Bagaimana kekuasaan politik itu bisa dikontrol supaya tidak sewenang-wenang

Oleh : Dr Muhadam Labolo (Dosen senior IPDN)

Kata Prof. Von Schmid, guru besar di Brussel, sebagaimana abstraksi ide Aristoteles, para pemikir terbaik percaya bahwa _aristokrasi_ adalah bentuk ideal dalam pemerintahan. Mereka percaya para aktor pemerintahan yang memiliki kemampuan berfikir lewat akal sehat mampu memecahkan setiap masalah. Tapi _aristokrasi_ rupanya punya penyakit bawaan, yaitu lupa diri hingga asyik mencitrakan diri agar masyhur di tengah masyarakat _(timokrasi)._

Baca juga : Korupsi Ditengah Putus Asa

Kritik terhadap aristokrasi mendorong lahirnya _oligarchi._ Sekumpulan orang berlebih yang kata Abraham Maslow pada titik tertentu tak perlu sibuk memikirkan urusan perut, tapi bagaimana mengaktualisasikan diri pada masyarakat dengan semua harta kekayaan yang dimiliki. Sayangnya _olirgarchi_ punya cacat bawaan pula, mereka hanyalah kumpulan para pemodal (kapitalis) yang lupa diri dan menyedot keringat kaum papa kapan saja. Hasilnya mereka yang berlebih melaju kaya, yang miskin terkesan dipelihara, tumbuh dan berkembang menjadi bahan perencanaan projek. Untuk alasan itu pun diklasifikasi dalam tingkatan kemiskinan agar mudah diintervensi lewat aneka kebijakan.

Antitesa terhadap _oligarchi_ mendorong lahirnya _democracy,_ satu upaya mematahkan nafsu kaum kapitalis agar memerdekakan rakyat jelata. Tapi rakyat yang banyak itu tak semua cakap, lebih banyak yang pandir dibanding yang berpikir. Eksesnya adalah _mobokrasi_ yang suatu ketika berakhir dengan perilaku _anarchi._ Dalam jangka panjang hal ini tidak saja mengancam kaum pemodal berkelas, juga penguasa dan rakyat sesamanya. Bukan rahasia lagi jika pemerintah disibukkan oleh potensi konflik atas nama kelompok yang bergerak vertikal maupun horisontal.

Baca juga : Merawat Jalan Demokrasi

Terhadap kegagalan demokrasi menumbuhkan satu keyakinan pada sebagian orang bahwa kita hanya butuh satu kekuatan yang efektif dan efisien untuk mengendalikan pemerintahan. Sepanjang aktornya baik tak sedikit model ini diminati lewat penguasa yang bijak. Namun cita ini bukan tanpa patologi, dibanyak negara memunculkan pemerintahan absolut berciri _tiran._ Tiran pun punya cacat bawaan, yaitu sewaktu-waktu, sadar atau tidak dapat menelan hak dasar masyarakat atas nama otoritas apa saja, termasuk tradisi dan Tuhan.

Pada semua kelemahan dan kelebihan sistem politik itu kata filosof Perancis Michael Foucault, kita membutuhkan setidaknya tiga hal, _pertama,_ institusionalisasi kekuasaan yang ketat lewat konstitusi agar kekuasaan tak berjalan sewenang-wenang, mencampuradukkan wewenang, bahkan bersikap sewenang-wenang. _Kedua,_ kekuasaan mesti dibagi agar tak menumpuk, apalagi sampai tercipta sentralisasi. _Ketiga,_ kekuasaan mesti dikontrol dan dibagi menjadi bagian dalam masyarakat _(governance)._ Dengan tiga prinsip penting itu apapun bentuk dan sistem yang kita gunakan dengan sendirinya akan menyelamatkan pemerintahan dari sisi buruknya sendiri.

Baca juga : Pencarian Makna Pemaafan

Jakarta, Bhirawa Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengusulkan agar negara perlu membatasi kekuasaan agar penyelenggara tidak sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan. Menurutnya dalam konsep modern, konstitusi dan negara memiliki hubungan erat. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi adalah hukum yang mengatur negara, bukan hukum mengenai bagaimana negara mengatur. “Gagasan utama dari konstitusi adalah bahwa negara perlu dibatasi kekuasaannya agar penyelenggaraan-nya tidak bersifat sewenang-wenang. oleh karena, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik hukum sebagai jaminan utama untuk menjaga hubungan antara rakyat dan pemerintah,” papar Zulkifli dalam acara peringatan Hari Konstitusi 18 Agustus 2019 di gedung MPRRI-Senayan-Jakarta, Minggu (18/8) Hadir Wapres RI Jusuf Kalla dan para pejabat tinggi lainnya. Disebutkan, konstitusi secara alamiah terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat. Karena itu konstitusi yang ada harus dapat terus disesuaikan dengan tuntutan jaman. terutama dalam menghadapi tantangan kehidupan bernegara. MPR sebagai lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD, telah mewujudkan reformasi konstitusi melalui perubahan UUD 45. Yang telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “UUD 45 memang memberi kemerdekaan bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapat. Namun UUD 45 juga mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan UU,” tambah Fulkifli. Dikatakan, setelah reformasi, di bidang hukum DPR telah membuat sejumlah regulasi yang tak terkendali. Bahkan tidak sedikit UU yang dihasilkan DPR bersama pemerintah, bertentangan dengan UUD 45, sehingga dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Juga banyak hukum yang tumpang tindih peraturan perundang undangan dengan UU yang berada diatasnya. “Koperasi,sebagai wujud kebersamaan dalam demokrasi ekonomi, masih belum mampu berkembang dan maju sejajar dengan sektor pemerintah dan swasta. secara keseluruhan, perkembangan ekonomi menampilkan paradoks. Terjadi pertumbuhan ekonomi di satu sisi namun pertumbuhan itu belum bisa dinikmati mayoritas rakyat,” ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi, kata Zulkifli, hanya dinikmati oleh 20% penduduk kaya, sementara 49,3 % kekayaan dikuasai hanya oleh 1% orang kaya. Ketimpangan ekonomi ini berarti upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, belum terwujud. Upaya memajukan kesejahteraan umum juga masih terkendali dalam pelaksanaan otonomi daerah. [ira]

suku yang berasal dari Sumatra adalah A.dayak B.batak C.sasak D.asmat​

Jelaskan implementasi nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat dengan berbagai tantangannya

Jelaskan peran sertamu dalam lingkungan sehari-hari yang dapat memperkokoh wawasan nusantara.

Jelaskan yang dimaksud dengan patriotism sebutkan cici-ciri patriotisme

Jelaskan ruang lingkup pembangunan karakter bangsa

Jelaskan yang dimaksud dengan integrasi nasional berikan contoh integrasi nasional yang sudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkun … gan keluarga lingkungan sekolah,dan lingkungan masyarakat

Jelaskan relasi antara hak asasi manusia dan konstitusi

Jelaskan yang dimaksud dengan nasionalisme sebutkan tujuan nasionalisme

Jelaskn prinsip yang terkandung dalam nilai persatuan indonesia

Tokoh yang mengatakan bahwa ""otonomi daerah sebagai hak untuk mengatur urusan-urusan daerah dan menyesuaikan dengan peraturan yang sudah dibuat denga … nnya"" adalah ....

Tentang teori atau konsep negara hukum.

Paling tidak, ada tiga teori atau konsep dasar negara hukum yaitu persamaan di hadapan hukum, tidak ada kekuasaan di atas hukum, dan hukum adalah kekuasaan tertinggi (supreme). Telah dikemukakan, konsep “persamaan di hadapan hukum” (equality before the law) bermula dari Inggris (Dicey). Konsep “tidak ada kekuasaan di atas hukum” atau “semua kekuasaan di bawah hukum” (subject to the law) merupakan dasar dari “de recktsstaat” yang bermula dari Jerman. Konsep “hukum adalah kekuasaan yang ‘tertinggi” (the supremacy of law) bermula dari Amerika Serikat.

Tiga konsep dasar tersebut secara hakiki ditujukan pada penguasa yaitu sebagai cara membatasi kekuasaan agar tidak sewenang-wenang. Dalam perkembangan, pengertian pembatasan kekuasaan, tidak hanya terbatas pada kekuasaan sewenang-wenang (arbit rary, willekeur). Pembatasan kekuasaan juga mencakup Iarangan melampaui wewenang (detournement de pouvoir) , kewaj iban menaati prinsip-prinsip fairnees (prosedural fairnees) dalam menetapkan keputusan (seperti terhadap right to be heard, legitimate expectation), dan Iain-lain. Meskipun secara umum, persamaan di hadapan hukum berlaku pada semua (setiap orang), tetapi penguasalah (pemerintah) yang paling berkesempatan meniadakan persamaan atas dasar status dalam susunan kekuasaan, status sosial, keyakinan, etnis, kekayaan dan lain-lain. Hanya penguasa atau mereka yang memperoleh bagian dari kekuasaan yang dapat menyatakan atau menempatkan diri di atas hukum (above to the law) seperti ungkapan l’etat se moi. Hanya penguasa atau bagian dari kekuasaan sebagai yang berdaulat menjadi sumber dan yang memberikan hukum, karena itu hukum ada di bawah kehendaknya. Bukan sebaliknya berada di bawah kehendak hukum.

Berdasarkan paham negara hukum, pembatasan kekuasaan yang dikemukakan di atas, dilakukan melalui (menggunakan) hukum sebagai instrumen yang lazim disebut asas Iegalitas (legality pr inciple, Iegaliteitsb eginsel) . Benarkah kalau segala sesuatu telah diatur oleh hukum akan terjamin tidak ada tindakan sewenang-wenang atau melampaui wewenang, dan akan menjamin persamaan? Sama sekali tidak. Hukum dapat juga dipergunakan sebagai semata-mata alat kekuasaan, alat bertindak sewenang-wenang, atau melampaui wewenang, atau alat meniadakan persamaan. Kenyataan ini ditentukan oleh sekurang-kurangnya tiga hal. Pertama; cara menentukan substansi hukum. Hukum yang semata-mata dibuat untuk melindungi atau menjamin kepentingan penguasa atau kaum yang menempel dengan kekuasaan, akan berbeda dengan hukum yang dibuat atas dasar kepentingan rakyat banyak. Menurut maixisme (Karl Marx), hukum dalam sistem kapitalisme semata-mata alat penguasa untuk menindas rakyat banyak (hukum sebagai alat penindas). Hukum semacam ini ada pada masyarakat yang terbagi atas kelas-kelas, yaitu kelas penguasa (para pemilik modal) dan kaum proletar (rakyat banyak) yang tertindas. Karena itu apabila cita-cita mewujudkan masyarakat tanpa kelas (classless society) dapat diwujudkan (masyarakat komunis), hukum tidak perlu lagi. Setiap orang akan mengetahui hak-hak dan kewaj iban-kewaj ibannya. Dalam masyarakat tanpa kelas, tidak ada kepemilikan pribadi. Semua barang (benda) adalah milik bersama. Konsep yang sudah dijalankan sejak masih masa transisi yaitu pemerintahan kediktatoran proletariat (Uni Soviet). Ajaran marxisme yang menolak kepemilikan pribadi tidaklah original benar. Ajaran ini berasal dari Plato. Konsep negara ideal Plato, selain negara harus diperintah para filosof, juga tidak ada sistem kepemilikan pribadi (individual ownership. private ownership).

Ada beberapa catatan terhadap pandangan hukum marxisme. Pandangan marxisme bertentangan dengan takdir alamiah manusia yang senantiasa memerlukan ketertiban (order) dan keteraturan (regularity). Untuk itu diperlukan aturan-aturan bersama (hukum), seperti ditulis Cicero: “ubi societes ibi ius” (setiap masyarakat perlu hukum). Tidak ada masyarakat tanpa hukum. Memang, marxisme berusaha menapikan prinsip alamiah ini. Marxisme bertolak dari hukum perkembangan materialistik yang bersifat dialektis (historical materialism), khususnya hukum perkembangan ekonomi. Catatan lain yaitu, secara hakiki, konsep masyarakat tanpa kelas yang tidak lagi memerlukan hukum dan susunan kekuasaan (negara) adalah inkarnasi teori hukum alam John Locke tentang suasana surgawi masyarakat alamiah (state of nature) sebelum ada negara. Menurut Locke, dalam masyarakat alamiah, setiap orang tahu hak-hak dan kewajibannya untuk menjamin hak-hak asasi sebagai hak alamiah.

Pandangan ini sejalang dengan Rousseau (lahir setelah beberapa tahun Locke meninggal). Menurut Rousseau, manusia itu ketika dilahirkan adalah mahluk yang baik, tetapi kemudian dirusak oleh pergaulan dalam masyarakat. Namun, Rousseau juga berpandangan, meskipun manusia dilahirkan bebas, tetapi selalu terikat (man was born free and everywhere he is in chains), yaitu terikat pada general will. Setiap orang tunduk pada general will. Tetapi konsep Looke (demikian pula Rosseau, Hobbes) bersifat hypothetical yang secara historis belum pernah menjadi suatu kenyataan. Locke sendiri mencatat, masyarakat alamiah yang bersifat surgawi itu senantiasa mengandung potensi konflik. Mengapa? Pada akhirnya, kata Locke, manusia itu Iebih mencintai dirinya sendiri, Iebih mencintai kelompoknya daripada orang Iain atau kelompok Iain. Hobbes Iebih tegas dengan mengatakan, masyarakat alamiah dalam suasana homo homuni lupus bellum omnium contra omnes (manusia yang satu merupakan serigala bagi manusia yang lain, dan akan terjadi pertikaian antara semua orang dengan semua orang yang Iain). Perlu pula dicatat, upaya menerapkan marxisme (seperti dijalankan negara-negara komunis) ternyata Iebih dahulu berakhir (mengalami kegagalan) dibandingkan dengan kapitalisme atau Iiberalisme yang sampai sekarang masih hidup, malahan makin berjaya. Walaupun ada pula ramalan, konsep marxisme, seperti sosialisme, suatu ketika akan bangkit kembali bersamaan dengan kegagalan kapitalisme-Iiberalisme yang ditandai oleh berbagai krisis ekonomi-keuangan yang makin sulit disembuhkan. Krisis euro menurut pengamat sosialisme bukan sekedar krisis ekonomi atau keuangan, tetapi krisis sebuah sistem yang merupakan penyakit bawaan kapitalisme, Iiberalisme. Menghadapi ramalan atau kemungkinan memudarnya sistem kapitalisme-Iiberalisme sekarang ini, sudah waktunya para pemikir dan penguasa di tanah air kita berpikir dan menjalankan konsep-konsep alternatif yang prinsipil antara lain menguji kembali dasar-dasar pemikiran para Fouding Fathers kita. Bukan sekedar bergerak zikzak atau main petak umpet dari berbagai krisis dunia sekarang ini. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu cara (prosedur) membuat hukum agar tidak menjadi alat kekuasaan. Substansi hukum yang hanya dibuat untuk menjadi fasilitas sekelompok orang yang berkuasa atau yang memiliki pengaruh terhadap kekuasaan, dapat dipastikan akan mengesampingkan kepentingan rakyat banyak atau kepentingan pemerataan peri kehidupan yang sehat dan beradab (politik, ekonomi, sosial dan Iain-lain). Pilihan-pilihan undang-undang yang akan dibuat acap kali terlalu berorientasi pada kepentingan penguasa atau segelintir orang yang menyatukan diri dengan kekuasaan. Meskipun hukum-hukum (undang-undang) keagrariaan bertalian erat dengan kepentingan rakyat banyak, tetapi tidak ada satu politik pembaharuan keagrariaan yang benar-benar berpihak kepada rakyat banyak. Undang-undang agraria menyatakan dengan tegas, tanah untuk petani, tetapi kebijakan agraria (pertanahan) lebih berpihak kepada kaum kapitalis. Pada saat ini, persoalan sosial keagrariaan sangat nyata sebagai sumber ketegangan sosial yang melibatkan rakyat banyak. Kedua; sebagai cara menghindarkan hukum semata-mata sebagai alat kekuasaan atau hanya untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat yang menempel dengan kekuasaan, yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan atau cara menegakkan hukum. Penataan cara melaksanakan hukum tidak hanya mengenai penegak hukum untuk proses yustisial (polisi, jaksa, hakim, KPK). Tidak kalah penting, para penegak hukum di luar proses yustisial di dalam atau di luar pemerintahan. Cara melaksanakan hukum juga berkenaan dengan pelayanan hukum. Bahkan secara keseluruhan, cara melaksanakan hukum berkaitan dengan seluruh segi penyelenggaraan negara dan pemerintahan (politik, ekonomi, sosial, budaya).

Tentang teori atau konsep demokrasi.

Ada dua semboyan yang paling dielu-elukan dalam demokrasi yaitu kemerdekaan dan persamaan (freedom and equality). Tanpa kemerdekaan tidak akan ada persamaan. Tanpa persamaan tidak ada kemerdekaan. Telah dikemukakan, Revolusi Perancis (1789) dan sampai sekarang masih di muat dalam Pembukaan UUD menggunakan semboyan: Iiberté, egal ite, fraternite (kebebasan/ kemerdekaan, p er samaan, persaudaraan). Persaudaraan tidak dapat dipisahkan dari kebebasan dan persamaan. Tanpa persaudaraan, serba bebas dan serba sama dapat menimbulkan perpecahan atau kurangnya rasa keterikatan atau persatuan satu sama lain. Persaudaraan akan menimbulkan toleransi bagi orang lain dalam berdemokrasi. Demokrasi adalah tatanan bernegara yang harus dijalankan dengan cara-cara damai (peaceful process) yaitu melalui permusyawaratan atau perundingan (peaceful discussion). Hal ini menumbuhkan syarat lain yaitu keterbukaan (transparancy, openess) dan kelurusan atau kejujuran (fair ness). Dalam demokrasi berlaku prinsip put all on the table, nothing under the table. Untuk menjamin kelurusan dalam permusyawaratan dan keterbukaan, harus ada kesadaran saling memiliki dan itulah persaudaraan (fraternité). Bung Hatta (Demokrasi Kita, 1960) mengatakan, kemerdekaan (kebebasan) saja tidak cukup. Di sebelah kemerdekaan perlu persamaan. Hanya kemerdekaan (kebebasan) tanpa persamaan tidak akan ada keadilan (justice). Persamaan adalah jaminan bagi proses dan perwujudan keadilan. Dari segi ini, persamaan di depan hukum dan pemerintahan merupakan syarat mewujudkan keadilan. Perbuatan tidak adil bukan hanya dalam makna menolak keadilan, tetapi juga menunda keadilan (just ice delay is just ice denied). Persamaan mencakup persamaan politik, ekonomi, sosial dan lain-lain. Selain sebagai syarat keadilan, persamaan merupakan cara membatasi kemerdekaan (kebebasan). Kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh mencederai hak yang sama pada orang lain. Locke mengatakan, hak atas kebebasan, dibatasi oleh hak yang sama yang ada pada orang lain.

Tentang teori atau konsep konstitusionalisme.

Dasar teori konstitusionalisme adalah pembatasan kekuasaan (Iimited government) yang diatur dalam konstitusi (UUD). Strong menyebut UUD sebagai written const i t ut ion dalam bentuk documentary constitution.

bersambung edisi mendatang.

Download

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA