Berikut merupakan penyimpangan yang terjadi pada sistem tanam paksa

Belanda mengalami kesulitan ekonomi usai kerugian yang dialami oleh VOC untuk menghadapi perang Diponegoro dan perang Padri. Ditambah dengan keputusan Belgia untuk memisahkan diri pada tahun 1930. Hal ini tentu merugikan Belanda, mengingat banyak daerah industri yang berada di wilayah Belgia.

Menyikapi hal ini, Belanda mengutus Johannes Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Setelah itu, Van den Bosch mengusung sistem tanam paksa untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut. Sistem tanam paksa (Cultuurstelsel)  mewajibkan setiap desa agar menyisahkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor.

Beberapa tanaman tersebut diantaranya adalah tebu, nila, dan kopi yang dikirim ke Belanda kemudian dijual ke Eropa dan Amerika.

Beberapa Ketentuan Sistem Tanam Paksa

Sistem tanam paksa ini memiliki beberapa ketentuan pokok sebagai berikut :

Penyimpangan Sistem Tanam Paksa
  1. Penduduk wajib menyerahkan 1/5 bagian dari tanahnya untuk ditanami komoditi perdagangan yang laku dijual
  2. Tanah yang ditanami tersebut bebas pajak
  3. Waktu dalam penanaman tidak boleh lebih dari waktu tanam padi (tiga bulan)
  4. Bila hasil bumi kelebihan, maka kelebihan tersebut menjadi milik penduduk
  5. Gagal panen yang bukan merupakan kesalahan petani akan ditanggung oleh pemerintah kolonial
  6. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan, pabrik, atau pengangkutan selama 66 hari untuk kepentingan Belanda

Penyimpangan Sistem Tanam Paksa

Dalam pelaksanaannya, sistem tanam paksa ini mengalami banyak penyimpangan yang semakin membuat rakyat menderita. Contoh penyimpangan yang terjadi adalah sebagai berikut :

  1. Diberlakukannya cultur procenten yaitu bonus bagi pegawai Belanda yang mampu menyerahkan pajak lebih banyak
  2. Tanah yang harus ditanami komoditi melebihi 1/5 bagian
  3. Petani tetap harus membayar pajak dari tanah yang ditanami komoditi
  4. Kelebihan hasil ternyata tidak dikembalikan kepada penduduk
  5. Petani harus menanggung sendiri jika terjadi gagal panen
  6. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan atau pabrik lebih dari 66 hari

Berbagai penyimpangan tersebut membuat rakyat semakin menderita karena kemiskinan, kelaparan, hingga kematian yang terus terjadi di berbagai wilayah. Alhasil, timbul berbagai reaksi dari rakyat dan orang-orang Belanda mengenai praktik penindasan ini.

Reaksi tersebut membuat Belanda mulai menghapus sistem tanam paksa secara bertahap dan secara resmi pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform atau UU Agraria.

Copyright © 2022 Hisham.id

Design by ThemesDNA.com

Pembukaan perkebunan di kawasan Priangan sekitar tahun 1907-1937. Ilustrasi - Sistem Tanam Paksa Pemerintah Kolonial Belanda, Ini Penyimpangan yang Terjadi dan Tokoh Penentang

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Belanda selama masa pemerintahannya 1916-1942 telah menerapkan berbagai kebijakan.

Satu dari beberapa kebijakan yang paling membekas di hati rakyat Indonesia yakni sistem tanam paksa.

Sistem tanam paksa ini membuat rakyat Indonesia menderita.

Sistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch pada tahun 1830.

Baca juga: Apakah Sistem Tanam Paksa Itu? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 Buku Tematik SD Halaman 30

Baca juga: Sikap-sikap yang Dapat Diteladani dari Raden Ajeng Kartini, Jawaban Kelas 6 SD: Tema 7 Subtema 1

Sistem ini mewajibkan seluruh penduduk yang menanam kopi, tebu, teh, tarum dan tanaman komoditas ekspor lainnya untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Dikutip dari Buku Tematik Tema 7 Kelas 5, pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch, Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa.

Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.

Sejak tahun 1847, sistem ini sudah ada di Sumatera Barat.

Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Sistem yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang.

Apa Akibat Penyimpangan Tanam Paksa, Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI Tema 7 /Kemendikbud

KABAR JOGLOSEMAR - Siswa kelas 5 SD MI diminta untuk menjawab pertanyaan apa akibat penyimpangan tanam paksa.

Sebelumnya, ada teks bacaan yang wajib dibaca agar siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut yang ada di buku tematik terbitan Kemendikbud tepatnya pada tema 6 dan tema 7.

Pertanyaan selanjutnya yang terkait dengan tanam paksa adalah apa tanam paksa itu?

Baca Juga: Apakah Tanam Paksa Itu? Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI Tema 7

Sesuai dengan namanya, tanam paksa adalah sistem kerja yang dilakukan penjajah Belanda kepada petani Indonesia untuk menananm jenis tanaman tertentu.

Tanaman yang dipilih adalah rempah-rempah seperti kopi, lada, dan teh yang merupakan tanaman perkebunan.

Hasil dari tanam paksa harus diserahkan kepada penjajah atau dibeli dengan harga sangat murah.

Baca Juga: Buatlah Contoh dari Pantun Berdasarkan Isinya, Kunci Jawaban Kelas 5 SD MI

Beranda / penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa

Kemukakan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa!

Pembahasan:
Berikut penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa. Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan. Jatah tanah untuk tanaman berkualitas ekspor melebihi seperlima dari lahan garapan. Lahan yang disediakan unuk tanaman wajib tetap dikenai pajak tanah. Setiap kelebihan hasil panen tidak dikembalikan lagi kepada petani. Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab rakyat.

Lokasi:

Postingan Lebih Baru Postingan Lama

Page 2

Beranda / Profil

Pada perjalanannya sistem tanam paksa terjadi penyimpangan-penyimpangan walaupun disana ada beberapa sisi positifnya.

Untuk mengawasi pelaksanaan tanam paksa, Belanda menyandarkan diri pada sistem tradisional dan feodal. Para bupati dipekerjakan sebagai mandor/pengawas dalam tanam paksa.

Para bupati sebagai perantara tinggal meneruskan perintah dari pejabat Belanda. Kalau melihat pokok-pokok cultuurstelsel dilaksanakan dengan semestinya merupakan aturan yang baik.

Namun praktik di lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi penyimpangan.

Penyimpangan Sistem Tanam Paksa

Berikut ini penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sistem tanam paksa.

1) Tanah yang harus diserahkan rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5.

2) Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak.

3) Rakyat yang tidak punya tanah garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari atau 1/5 tahun.

4) Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak ternyata tidak dikembalikan.

5) Jika terjadi gagal panen ternyata ditanggung petani.

Dalam pelaksanaannya, tanam paksa banyak mengalami penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

Penyimpangan ini terjadi karena penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang menerapkan sistem cultuur procenten.

Gambar: Pengaruh Positif sistem tanam paksa

Cultuur procenten atau prosenan tanaman 

Cultuur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu.

Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat menjadi melarat dan menderita.

Terjadi kelaparan yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Kelaparan mengakibatkan kematian penduduk meningkat.

Adanya berita kelaparan menimbulkan berbagai reaksi, baik dari rakyat Indonesia maupun orang-orang Belanda. Rakyat selalu mengadakan perlawanan tetapi tidak pernah berhasil.

Penyebabnya bergerak sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi secara baik. Reaksi dari Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa.

Pada tahun 1860, Edward Douwes Dekker yang dikenal dengan nama samaran Multatuli menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Max Havelar”. Buku ini berisi tentang keadaan pemerintahan kolonial yang bersifat menindas dan korup di Jawa.

Di samping Douwes Dekker, juga ada tokoh lain yang menentang tanam paksa yaitu Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte yang menerbitkan artikel “Suiker Contracten” (perjanjian gula).

Menghadapi berbagai reaksi yang ada, pemerintah Belanda mulai menghapus sistem tanam paksa, namun secara bertahap. Sistem tanam paksa secara resmi dihapuskan pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform (UU Agraria).

Pengaruh positif sistem tanam paksa

Meskipun tanam paksa sangat memberatkan rakyat, namun di sisi lain juga memberikan pengaruh yang positif terhadap rakyat, yaitu:

1) terbukanya lapangan pekerjaan,

2) rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru, dan

3) rakyat mengenal cara menanam yang baik.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA