Berapa lama pasien gagal ginjal bisa bertahan

Semangat hidup Kusniati (42), dilatari oleh keyakinannya bahwa Allah SWT menunjukan dirinya masih dibutuhkan oleh orang lain. Terutama ibundanya, yang saat ini mulai mengalami sakit-sakitan menjelang usianya yang semakin senja, 70 tahun-an. Padahal, fisik dan jiwa kusniati juga seringkali down. Karena harus rutin menjalani hemodialisa (cuci darah) setiap dua kali seminggu.

“Saya yakin, saya masih dibutuhkan orang lain. Terutama ibu saya, saat ini sedang mengalami penyakit pikun, syaraf dikepalanya mulai terganggu. Maka saya lebih semangat untuk membawa ibu berobat, merawatnya, mengatur makannya. Barangkali ini maksud Allah, masih memberi saya panjang usia dan memberikan saya kekuatan,” tutur Kusniyati dengan mata berkaca-kaca.

Ia tinggal bersama kakaknya yang sudah beristri, di kelurahan Abadijaya, Sukamaju, Depok, rumah peninggalan ayahnya. Sementara ibunya yang sakit, tinggal bersama kakaknya yang perempuan, tepat bersebelahan di samping tempat tinggalnya. Karena kakaknya yang perempuan itu sudah berkeluarga juga, Kusniyati merasa dirinya lebih punya banyak waktu untuk ibundanya.

Perjalanan Kusniyati menjalani terapi Hemodialisa ke Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI), Jatiwaringin, Jakarta Timur, saat ini mengalami hambatan. Akhir bulan februari kemarin, pemerintah tidak memperpanjang kartu Jamkesmas milik Kusniyati. Padahal kartu tersebut adalah nafasnya untuk terus bertahan hidup.

Sebagai gantinya, Pemda setempat mengeluarkan Jamkesda tetapi dengan jangka waktu lebih singkat. Kusniyati harus memperpanjang masa berlaku kartu menjelang akhir bulan, jika ia masih ingin mendapat akses kesehatan secara gratis. Sementara, sakit yang diderita kusniyati yakni kerusakan fungsi ginjal ini sudah dialaminya lebih dari 7 tahun.

Badan Wakaf Alquran (BWA) membantu meringankan beban Kusniyati dengan memberikan biaya transportasi dan obat-obatan diluar kartu jaminan kesehatan yang dimiliknya selama 2 bulan terakhir ini, sebesar Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah).

Kusniati (42), warga kelurahan Abadijaya, Sukamaju, Depok mengidap penyakit gagal ginjal sejak tujuh tahun yang lalu. Setiap dua minggu sekali ia harus berbaring selama kurang lebih lima jam untuk menjalani hemodialisa (cuci darah) di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI), Jatiwaringin, Jakarta Timur.

Pekerjaan sehari-hari sebagai buruh cuci membuat Ibu Kusniati tidak mampu membiayai biaya pengobatan dirinya. Beruntung, selama ini biaya cuci darah ditanggung oleh pemerintah, sedangkan biaya perjalanan menuju tempat pengobatan menggunakan hasil iuran sukarela para tetangga. Meski begitu, untuk obat-obatan yang diperlukan masih belum bisa dibeli karena ketiadaan biaya.

Melalui program Zakat Peer to Peer, Badan Wakaf Al-Quran (BWA) ingin turut membantu biaya pengobatan ibu Kusniati. Dan Alhamdulillah, Senin (21/1), BWA telah menyalurkan bantuan zakat dan sedekah dari para muzakki dan donatur sebesar tiga juta rupiah untuk keperluan berobat selama dua bulan dengan perincian delapan ratus ribu rupiah untuk ongkos perjalanan dan sisanya untuk biaya pembelian obat-obatan.

Melalui bantuan bertahap ini, diharapkan bisa meringankan beban ibu Kusniati.  Terimakasih kepada muzakki dan donatur yang telah membantu, semoga Allah berkenan membalasnya dengan pahala berlipat ganda. Aamiin.[]

Lihat Foto

KOMPAS, Ryadi, Kartono

Kris Biantoro


Kompas.com — Begitu seseorang dinyatakan menderita penyakit gagal ginjal tahap akhir, obat-obatan saja tidak lagi memadai. Fungsi ginjal yang rusak harus digantikan oleh mesin dialisis (cuci darah). Bagaimana penyanyi dan MC senior Kris Biantoro bisa bertahan dengan penyakit ini sampai 38 tahun?

Kris Biantoro membuktikan ia mampu menjalani hidupnya dengan penyakit ini selama puluhan tahun meski akhirnya ajal menjemputnya di usia 75 tahun pada Selasa (13/8/2013) di Jakarta.

Sekitar setengah kasus gagal ginjal pada orang dewasa disebabkan karena diabetes dan tekanan darah tinggi yang tidak dirawat. Setengah lainnya adalah karena infeksi, cedera, atau obat-obatan.

Penyakit gagal ginjal kronis adalah penyakit menahun dan perburukannya berjalan perlahan. Penyakit ini timbul ketika unit penyaring ginjal (nefron) rusak. Penyakit ini dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir. Jika ini terjadi maka ginjal berhenti berfungsi dan pilihannya hanyalah cuci darah dan cangkok ginjal.

Menurut dr Tunggul Situmorang, SpPD-KGH, Direktur Utama RS PGI Cikini Jakarta, seseorang disebut menderita gagal ginjal stadium akhir jika fungsi ginjalnya tinggal 15 persen dari fungsi normalnya.

Walau gagal ginjal kronis tidak dapat disembuhkan, tetapi dokter akan memberikan langkah-langkah untuk mengendalikan gejala serta memperlambat perkembangan penyakitnya.

"Kris Biantoro memang sudah menderita gagal ginjal kronis cukup lama. Namun beliau bisa mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat, antara lain dengan mengendalikan tekanan darahnya," kata dr Tunggul ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (13/8/2013).

Meski tidak menjalani cangkok ginjal, Kris Biantoro secara rutin melakukan dialisis (cuci darah), yakni cara buatan membuang produk sisa urine dan kelebihan cairan dari tubuh. Dialisis ginjal memang mampu memberi kesempatan hidup lebih panjang setelah ginjal berhenti berfungsi.

Tunggul menjelaskan, jenis dialisis yang dilakukan Kris Biantoro adalah CAPD (countinous ambulatory peritoneal dialysis). "Setahu saya Kris Biantoro sangat rajin melakukan CAPD di rumah. Dukungan keluarganya juga sangat kuat," paparnya.

CAPD adalah bentuk dialisis dengan menggunakan kateter yang ditanam secara permanen dalam perut untuk mengganti cairan dialisis empat kali sehari, selama 7 hari dalam seminggu. Dengan cara ini cairan itu terus-menerus akan berada dalam perut. Di antara waktu penggantian cairan ini pasien dapat bebas bergerak.

Menurut Tunggul, pasien gagal ginjal stadium akhir yang rutin melakukan dialisis memang dapat bertahan hidup bertahun-tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Lihat Foto

Thinkstockphotos

Ilustrasi cuci darah.

KOMPAS.com - Hemodialisis atau cuci darah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Ahli juga menyebutkan bahwa orang yang sudah pernah melakukan hemodialisis, maka terapi itu harus dilakukan seumur hidup.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan, drg Saraswati.

Untuk diketahui, hemodialisis merupakan salah satu terapi penyakit ginjal kronis yang dilakukan oleh banyak pasien di Indonesia.

Baca juga: Kenali Efek Samping Cuci Darah untuk Gagal Ginjal dan Penanganannya

Hemodialisis dilakukan untuk membuang limbah berbahaya di dalam tubuh, karena ginjal telah mengalami gangguan fungsi untuk memisahkan darah dan zat berbahaya melalui urin.

Terapi hemodialisis umumnya dilakukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Pasien harus datang ke rumah sakit untuk melakukan terapi ini.

Ironisnya, karena terapi ini harus dilakukan rutin dan seumur hidup oleh orang yang memiliki penyakit ginjal kronis.

Akan tetapi, diakui Saraswati, tidak sedikit pasien yang merasakan kejenuhan atau bosan hingga ingin menyerah dalam berjuang melawan penyakitnya agar bisa terus bertahan hidup.

"Tapi kalau tidak cuci darah, kerusakannya (organ ginjal) bertambah parah. Ya meskipun itu (hemodialisis) membuat pasien merasa bosan pasti," kata Saraswati dalam acara bertajuk Ginjal Sehat untuk Semua Dimana Saja, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Terapi Cuci Darah Lewat Perut Lebih Efisien dan Murah

Tingkat keparahan orang dengan penyakit ginjal kronis menghentikan hemodialisis adalah terjadi sindrom uremia, yaitu di dalam darah terbentuk toksin atau racun.

Jika racun ini sudah terlanjur menumpuk sebelum dilakukan pengobatan lainnya, maka inilah yang bisa menyebabkan kematian pada pasien.

Ditulis oleh: Mitra Keluarga

Gagal ginjal kronik menurut World Health Organization (WHO) menjadi permasalahan dengan tingkat kejadian, dan prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. WHO mencatat, penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. 

Ketika seseorang menderita gagal ginjal kronik, maka mereka harus melakukan berbagai prosedur pengobatan seperti cuci darah. 

Lalu, apakah pasien gagal ginjal harus selalu melakukan cuci darah (hemodialisis)? Benarkah prosedur ini harus dilakukan seumur hidup? 

Yuk, simak fakta-fakta seputar cuci darah untuk mengobati gagal ginjal kronik berikut ini!

Baca juga: 7 Penyebab Gagal Ginjal yang Harus Dihindari

Fakta-fakta seputar cuci darah untuk pasien gagal ginjal

Cuci darah atau hemodialisis memang menjadi salah satu terapi pengobatan yang penting untuk pasien gagal ginjal kronik. Banyak orang yang merasa khawatir dan cemas saat harus melalui prosedur ini karena akan menyita tenaga, waktu, pikiran, dan keuangan. 

Yuk, simak apa saja fakta-fakta dari prosedur hemodialisis untuk mengobati gagal ginjal kronik.

Apakah gagal ginjal harus selalu cuci darah?

Hemodialisis (cuci darah) adalah proses pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeabel di dalam dialiser mesin dialysis. Cuci darah dilakukan sebagai terapi pengganti ginjal yang berarti pengobatan yang menggantikan fungsi ginjal. 

Sebenarnya penderita penyakit ginjal tidak selalu membutuhkan perawatan hemodialisis. Bisa juga melakukan metode lainnya seperti transplantasi ginjal. 

Lalu, apakah cuci darah wajib? Tergantung, sebab ada kalanya cuci darah bersifat life saving. Cuci darah dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien misalnya pasien yang mengalami sesak napas. Risikonya bisa berhenti nafas jika tidak dilakukan cuci darah. 

Namun, jika menyerang hanya satu bagian ginjal, dan bagian satunya masih dapat berfungsi dengan optimal maka pasien dapat beraktivitas normal dan biasanya cuci darah tidak perlu dilakukan. 

Pasien mungkin perlu melakukan pengobatan untuk menekan dan mengobati penyebab dan berbagai keadaan yang memperburuk gagal ginjal seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, dan infeksi dan batu saluran kemih.

Tujuan cuci darah

Ginjal yang sehat memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, pekerjaan yang paling terkenal adalah memproduksi urin. Nah, penyakit gagal ginjal membuat fungsi ginjal menurun. 

Seperti yang sudah dijelaskan, ada kalanya cuci darah bersifat life saving atau untuk menyelamatkan pasien. Selain itu, tujuan pengobatan ini juga untuk mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi dan memperlambat perkembangan penyakit.

Pada penyakit ginjal kronik ini fungsi ginjal diperkirakan menurun 25% dari normal. Ketika fungsi ginjal turun di bawah 10-15%, membuat ginjal tidak lagi mampu menyaring darah dan membuat urin. 

Hal ini menyebabkan racun menumpuk di dalam tubuh bersama dengan kelebihan cairan. Kabar baiknya, saat ini kita hidup di masa di mana ada pengobatan dan obat-obatan yang dapat menggantikan fungsi ginjal dan menjaga tubuh tetap hidup, salah satunya dengan cuci darah. 

Apabila fungsi sisa ginjal tidak dilindungi dengan baik maka akan cepat menurun sehingga tidak berfungsi yang yang pada gilirannya akan menyebabkan kematian. 

Pada tahapan inilah penderita sudah memerlukan terapi pengganti berupa cuci darah (hemodialisis) maupun cangkok ginjal.

Berapa lama cuci darah dilakukan?

Cuci darah dilakukan tergantung stadium. Semakin tinggi stadiumnya, maka durasi cuci darah juga menjadi semakin sering. Stadium 5 harus cuci darah terus menerus. Sementara stadium 3 dan 4 dapat recover.

Namun, umumnya prosedur ini dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Sahabat MIKA harus meluangkan waktu setidaknya 4-5 jam per sekali tindakan. 

Pasien gagal ginjal kronik harus melakukan terapi hemodialisis seumur hidup dan secara rutin. Hal ini karena tubuh terus menghasilkan zat sisa dari proses metabolisme. Untuk mencegah terjadinya komplikasi atau merusak organ tubuh lainnya, zat sisa ini harus dibuang.

Jika pasien tidak melakukan cuci darah maka dapat muncul gejala seperti sesak napas, gelisah, penurunan kesadaran, hingga kematian. 

Di mana cuci darah dilakukan?

Hemodialisis dapat diberikan di rumah sakit, di unit dialisis yang berdiri sendiri (sering disebut unit satelit), atau di rumah. 

Di rumah sakit dan unit satelit, perawat dan asisten dialisis membantu pasien dalam perawatan. Sahabat MIKA juga dapat melakukan cuci darah di rumah dengan mengharuskan Anda atau orang lain untuk mempelajari cara menggunakan mesin.

Efek samping cuci darah

Usai melakukan cuci darah, Anda mungkin merasa lelah. Selain itu, sebagian pasien yang usai melakukan cuci darah bisa merasakan sakit kepala, tekanan darah turun, mual, muntah, kram, dan kulit menjadi kering atau gatal.

Tetapi usai terapi ini, Anda tetap aktivitas normal, meskipun pembatasan diet dan asupan cairan biasanya diperlukan.

Pengobatan selain cuci darah

Tetapi, sebenarnya ada pilihan lain apabila tidak ingin melakukan prosedur hemodialisis untuk mengobati sakit ginjal, yaitu cangkok atau transplantasi ginjal. Dengan prosedur transplantasi ginjal, maka akan dilakukan pemindahan ginjal pendonor ke tubuh penderita. 

Setelah cangkok ginjal yang sukses penderita dapat hidup seperti orang normal walaupun tetap dengan minum obat penahan reaksi penolakan tubuh. 

Namun, kesulitan melakukan transplantasi ginjal adalah mencari donor ginjal yang cocok serta ginjal tersebut harus benar benar sehat.  

Tanda-tanda dan gejala penyakit gagal ginjal kronik

Mengingat cuci darah menjadi salah satu terapi pengobatan untuk Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK), maka mengenali gejalanya sangatlah penting.

Pada penyakit kronik gejalanya berkembang secara perlahan, pada awalnya tidak ada gejala sama sekali. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan darah di laboratorium. 

Adapun gejala penyakit ginjal kronik ringan sampai sedang yaitu:

  • Peningkatan urea (racun ginjal) dalam darah
  • Buang air kecil berlebih pada malam hari (nokturia) karena ginjal tidak dapat menyerap air sebagai akibatnya volume air kemih bertambah.
  • Tekanan darah tinggi karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air.

Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama – kelamaan limbah metabolik yang tertimbun di darah semakin banyak. Pada tahapan ini pasien menunjukan gejala seperti: 

  • Mual dan muntah
  • Nafsu makan menurun
  • Badan lemah
  • Volume air kemih berkurang
  • Kurang darah
  • Tekanan darah tinggi
  • Kedutan otot
  • Kelemahan otot
  • Kram
  • Kejang bila tekanan darah terlalu tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak
  • Sesak nafas karena penimbunan cairan di paru 
  • Dapat terjadi gatal-gatal 

Lakukan pencegahan dan deteksi dini penyakit ginjal

Harus melakukan cuci darah rutin seumur hidup tentu menjadi hal yang tidak diinginkan oleh siapapun. Apalagi penyakit satu ini bisa menguras keuangan. Biaya cuci darah di rumah sakit masih belum termasuk biaya obat-obatan rutin yang harus diminum.

Untuk itu mencegah adalah lebih baik dari pada mengobati. Periksalah secara rutin fungsi ginjal ada minimal setahun sekali. 

Berobatlah secara teratur bila diketahui menderita kelainan kelainan yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik seperti yang telah disebutkan di atas. 

Jalani kehidupan yang sehat yaitu makan teratur, minum yang cukup, latihan fisik teratur dan hindari pemakaian obat obatan sendiri tanpa petunjuk dokter.

Untuk memudahkan ketika ingin melakukan janji temu dengan dokter, buat janji konsultasi terlebih dahulu secara online melalui website Mitra Keluarga. 

Sahabat MIKA juga bisa memanfaatkan layanan telemedicine yang dimiliki oleh Mitra Keluarga. 

Semoga informasi ini bermanfaat, ya!

Mitra Keluarga,

life.love.laughter

Artikel ini telah ditinjau oleh: dr. Alfaria Elia Rahma Putri

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA