Apakah perbedaan antara Wajib Pajak Orang Pribadi yang BERSTATUS Komisaris dan PEMEGANG SAHAM

Peraturan mengenai Perseroan Terbatas diatur didalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”). Di dalam UU PT mengatur mengenai tanggung jawab pemegang saham dalam Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 3 ayat (1) UU PT, pemegang saham Perseroan Terbatas (“Perseroan”) tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan di dalam pasal ini mempertegas ciri dari Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya.

Namun, masih ada kemungkinan pemegang saham harus bertanggung jawab hingga menyangkut kekayaan pribadinya  berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PT  yang menyatakan bahwa ketentuan di dalam Pasal 3 ayat (1) tidak berlaku apabila:

a.         persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b.         pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c.         pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d.         pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Selain itu berkaitan dengan masalah likuidasi, menurut Pasal 150 ayat (5) UU PT pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan. Kewajiban untuk mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi tersebut wajib dilakukan oleh pemegang saham apabila dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor yang belum mengajukan tagihannya.

Jennyke Setiono

Jakarta - Pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan menjadi salah satu instrumen penting yang dapat mempengaruhi penerimaan negara. 

Masyarakat yang sudah menjadi wajib pajak perlu melakukan kontribusi kepada negara yang salah satu caranya dapat dilakukan dengan membayar pajak. Adanya pajak tersebut dapat digunakan untuk keperluan negara dan kemakmuran rakyat.

Dari pajak tersebut, pemerintah dapat mendata wajib pajak baik orang pribadi maupun badan. Sehingga hal tersebut dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan bantuan berupa insentif pajak. Adapun salah satu contoh nyata bantuan yang saat ini disalurkan seperti insentif pajak PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).

Agar dapat menikmati layanan tersebut, tentunya masyarakat perlu memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai tanda pengenal seorang wajib pajak orang pribadi maupun badan. Dengan demikian, pemerintah dengan mudah dapat mengetahui status seorang wajib pajak tersebut dan dapat memperoleh bantuan yang dimaksud.

Sebelum membahas lebih lanjut, adapun hal yang hendak disampaikan melalui artikel ini mengenai perbedaan antara wajib pajak orang pribadi dengan wajib pajak badan. Pada artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai wajib pajak agar Anda dapat mengetahui ketentuan-ketentuan lebih lanjut terkait wajib pajak.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang membayar, memotong, memungut pajak karena memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, serta sarana guna mengurus administrasi perpajakan.

Wajib Pajak Orang pribadi tentunya memiliki kewajiban. Adapun kewajiban yang dimaksud yakni wajib memiliki NPWP, menghitung besar pajak yang terutang, membayar pajak, serta melaporkan SPT pajak tahunan.

Wajib Pajak Orang Pribadi terbagi menjadi beberapa kategori, yakni Orang Pribadi (Induk), Hidup Berpisah (HB), Pisah Harta (PH), Memilih Terpisah (MT), dan Warisan Belum Terbagi (WBT).

Kemudian, wajib pajak badan tentunya juga memiliki kewajiban dalam melapor dan membayar pajak. Bagi wajib pajak badan berstatus pengusaha kena pajak (PKP) tentunya secara otomatis dikenakan pajak sesuai UU PPN 11/1984. 

Artinya, suatu pengusaha diwajibkan untuk melaporkan usahanya dan dikukuhkan sebagai PKP. Namun, hal tersebut dikecualikan apabila suatu pengusaha selama 1 tahun hanya memiliki penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 48.000.000.000. Adanya peraturan tersebut dapat memberikan pilihan kepada pengusaha kecil untuk ikut menjadi PKP atau tidak.

Wajib Pajak badan terbagi menjadi beberapa kategori, yakni Badan, Joint Operation, Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, Bendahara, Penyelenggara Kegiatan.

Membayar pajak bukan semata-mata dilakukan hanya untuk menjalani kewajiban, namun dilakukan sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan nasional dan pembiayaan negara menuju keharmonisan dan kesejahteraan.

Setiap orang dapat dikategorikan menjadi wajib pajak apabila seseorang memenuhi kriteria subjek pajak dan objek pajak. Namun, barangkali tidak sedikit yang masih merasa bingung dengan perbedaan antara WP Orang Pribadi dengan WP Badan.

Masih banyak yang menyimpan pertanyaan mengenai hal tersebut, terutama soal apakah seseorang yang memiliki suatu badan usaha masih memiliki kewajiban membayar pajak pribadi, dan sebagainya.

Untuk itu, mari kita bedah secara perlahan apa itu WP Orang Pribadi dan WP Badan agar dapat lebih memahami perbedaan di antara keduanya.

Baca Juga : Tarif Pajak Penghasilan Usaha Pribadi UMKM

Secara umum, wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan dibedakan berdasarkan subjek pajak dan objek pajaknya. Wajib pajak orang pribadi terbagi dua, yaitu wajib pajak subjek dalam negeri dan wajib pajak subjek luar negeri. Wajib pajak orang pribadi melaporkan penghasilannya melalui SPT Tahunan. 

Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah penghasilan yang merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh orang pribadi, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Subjek PPh Badan merupakan Badan Usaha yang diberikan kewajiban untuk membayar pajak dalam periode bulan atau tahun dan disetor ke kas negara. 

Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan. Penghasilan sebagai objek PPh dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. 

Ketentuan Wajib Pajak Badan pada umumnya sama dengan Wajib Pajak Pribadi yaitu membayar pajak penghasilan dan membuat laporan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan Final PPh Pasal 4 ayat 2: Definisi, Tarif, dan Waktu Pelaporan Pajak

Pengertian Wajib Pajak 

Menurut Pasal 1 ayat (2) UU No 16 tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, maka WP diharuskan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Dalam Pasal 1 ayat (6), NPWP dijabarkan sebagai nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

NPWP diberikan kepada WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. NPWP tidak akan berubah meskipun WP pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat terdaftar.

Baca Juga : Tarif Pajak Penghasilan Karyawan

Kategori Wajib Pajak

Kategori Wajib Pajak berdasarkan kepentingan, hak, serta kewajibannya, masing-masing antara Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan dibagi lagi menjadi beberapa kategori. Anda atau perusahaan yang Anda miliki mungkin berada di dalam salah satu kategori tersebut. Berikut adalah rinciannya.

Baca Juga : Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

Wajib Pajak Orang Pribadi

WP orang pribadi adalah wajib pajak perorangan yaitu bukan badan usaha, atau badan hukum. Wajib pajak orang pribadi merupakan laki-laki maupun wanita, baik yang sudah atau belum menikah.

Ketentuan khusus mengenai perpajakan wajib pajak orang pribadi wanita yang sudah menikah dan sebuah keluarga diatur oleh pasal 8 UU PPh (berikan penjelasan tentang pasal 8 UU PPh.

Status Perhitungan Pajak Suami Istri

Wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim.

Suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis.

Wanita kawin (selain kategori Hidup Berpisah dan Pisah Harta) yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya.

  • Warisan Belum Terbagi (WBT)

Sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 23

Kategori Wajib Pajak Badan

Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Badan yang dimaksud dapat berbentuk badan usaha diantaranya perseroan terbatas, firma, cv, dan persekutuan perdata.

Bentuk kerja sama operasi yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi.

  • Kantor Perwakilan Perusahaan Asing

WP perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing (representative office/liaison office) di Indonesia. 

Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.

Pihak selain empat WP badan sebelumnya yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan. Penyelenggara kegiatan diantaranya adalah penyelenggara kegiatan perlombaan olahraga atau kegiatan atau acara lainnya. 

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 25

Perbedaan Kewajiban Pajak

Meskipun sama-sama memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajak, tetapi WP Orang Pribadi dan WP Badan memiliki kewajiban pajak yang berbeda. 

Kewajiban Pajak bagi WP Orang Pribadi

Secara umum, WP Orang Pribadi hanya berkewajiban untuk membayar pajak terutang berdasarkan penghasilan yang diterima, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 17. 

WP orang pribadi yang menjalankan usaha sendiri, bisa juga diwajibkan untuk melakukan kewajiban pajak penghasilan pasal 21, pasal 23, dan pasal 4 ayat 2. Sehingga atas pembayaran kepada pihak lain wajib dipotong dan dilaporkan pajaknya oleh wajib pajak orang pribadi tersebut.

WP orang pribadi yang melakukan kegiatan impor juga dikenakan pajak penghasilan pasal 22 atas transaksi impor barang. WP orang pribadi bisa juga diwajibkan membayar Pajak Pertambahan Nilai, apabila memenuhi syarat menjadi pengusaha kena pajak (PKP).

Baca Juga : Kapan Waktu Yang Tepat Menyampaikan Dan Menyetor Pajak SPT Tahunan Pribadi

Kewajiban Pajak bagi WP Badan

Sedangkan, untuk WP Badan kewajiban pajak diantaranya adalah sebagai berikut:

WP Badan wajib melakukan pencatatan atau pembukuan, menyampaikan penghasilan atau laporan keuangan, menghitung pajak terutang dari penghasilan kena pajak sesuai ketentuan pajak, membayar pajak terutang dan melaporkan SPT Pajak Badan Tahunan dikurangi kredit pajak (dari yang sudah dibayar sendiri yaitu PPh pasal 25 dan pasal 22, dan juga dari yang dipotong oleh pihak lain yaitu pasal 23 atau pasal 15). Pajak penghasilan badan dapat dihitung dengan menggunakan tarif umum pasal 17 UU PPh atau jika memenuhi kriteria tertentu dapat menggunakan ketentuan pajak penghasilan final sesuai dengan ketentuan PMK 23 tahun 2018.

  1. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) 

WP Badan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang dibayarkan oleh WP Badan tersebut. WP badan wajib melakukan pemotongan, pelaporan dan pembayaran pajak yang telah dipotong kepada negara.

  1. Pajak Penghasilan Pasal 23

WP Badan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri terkait dengan royalti, dividen, bunga dan jasa yang dibayarkan oleh WP Badan tersebut. WP badan wajib melakukan pemotongan, pelaporan dan pembayaran pajak yang telah dipotong kepada negara setiap bulannya.

Baca Juga : Pengertian Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 17

  1. Pajak Penghasilan Pasal 26

WP Badan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh subjek pajak luar negeri terkait pengeluaran atas royalti, dividen, bunga, dan sewa yang dibayarkan oleh WP badan tersebut. WP badan wajib melakukan pemotongan, pelaporan dan pembayaran pajak yang telah dipotong kepada negara setiap bulannya.

  1. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

WP Badan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pihak lain diantaranya terkait sewa selain tanah dan bangunan dan jasa yang dibayarkan oleh WP badan tersebut. WP badan wajib melakukan pemotongan, pelaporan dan pembayaran pajak yang telah dipotong kepada negara setiap bulannya.

WP Badan wajib mengenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan/atau PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) atas penjualannya apabila memenuhi kriteria sebagai pengusaha kena pajak sesuai dengan UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Pemungutan PPN dilakukan setiap kali transaksi, dan pajaknya wajib dibayarkan dan dilaporkan secara bulanan (SPT Masa).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA