Dalam perkembangannya di tii tidak hanya di jawa barat saja tetapi juga di aceh yang dipimpin oleh

Ilustrasi perjuangan. Foto: Unsplash

Pemberontakan DI TII berawal dari kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan dan bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Ini sesuai kepanjangan dari nama DI TII, yakni Darul Islam Tentara Islam Indonesia.

DI TII sendiri merupakan tentara yang dibentuk dan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) pada awal masa kemerdekaan. Pendirian organisasi ini menjadi wadah umat muslim Indonesia untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Sejarah pemberontakan DI TII dimulai dari Aceh yang kemudian menyebar ke beberapa wilayah Tanah Air seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.

Negara Islam Indonesia (NII) pertama kali terbentuk di daerah Tasikmalaya oleh Kartosoewirjo pada tanggal 7 Agustus 1949. NII memiliki gerakan yang dinamakan Darul Islam (DI), sedangkan tentaranya disebut Tentara Islam Indonesia (TII).

Kartosoewirjo mendirikan NII bukan untuk melakukan pemberontakan atau menyebabkan terjadinya disintegrasi nasional. NII berdiri karena pada tahun 1948 Indonesia terikat dengan Perjanjian Renville yang membuat Jawa barat masuk ke dalam bagian wilayah Belanda.

Kesepakatan tersebut menimbulkan awal kekecewaan rakyat terhadap pemerintah, yang disusul dengan pemberontakan di beberapa daerah.

Ilustrasi. Foto: Unsplash

Pemberontakan DI TII di Jawa Barat

NII di Jawa Barat memiliki pusat pemerintahan di Desa Cisampah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tempat ini juga menjadi titik awal dibentuknya NII oleh Kartosoewirjo.

Selain karena Perjanjian Renville, tujuan DI TII di wilayah ini hampir sama dengan tujuan DI TII di wilayah lainnya, yaitu mendirikan sebuah negara dengan dasar syariat Islam berdasarkan Al Qur’an dan Hadist di wilayah Indonesia.

Alasan Kartosoewirjo untuk mendirikan NII adalah ia percaya bahwa semua masalah kenegaraan yang sedang berlangsung dapat teratasi jika menganut syariat islam.

Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengatasi dominasi sistem politik komunis dan ideologi sosialisme yang mulai terlihat dalam pemerintahan Soekarno.

Pemberontakan DI TII Daud Beureuh

Pada tahun 1953, tokoh terkemuka dari Aceh, Daud Beureuh, mendeklarasikan wilayahnya sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dengan pasukan Tentara Islam Indonesia (TII).

Selain ingin mendirikan negara berbasis Islam, tujuan pemberontakan Daud Beureuh ini ialah ingin mengembalikan otonomi Provinsi Aceh.

Tujuan lain dari pemberontakan ini adalah mencegah kembalinya kekuasaan Uleebalang dan menegakkan syariat Islam. Uleebalang merupakan pemimpin adat sebelum masa kemerdekaan Indonesia.

Pemberontakkan DI TII Ibnu Hajar

Ibnu hajar memimpin pemberontakan DI TII pada tahun 1950 di wilayah Kalimantan atas pengaruh kuat Kartosoewirjo. Tujuan pemberontakan ini berbeda dengan dua pemberontakkan sebelumnya, yakni ingin menyalurkan aspirasi rakyat yang dianggap menjadi nomor dua oleh pemerintahan Orde Lama.

Pada tahun 1965, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh TNI Angkatan Darat hingga membuat Ibnu Hajar menyerah.

Pemberontakan DI TII Kahar Muzakkar

Pada Agustus 1953, Kahar Muzakkar menjadi pemimpin dari pemberontakan DI TII di Sulawesi Selatan. Sama seperti tujuan Ibnu Hajar, Kahar Muzakkar merasa kecewa terhadap pemerintah.

Ia ingin memperlihatkan reaksinya terhadap banyaknya anggota tentara Kesatuan gerilya Sulawesi Selatan yang tidak diterima sebagai tentara RI. Selain itu, Kahar Muzakkar juga ingin menjadikan syariat Islam sebagai dasar negara Indonesia.

Pemberontakan DI TII Amir Fatah

Amir Fatah melakukan pemberontakan di wilayah Jawa Tengah. Serupa dengan tujuan Kartosoewirjo, Amir Fatah memiliki tujuan mengatasi pengaruh komunis yang sudah lama menjalar di pemerintahan Soekarno dan berinisiatif mendirikan negara Islam.

Perbesar

Perwakilan Keluarga Besar Harokah Islam Indonesia, mantan anggota DI/TII dan mantan anggota NII memberikan hormat saat pembacaan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika di Kemenko Polhukam, Selasa (13/8/2019). (merdeka.com/Imam Buhori)

Puluhan tahun berlalu sejak dibentuk pada 1949, jejak-jejak DI/TII mulai terhapus. Pada Selasa, 13 Agustus 2019 sejumlah mantan anggota eks Harokah Islam Indonesia, eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan eks Negara Islam Indonesia (NII), membacakan ikrar setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Total ada sekitar 14 orang yang hadir dan ikut membacakan ikrar tersebut. Sumpah setia terhadap NKRI itu disaksikan langsung Menko Polhukam Wiranto.

"Ikrar setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kami keluarga besar Harokah Islam beserta Eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan eks Negara Islam Indonesia (NII), bersama segenap pendukungnya, dengan ini berikrar, satu, berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945," ucap Sarjono Kartosoewirjo, sebagai salah satu perwakilan, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Sarjono merupakan putra Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau dikenal Kartosoewirjo. Dia adalah penggagas berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

"Kedua, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tiga, menjaga persatuan dalam masyarakat majemuk agar tercipta keharmonisan, toleransi, kerukunan dan perdamaian untuk mencapai tujuan nasional. Empat, Menolak organisasi dan aktivitas yang bertentangan dengan Pancasila. Kelima, meningkatkan kesadaran bela negara dengan mengajak komponen masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," imbuh dia.

Usai membacakan ikrar, semua peserta langsung memberikan hormat, kemudian mencium bendera merah putih yang berada di dalam ruangan Nakula, Gedung A Kemenko Polhukam itu.

"Acara seperti ini sudah kita nanti-nantikan. Ini momen yang sangat penting, dan tonggak sejarah," ungkap Menko Polhukam Wiranto.

Dia bersyukur ada niatan dari para pihak, untuk sadar betul akan menjaga persatuan Indonesia ini.

"Telah kita saksikan bersama, mereka berikrar, mencium merah putih sebagai simbol dan sadar, bahwa satu-satunya ideologi adalah Pancasila. Dan menyadari wadah satu Nusantara adalah NKRI. Presiden sangat bangga, dengan kesediaan dan ikhlas untuk berikrar," jelas Wiranto.

Dia menuturkan, kesadaran ini bisa diikuti oleh semua pihak, yang masih menduakan idelogi Pancasila dan NKRI.

"Berharap kesadaran ini tidak hanya berlaku di ruangan ini. Menyebar, dan ditiru oleh yang lain, yang masih menduakan Ideologi Pancasila," pungkasnya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA