Bagaimana seharusnya manusia menyikapi ketentuan yang merupakan hak mutlak Allah SWT

Dalam hidup ini, ada dua kemungkinan, nasib baik dan nasib buruk.

Rabu , 30 Oct 2019, 03:00 WIB

Wordpress.com

Takdir (ilustrasi)

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Sopian

Dalam hidup ini, ada dua kemungkinan, nasib baik dan nasib buruk. Itulah implikasi dari takdir baik dan takdir buruk yang telah menjadi pilar rukun iman yang keenam. Oleh karena itu, kita sebagai insan yang harus menjalani takdir tersebut, wajib bersyukur saat nasib baik, dan bersabar saat nasib buruk.

Sikap demikian akan menuntun kita selalu berada dalam kebaikan, dan itulah sesuatu yang sangat menakjubkan bagi seorang Mukmin, sebagaimana disabdakan Nabi SAW. "Sangat menakjubkan bagi orang Mukmin, apabila segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi bagi seorang yang beriman, kecuali apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur, yang demikian itu sangat baik, dan apabila ia tertimpa kesusahan ia bersabar, yang demikian itu sangat baik baginya." (HR Muslim).

Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dan kehendak Allah. Orang yang memahami takdir akan teguh menjalani kehidupan. Ia meyakini semua kebaikan dan keburukan semata atas kehendak-Nya. Allah yang menakdirkan, menghendaki, dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, begitu juga sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki, tidak akan terjadi. Namun, setiap yang Allah takdirkan, pastilah ada hikmahnya, baik kita ketahui maupun tidak.

Pahamilah takdir itu dengan penuh keimanan. Percaya dan meyakini sepenuh hati adalah kunci ketenangan hati. Sejatinya, takdir bertujuan agar seseorang merasa rendah di hadapan Allah. Menyadari bahwa hanya Dialah yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Gantungkan segala doa dan ikhtiar kita kepada- Nya. Lakukan yang terbaik dalam setiap prosesnya.

Ketika segala upaya telah dilakukan, sempurnakanlah dengan sikap tawakal yang hebat. Allah berfirman, "Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orangorang yang beriman harus bertawakal'." (QS at-Taubah: 51).

Kekeliruan dalam menyikapi takdir terkadang membuat kita kerap salah dalam mengambil keputusan hidup. Tak jarang kita berkeluh kesah, frustrasi, atau melampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal, bisa jadi apa yang Allah takdirkan ialah untuk menguji seberapa kuat keimanan kita, siapa yang paling berhak berada di sisi- Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai sebuah kaum, Dia mengujinya. Barang siapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang benci maka dia hanya akan mendapatkan kebencian." (HR at-Tirmidzi).

Saat keadaan baik dan membahagiakan, kita berharap semoga Allah selalu menambah terus nikmat tersebut. Dan saat keadaan sebaliknya, kita harus sadarkan diri bahwa tidak lama lagi kebaikan dari Allah pasti akan datang menyapa kita. Sebagaimana firman- Nya, "Maka sesungguhnya, bersama kesulitan, ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan."(QS al-Insyiroh: 5-6).

Allah Mahaadil, Dia akan menakdirkan sesuatu menurut ilmu dan perhitungan-Nya. Dia tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Maka itu, dalam keadaan apa pun kita hanya boleh berprasangka baik kepada Allah. Yakini bahwa apa pun yang Allah takdirkan, sesungguhnya untuk kebaikan hamba-Nya. Wallahu a'lam. 

Oleh Laudia Tysara pada 26 Jul 2021, 13:20 WIB

Diperbarui 26 Jul 2021, 13:20 WIB

Perbesar

Ilustrasi Al-Qur’an. Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Macam takdir Allah SWT ada dua. Pertama, macam takdir mubram. Macam takdir mubram adalah ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Kedua, macam takdir muallaq. Sementara macam takdir muallaq adalah ketentuan Allah SWT yang mengikutsertakan peran manusia, berupa usaha dan ikhtiar.

"Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS. Al-Furqaan: 2)

Mengutip dari laman Jurnal Mudarissuna Intitut Agama Islam Negeri Metro, dengan beriman kepada macam takdir Allah SWT dengan benar, seseorang akan giat berusaha dan berjuang dalam menjalani kehidupannya. Berikut Liputan6.com ulas macam takdir dan penjelasannya dari berbagai sumber, Senin (26/7/2021).

Perbesar

Ilustrasi Muslim. Sumber: Image by Igor Ovsyannykov from Pixabay

Takdir secara bahasa berasal dari kalimat Qoddaro – Yuqoddiru – Taqdiiroon artinya ketentuan, ukuran, ketetapan, rumusan, untuk referensi, seperti disajikan pada surat berikut:

"Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (AlFurqaan:2).

Dari beberapa ayat al-Qur'an, dapat ditelusuri definisi takdir, baik secara etimologi maupun terminologi. Mengutip M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, kata takdir (takdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar, atau ukuran, sehingga jika kita berkata, “Allah telah menakdirkan demikian,” maka itu berarti Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.

Al-Raghib mengatakan: “qadar berarti kemampuan atau penguasaan ilmu, yang mencakup juga kehendak. Dengan qadar tersebut terwujud sesuatu yang sesuai dengan pengetahuan dan kehendak tersebut.”

Takdir menurut istilah, dapat diartikan sebagai suatu peraturan tertentu yang telah dibuat oleh Allah Swt., baik aspek struktural maupun aspek fungsionalnya, untuk undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang dikaitkan di dalamnya, antara sebab dan akibat (causaliteit). Sehingga seluruh ciptaan ini mampu atau dapat berinteraksi antara yang satu dengan yang lain, yang kemudian melahirkan kualitas-kualitas atau kejadian-kejadian tertentu.

Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al-Quran dan hadis. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.

Perbesar

Ilustrasi Pria Muslim. Credit: freepik.com

1. Macam Takdir Mubram

Macam takdir Allah yang pertama adalah takdir Mubram. Macam takdir mubram adalah ketentuan mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Macam takdir mubram ini membuat manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya.

Macam takdir mubram Allah ini contohnya adalah tentang kelahiran dan kematian manusia. Tentunya keberadaan macam takdir mubram membuat manusia tidak ada yang tahu kapan akan dilahirkan dan kapan akan mati. Semua menjadi rahasia Allah SWT dan terjadi sesuai dengan ketetapan-Nya.

2. Macam Takdir Muallaq

Macam takdir Allah yang kedua adalah takdir muaallaq. Macam takdir muallaq adalah ketentuan Allah SWT yang mengikut sertakan peran manusia. Macam takdir muallaq ini berkaitan dengan usaha atau ikhtiar manusia.

Macam takdir muallaq ini contohnya adalah keberhasilan murid di sekolah dalam meraih prestasi. Murid yang berprestasi itu bukanlah murid yang diam saja tidak belajar dan hanya menunggu takdir. Tetapi dicontohkan macam takdir muallaq adalah ia yang selalu berusaha dan belajar setiap hari untuk meraih cita-cita yang diharapkannya.

Bila begitu, apa yang diraihnya selain ditentukan oleh macam takdir Allah SWT, juga ditopang oleh usaha dan doa yang dia lakukan. Jadi, berusaha itu harus, tetapi berdoa dan rela menerima segala macam takdir yang sudah ditentukan oleh Allah SWT jangan dilalaikan juga.

Contoh lain dari macam takdir muallaq adalah orang yang rajin bekerja akan kaya, dan yang malas berusaha akan miskin, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Rad: 11)

Perbesar

Ilustrasi Al-Qur’an. Credit: freepik.com

Seorang Muslim terbagi menjadi tiga golongan dalam menerima takdir yang tidak disukai. Pertama, mereka cenderung ridha dengan takdir tersebut. Golongan ini masuk dalam tahapan paling tinggi kaum yang diuji oleh Allah.

Seperti firman Allah SWT dalam Surat At Taghabun ayat 11.

" Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya..."

Dalam riwayat Tirmidzi dari Anas bin Malik RA, Rasulullah Muhammad SAW bersabda,

" Sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai sebuah kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang benci, maka dia hanya akan mendapatkan kebencian."

Kedua, golongan yang sabar menerima takdir yang tidak menyenangkan. Tingkatan ini lebih rendah dari golongan ridha, lantaran belum bisa menerima takdir yang ditetapkan Allah dengan sepenuh hati.

Di balik kesabaran tersimpan banyak kebaikan. Bahkan Allah menjanjikan pahala kepada mereka yang mampu bersabar, seperti dalam firman-Nya dalam Surat Az Zumar ayat 10.

" Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

Sabar merupakan sikap menjaga diri dari marah meski ada perasaan sakit. Sabar juga menjaga tubuh dari tindakan-tindakan yang mencerminkan ketidaksukaan seperti mengeluh, muka masam, dan lain sebagainya.

Ketiga, golongan yang marah atas takdir Allah. Golongan ini termasuk kelompok yang menuduh Allah dengan kejelekan.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA