sumber: www.1.bp.blogspot.com Kamijoyo yang menyerupai macan yang berpawakan besar berbulu doreng tersebut memiliki keistimewaan dan kelebihan daripada hewan-hewan lainnya, karena mampu tatajalma atau berbicara seperti manusia dan sakti mandraguna. Kehebatan Gembong Kamijoyo akhirnya terdengar oleh para punggawa kerajaan Majapahit dan dilaporkan kepada Sang Prabu Brawijaya. Gembong Kamijoyo akhirnya diserahkan atau nyuwito kepada Sang Prabu Brawijaya di Majapahit. Gembong Kamijoyo kemudian diangkat menjadi Raja Hutan di seluruh tanah Jawa dan diperbolehkan memangsa atau makan apa saja yang menjadi Jatah Sang Bathara Kala. Dengan demikian Gembong Kamijoyo seolah-olah menjadi jelmaan Bathara Kala. 2. Tari Kretek Tari Kretek sendiri merupakan tari khas Kudus yang menggambarkan proses produksi rokok kretek, baik mulai dari memanen tembakau sampai proses produksi rokok kretek. Dengan membawa tampah sebagai salah satu intrumen tarian, mereka melenggak-lenggok dengan iringan musik yang khas untuk Tari Kretek. Sumber: www.citizenimages.kompas.com 46

4 Upaya Melestarikan Kesenian Masyarakat Pesisiran Karya seni merupakan hasil dari kebudayaan suatu masyarakat yang tumbuh berakar serta didukung oleh anggota masyarakatnya. Melalui kesenian, kebudayaan masyarakat dapat dikenal dan dipahami. Corak dan bentuk seni budaya yang ada tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan masyarakat itu sendiri beserta faktor-faktor lain yang memengaruhinya termasuk di dalamnya pengaruh akulturasi, difusi dan asimilasi dengan masyarakat dan budaya lain. Dari beberapa sumber sejarah disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan di Nusantara merupakan jalur perdagangan dunia sejak abad 8 masehi, terutama Pedagang dari Arab, Teluk Persia, India (Gujarat), Semenanjung Asia Tenggara, Cina, dan beberapa negara Eropa. Hal ini disebabkan keindahan alamnya, dan keramahan penduduk. Tidak sedikit di antara mereka yang menikah dan beranak pinak, menetap hingga akhir hayatnya. 47

Sambil berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kesenian dari daerah asal mereka. Melalui kesenian tersebut mereka menyebarkan agama sekaligus menghibur diri sambil mengenang daerah asal, dan mempererat persaudaraan sesama anggota kelompok etnis mereka. Benturan kepentingan yang dilatarbelakangi oleh berbagai budaya tidak bisa dihindari. Melting Pot (percampuran kelompok etnik) membuahkan dinamika kebudayaan baru. Budaya inilah yang merupakan cikal bakal dari kehidupan bermasyarakat masa kini. Belum lama ini kita dihadapkan pada masalah yang cukup menghebohkan lantaran budaya atau kesenian tradisional negeri kita tercinta ini dianggap telah dicuri oleh salah satu negeri tetangga. Diantara kesenian itu adalah batik, angklung, tari-tarian, bahkan hingga lagu-lagu rakyat. Pencurian budaya atau kesenian tradisional itu menimbulkan amarah rakyat Indonesia yang tidak rela budaya mereka diakui sebagai milik negara lain. Namun permasalahan itu juga membuat kita tersentak bahwa selama ini ternyata kita telah mengabaikan budaya tradisional sendiri sehingga kecolongan oleh bangsa lain yang lebih pandai memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Sebab kehidupan manusia sendiri tidak pernah statis dengan seiringnya waktu akan selalu mengalami perubahan sosial termasuk pula budaya dan kesenian. Jika pada zaman dahulu perubahan budaya biasanya terjadi dalam waktu lama, namun pada zaman yang kian modern berkat kemajuan teknologi dan juga globalisasi dalam segala aspek kehidupan manusia di bumi ini sehingga perubahan budaya terjadi cukup cepat. Tidak heran jika di Indonesia pun terjadi kegamangan budaya dan kesenian karena kedatangan budaya modern dari luar yang makin gencar. Selain itu, generasi muda kita semakin kurang tertarik terhadap halhal yang berbau tradisi karena mereka menganggapnya kuno, ketinggalan zaman, dan hanya milik generasi tua belaka. Menghadapi keadaan itu, pemerintah dan segenap kelompok masyarakat yang peduli sebenarnya 48

tidak tinggal diam. Karena bagaimanapun budaya tradisional patut dilindungi dan dilestarikan. Melalui kesenian, identitas komunitas masyarakat bisa ditunjukkan. Melalui festival, dengan penciptaan ruang dan waktu publik, negosiasi antaridentitas dapat dibangun. Festival kesenian masyarakat pesisiran diadakan dengan tujuan agar kesenian dalam masyarakat pesisiran tidak punah. selain itu, bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat dari luar daerah pesisiran agar mengenal kesenian yang sudah ada sejak zaman dahulu. Festival kesenian masyarakat pesisir merupakan lembaga bagi penyelenggaraan demokrasi budaya. Semua lapisan masyarakat memperoleh tempat untuk mempersembahkan kesenian dari setiap wilayahnya sendiri. Untuk menghadirkan kesenian yang membentang dari berbagai daerah, kita justru dapat mengenalkan identitas lokal dan menciptakan interaksi antarmasyarakat yang satu dan yang lainnya. Tujuan diadakannya festival adalah untuk mencari bibit-bibit terbaik sekaligus melestarikan serta meningkatkan prestasi kesenian sebagai warisan budaya bangsa serta memberikan motivasi kepada semua grup kesenian yang ada. Festival Kesenian Tradisional Festival kesenian tradisional diselenggarakan untuk memupuk dan melestarikan nila-nilai seni budaya yang ada di daerah sehingga generasi penerus bangsa tidak lupa akan kekayaan seni yang ada di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan, sehingga kesenian tidak akan diambil oleh negara lain. Festival kesenian daerah adalah momen yang sangat strategis dan sangat penting dalam rangka meningkatkan pembinaan pelestarian kesenian tradisional. Terlebih lagi dalam era globalisasi yang mau tidak mau, suka tidak suka menimbulkan dampak positif maupun negatif. Saat ini telah ada upaya-upaya dari pihak lain yang mengklaim kesenian 49

tradisional bangsa Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita hampir terlena. Dan menjadi lupa atas pemilikan budaya bangsa sehingga kurang pembinaan dan pelestarian terhadap budaya tersebut. Sumber: www.images.google.co.id Keberadaan kesenian tradisional yang ada dan telah berakar di masyarakat luas. Sebagai bangsa yang besar dan sarat dengan budaya daerah, bangsa Indonesia memilki potensi besar dalam persaingan budaya antarbangsa. Oleh karena itu, kita diwajibkan merasa memiliki dan melestarikannya. supaya tidak direbut oleh bangsa lain. Upaya pelestarian tradisional sangatlah penting agar tetap berkembang sebagai ciri khas budaya masyarakat Indonesia sebagai sarana perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada umumnya. Bagi para peserta dalam festival yang mendapat kejuaraan dapat menjadi pemicu dan memacu untuk lebih maju pada event-event yang lebih tinggi, dan bagi yang tidak menang, untuk dapat menerima dengan ikhlas dan meningkatkan kualitasnya pada masa yang akan datang. 50

Ensiklopedi Nasional indonesia. 2007. Jakarta: PT. Delta Pamungkas. Mudzakir, Arif. 2009. RPUL Global. CV Aneka Ilmu: Semarang. Internet: //www.ads.masbuchin.com/02/12/2009 //www.beritacerbon.com/04/12/2009 //www.beritajatim.com/02/12/2009 //www.blesek.wordpress.com/05/12/2009 //www.cirebonimigrasi.go.id.com/07/12/2009 //www.eny-tari.blogspot.com/10/12/2009 //www.id.wikipedia.org.com /02/12/2009 //www.indramayucity.com/05/12/2009 //www.infoanda.com/05/12/2009 //www.kr.co.id.com/04/12/2009 //www.openlibrary.org.com/07/12/2009 //www.portalcirebon.blogspot.com/02/12/2009 //www.smallcrab.com/07/12/2009 //www.suarakarya-online.com/05/12/2009 51

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA