Seluruh petugas haji yang berjumlah sekitar 200 orang itu, diberangkatkan ke Tanah Suci beberapa hari sebelum calon jamaah haji asal Indonesia tiba. Hal ini dimaksudkan agar kami bisa melakukan berbagai persiapan, sebelum para calon jamaah haji tiba dari Tanah Air.
Kami tiba di Jeddah pada petang hari. Setelah beristirahat sejenak, rombongan langsung berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah umroh. Sepanjang perjalanan dari Jeddah ke Makkah saat itu, yang terdengar hanya asma-asma Allah. Labaik Allahuma Labaik. Sekitar dua jam kemudian, rombongan tiba halaman Masjidil Haram yang di tengahnya terdapat Baitullah yang berdiri megah. Saat itu, kompleks Masjidil Haram sudah mulai dipadati jamaah dari seluruh dunia.
Kami yang baru datang dari Indonesia, selanjutnya melaksanakan ibadah umrah secara berkelompok. Kelompok saya yang berjumlah sekitar 12 orang, dan kebanyakan terdiri dari kaum ibu berusia setengah baya, dapat melaksanakan seluruh rangkaian ibadah umrah dengan tertib dan lancar.
Sebagaimana umumnya jamaah haji, kami pun dihinggapi keingin agar dapat mencium Hajar Aswad yang berada di salah satu sudut Ka'bah. Kelompok kami pun kemudian membentuk barisan, untuk bisa mendekati Ka'bah. Saat itu, saya berada di barisan paling belakang.
Saat sedang mendekati Baitullah, mata saya tiba-tiba tertumbuk pada seekor kucing yang sedang duduk tegak sekitar 10 meter sisi kiri barisan. Kucing itu berukuran cukup besar, dan seperti sedang menunggu seorang jamaah yang sedang tidur di sebelahnya.Kucing itu terlihat sangat menyolok, bulunya gelap, badannya tinggi besar berbeda dengan kucing-kucing yang selama ini saya lihat. Ukurannya seperti seekor anak harimau. ''Lho, kok ada kucing di sini?'' tanya saya dalam hati dengan rasa heran.
Keheranan saya ini muncul, karena setahu saya, penjagaan di Masjidil Haram sangat ketat. Di setiap gerbang, para askar yang bertugas akan menggeledah saku atau tas yang di bawa jamaah. Jamaah dilarang membawa hewan, termasuk juga kucing. Jadi aneh kalau ada kucing sebesar dan seindah ituj bisa lolos dari penjagaan para askar. Apalagi, kalau kucing itu merupakan piaraan seorang jamaah.
Meski demikian, kaki saya tetap saja menuju ke tempat kucing itu berada, karena pada dasarnya saya memang pecinta hewan ini. Saya dekati, dan kemudian duduk di dekat si kucing. Selain mengelus-elus kepalanya yang berbulu halus, saya pun sempat 'mengobrol' dengan kucing itu. Anehnya, kucing itu seperti mengerti sapaan saya. Kepalanya mengelus-elus manja ke kaki saya.
Saat itu, saya menduga kucing itu sedang menjaga majikannya yang sedang tidur lelap di sebelahnya. Kalau melihat perawakannya yang tinggi besar, jamaah yang tidur itu berasal dari negara timur tengah. Selama saya bermain-main bersama kucing itu, sang majikan seperti tidak merasa terganggu. Tetap pulas. Sempat juga terbersit dalam hati, ''Jangan-jangan ini bukan kucing sungguhan. Tapi malaikat.'' Tapi saya tidak perduli, dan tetap bermain-0main dengan kucing itu.
Setelah sekitar 15 menit bersama kucing itu, saya baru tersadar soal niat kami hendak mencium Hajar Aswad, setelah pembimbing kami, Pak Cepy, memanggil nama saya,''Ayo Vie, cepetan... Kasihan teman-teman yang lain sudah nungguin. Rupanya Pak Cepy dari tadi mengikuti dan mengamati tingkah saya. Saya pun berdiri, lalu melambaikan tangan perpisahan kepada si kucing misterius itu.
Akhirnya, saya bersama Pak Cepy bergegas mencari rombongan yang sudah lebih dulu menuju Hajar Aswad. Saat itu, ternyata mereka masih beluym berhasil mencium batu hitam itu. Saya pun bergabung menembus kerumunan jamaah yang sangat padat.
Perlahan tapi pasti, tubuh saya mendekat Hajar Aswad. Dalam situasi seprerti itu, tiba-tiba seorang askar yang menjaga Hajar Aswad, mendorong beberapa pria berbadan tinggi besar yang sedang berebut mencium Hajar Aswad. Lalu dia memanggil saya, ''Siti rahmah...siti rahmah..,'' dan menyuruh saya segera mencium Hajar Aswad.
Tanpa pikir panjang lagi, saya langsung membenamkan kepala ke cekungan batu hitam dan mencium sepuasnya. Seakan tak percaya begitu mudahnya saya mencium si Batu yang terletak di pojok Kabah. Dengan badan bergetar saya tak henti-henti mengucapkan Alhamdulillah wa syukurillah. Setelah beberapa saat mencium batu itu, saya pun berusaha keluar dari kerumunan orang yang berdesak-desakan.
''Bisa Vie...?'' tanya Pak Cepy, ketika saya sudah agak menjauh dari Hajar Aswad. ''Alhamdulillah bisa, pak,'' jawab saya lega. Lalu Pak Cepy memberi aba-aba agar rombongan yang bersikeras mencium Hajar Aswad segera kumpul. ' 'Sekarang jkita kembali ke Jeddah. Yang penting sudah ada wakil dari rombongan kita yang sudah mencium Hajar Aswad,'' tuturnya.
Selama perjalanan dari Makkah-Jeddah, saya masih bertanya-tanya keberadaan kucing raksasa tadi. Saya sempat bertanya ke berapa teman, termasuk Pak Cepi, apakah melihat kucing seperti yang saya lihat? Namun anehnya, semua menggelengkan kepala. Jadi....wallahualam bisawab.
Sebagai seorang muslimah, saya merasa menjadi muslimah yang beruntung karena mendapat kesempatan untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Apalagi ketika menjaankan ibadah itu, saya mengalami banyak peristiwa yang membuat keimanan saya menjadi semakin kokoh. Salah satunya adalah peristiwa yang akan saya ceritakan ini. susie evidia y
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini