Apakah yang dimaksud memperindah suara saat membaca Alquran

Kalau tidak membaguskan bacaan Al Qur’an atau tidak melagukannya apakah tercela? Apa syaratnya jika boleh melagukan Al Qur’an?

Hadits berikut barangkali bisa jadi renungan. Dari Abu Lubababh Basyir bin ‘Abdul Mundzir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ

“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah,

يُحَسِّن صَوْته بِهِ

“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”

Sedangkan menurut Sufyan bin ‘Uyainah yang dimaksud adalah mencukupkan diri dengan Al Qur’an. Ada yang katakan pula, yang dimaksud adalah mencukupkan Al Qur’an dari manusia. Ada pendapat lain pula yang menyatakan, mencukupkan diri dengan Al Qur’an dari hadits dan berbagai kitab lainnya.

Al Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa sebenarnya ada dua pendapat yang dinukil dari Ibnu ‘Uyainah.

Adapun ulama Syafi’i dan yang sependapat dengannya menyatakan bahwa yang dimaksud adalah memperindah dan memperbagus bacaan Al Qur’an. Ulama Syafi’iyah berdalil dengan hadits lainnya,

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

“Baguskanlah suara bacaan Al Qur’an kalian.” (HR. Abu Daud no. 1468 dan An Nasai no. 1016. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Al Harawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “yataghonna bil Quran” adalah menjaherkan (mengeraskan) bacaannya.

Abu Ja’far Ath Thobari sendiri mengingkari pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud yataghonna bil Quran adalah mencukupkan diri. Ath Thobari tidak menyetujuinya karena bertentangan dengan makna bahasa dan maknanya itu sendiri.

Ada perbedaan pula dalam pemaknaan hadits lainnya, “Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” Pendapat yang lebih kuat, yang dimaksud “yataghonna bil Qur’an” adalah membaguskan suara bacaan Al Qur’an. Riwayat lain menguatkan maksud tersebut, “yataghonna bil qur’an adalah mengeraskannya.” (Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 71).

Adapun yang dimaksud dengan tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memperindah bacaan Al Qur’an adalah ditafsirkan dengan dua makna:

  • Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’an
  • Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mencukupkan dengan Al Qur’an dari selainnya. (‘Aunul Ma’bud, 4: 271).

Kalau kita lihat dari pendapat yang dikuatkan oleh Imam Nawawi sebelumnya, yang dimaksud adalah tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’an.

Namun aturan dalam melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut:

  • Tidak dilagukan dengan keluar dari kaedah dan aturan tajwid.
  • Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan.
  • Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. (Lihat Bahjatun Nazhirin, 1: 472)

Wallahu a’lam. Wabillahit taufiq was sadaad.

Referensi:

Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibni Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Abu ‘Abdirrahman Saroful Haqq Muhammad Asyrof Ash Shidiqi Al ‘Azhim Abadi, terbitan Darul Faiha’, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Bahjatun Naazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.

Selesai disusun di Gunungkidul @ Darush Sholihin, 16 Jumadats Tsaniyyah 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Kalau tidak membaguskan bacaan Al Qur’an atau tidak melagukannya apakah tercela? Apa syaratnya jika boleh melagukan Al Qur’an?Hadits berikut barangkali bisa jadi renungan. Dari Abu Lubababh Basyir bin ‘Abdul Mundzir radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ

“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah,يُحَسِّن صَوْته بِهِ“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”Sedangkan menurut Sufyan bin ‘Uyainah yang dimaksud adalah mencukupkan diri dengan Al Qur’an. Ada yang katakan pula, yang dimaksud adalah mencukupkan Al Qur’an dari manusia. Ada pendapat lain pula yang menyatakan, mencukupkan diri dengan Al Qur’an dari hadits dan berbagai kitab lainnya.Al Qadhi ‘Iyadh menyatakan bahwa sebenarnya ada dua pendapat yang dinukil dari Ibnu ‘Uyainah.Adapun ulama Syafi’i dan yang sependapat dengannya menyatakan bahwa yang dimaksud adalah memperindah dan memperbagus bacaan Al Qur’an. Ulama Syafi’iyah berdalil dengan hadits lainnya,زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ“Baguskanlah suara bacaan Al Qur’an kalian.” (HR. Abu Daud no. 1468 dan An Nasai no. 1016. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).Al Harawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “yataghonna bil Quran” adalah menjaherkan (mengeraskan) bacaannya.Abu Ja’far Ath Thobari sendiri mengingkari pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud yataghonna bil Quran adalah mencukupkan diri. Ath Thobari tidak menyetujuinya karena bertentangan dengan makna bahasa dan maknanya itu sendiri.Ada perbedaan pula dalam pemaknaan hadits lainnya, “Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” Pendapat yang lebih kuat, yang dimaksud “yataghonna bil Qur’an” adalah membaguskan suara bacaan Al Qur’an. Riwayat lain menguatkan maksud tersebut, “yataghonna bil qur’an adalah mengeraskannya.” (Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 71).Adapun yang dimaksud dengan tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memperindah bacaan Al Qur’an adalah ditafsirkan dengan dua makna:Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’anTidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mencukupkan dengan Al Qur’an dari selainnya. (‘Aunul Ma’bud, 4: 271).Kalau kita lihat dari pendapat yang dikuatkan oleh Imam Nawawi sebelumnya, yang dimaksud adalah tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak membaguskan bacaan Al Qur’an.Namun aturan dalam melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut:Tidak dilagukan dengan keluar dari kaedah dan aturan tajwid.Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan.Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. (Lihat Bahjatun Nazhirin, 1: 472)Wallahu a’lam. Wabillahit taufiq was sadaad.

Foto: Pinterest

MEMPERINDAH bacaan al-Qur’an sangatlah dianjurkan terlebih melantunkan dengan suara merdu hukumnya adalah sunnah.Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama telah sepakat atas sunnahnya membaca Al-Qur’an secara tartil.”

Dari sunnahnya membaca Al-Qur’an, Rasulullah pun membacakan lantunan ayat al-Qur’an dengan suara merdu, maka tidak heran jika memperindah bacaan dengan suara merdu hukumnya sunnah.

Bara’ bin ‘Azib ra., berkata, “Saya mendengar Nabi SAW, membaca surat At-Tin pada waktu malam hari. Sungguh saya belum pernah mendengar suara yang lebih baik daripada suara beliau,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berikut adalah beberapa hadist keutamaan memperindah bacaan Al Quran:

1. “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara bagus itu akan menambahkan keindahan bagi Al-Qur’an.” (HR. Imam Hakim)

2. Dari Abu Lubabah yaitu Basyir Ibn Abdul Mundzir ra. bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Barangsiapa tidak melagukan al-Quran, maka ia tidak termasuk golongan kami.

3. “Sungguh Allah Swt. lebih serius mendengarkan seorang pembaca al-Qur’an dengan suara merdu daripada seorang pemilik biduan perempuan mendengar nyanyian biduannya.” (H.R. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Imam Hakim dari Fudhalah bin Ubaid).

4. Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash ra. dari Nabi Muhammad saw. beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur’an: Baca, tingkatkan dan perindah bacaanmu sebagaimana kamu memperindah urusan di dunia, sesungguhnya kedudukanmu pada akhir ayat yang engkau baca.”(Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, beliau berkata: Hadits ini hasan sahih)

5. Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda, “Yang paling layak mengimami kaum dalam shalat adalah mereka yang paling fasih membaca Al Qur’an.(Riwayat Muslim)

Seyogyanya menekankan bacaan dan memperbagus suara karena hal itu menambah kebagusan Al-Qur’an hingga diterima pendengarnya serta meninggalkan bekas dalam hati.

Dalam Sunan An-Nasa’i dan Ad-Darimi serta Al-Mustadrak Al-Hakim dari Barra’ Radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Baguskanlah Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur’an.”

Namun ada pula Imam An-Nawawi berkata: “Para ulama berkata: ‘Sunnah hukumnya membaca Al-Qur’an dengan membaguskan suara dan urutannya selama belum keluar dari batas bacaannya hingga berlebihan. Jika melampaui batas sehingga menambah satu huruf atau menyembunyikannya maka hal itu haram’.”

Semoga dengan keutamaan-keutamaan di atas dapat memberikan kita semangat untuk memperindah bacaan kita. Dimulai dari dasar, belajar ilmu tajwid sembari memperlancar, kemudian memperindahnya. InsyaAllah.[]

Sumber: Koleksi Hadits Sikap dan Pribadi Muslim/Karya: Muslich Maruzi/Penerbit: Pustaka Amani-Jakarta

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA