Apa tujuan upacara adat ngaben dilakukan

Tidak boleh ada unsur kesedihan selama prosesi berlangsung

Di Indonesia ada beragam ritual pemakaman, salah satunya dari agama Hindu yakni upacara Ngaben.

Tidak seperti upacara kematian lainnya, ada beberapa rangkaian unik yang wajib dilakukan keluarga.

Salah satunya adalah tak boleh menujukkan rasa sedih atau duka ketika prosesi sakral ini berlangsung, lho.

Semakin penasaran seperti apa ritual adat ini sebenarnya? Yuk, tengok bersama, Moms!

Asal Usul Upacara Ngaben

Foto: indonesia.go.id

Ngaben adalah ritual upacara kematian yang dilakukan di Bali.

Dinilai, sebagai acara kebudayaan yang wajib dilakukan ketika ada seseorang yang meninggal dunia.

Dalam bahasa Hindu, Ngaben berarti memisahkan jiwa dari jasad. Pemisahan jasad ini dilakukan melalui kremasi.

Melansir factsofindonesia.com, asal usul ritual ini dilakukan oleh Bharatayuddha (keturunan kaisar Bharata) di India sekitar 400 SM.

Mereka percaya bahwa upacara kremasi ini akan membawa kembali tubuh almarhum ke dasar alami tubuh.

Ini berkaitan dengan energi air, panas, angin, dan bumi pada alam.

Umat Hindu juga percaya bahwa upacara ngaben ini akan membebaskan jiwa dari perbuatan buruk selama hidup di dunia.

Tak lain, tujuannya untuk mengantarkan mereka ke surga dan bereinkarnasi menjadi pribadi yang lebih baik.

Lambat laun, upacara Ngaben ini mulai masuk ke Bali pada abad ke-8 dan diwariskan secara turun temurun.

Di era modern ini, kebudayaan Ngaben masih terus dilakukan dan menjadi tradisi agama Hindu di Bali.

Baca Juga: 10 Fakta Midodareni, Rangkaian Upacara Adat Jawa sebelum Pernikahan

Tujuan Ritual Ngaben

Foto: balitouristboad.com

Tujuan dari upacara Ngaben yakni tak jauh dari 'pembersihan' amal seseorang yang meninggal dunia.

Setiap anggota keluarga wajib untuk mengantarkan almarhum dalam memasuki kehidupan "berikutnya".

Seperti jenis sistem kepercayaan lainnya, umat Hindu Bali percaya bahwa tubuh terdiri dari spiritual dan fisik.

Ketika kematian terjadi, masyarakat lokal percaya bahwa itu akan 'memadamkan' fisik dan fungsi tubuh. Sementara, roh atau dikenal atma, akan tetap hidup selamanya.

Banyak dari mereka menggambarkan kematian sebagai tidur yang panjang.

Artinya, tubuh yang tak mampu lagi bergerak, namun roh pada orang tersebut tak sepenuhnya hilang.

Baca Juga: 4 Nasihat Kematian dari Rasulullah SAW yang Bisa Jadi Bahan Renungan

Prosesi Upacara Ngaben

Foto: museumnusantara.com

Ritual kebudayaan yang cukup unik ini menjadi daya tarik masyarakat lokal dan juga wisatawan.

Untuk menambah pengetahuan, berikut adalah prosesi upacara Ngaben yang perlu diketahui:

1. Memandikan Jenazah

Umat Hindu turut menerapkan ritual memandikan jenazah. Prosesi ini umum dilakukan di halaman rumah keluarga yang ditinggalkan.

Setelah dalam keadaan suci, nantinya akan dipasangkan sejumlah simbol khusus seperti:

  • Bunga melati
  • Serpihan kaca
  • Daun intaran

Tujuannya yakni agar mengembalikan fungsi tubuh ke asalnya dan roh mengalami reikarnasi kembali.

2. Pemasangan Lembu Kayu

Sebelum upacara inti dimulai, anggota keluarga mendiang menyiapkan lembu kayu. Hal ini digunakan untuk menahan jenazah yang nantinya akan dikremasi atau dibakar.

Ada satu tujuan khusus saat lembu kayu (atau struktur candi) dibawa ke tempat kremasi.

Ini dilakukan warga lokal Bali untuk 'membingungkan' arwah almarhum untuk memastikan ia tidak menemukan 'jalan pulang'.

3. Pembakaran atau Kremasi

Foto: kesrasetda.bulelengkab.go.id

Upacara Ngaben dilakukan untuk membebaskan roh dari tubuh yang meninggal dunia.

Ketika api membakar tubuh, ia 'melahap' unsur-unsur yang membentuk tubuh fisik atau dikenal sebagai Panca Mahabutha.

Tujuannya yakni untuk melepaskan roh dari belenggu duniawi dan membiarkannya pergi ke bentuk kehidupan lain.

Baca Juga: 9 Upacara Kelahiran Bayi, Hanya Ada di Indonesia

4. Diramaikan Ritual Kebudayaan

Tak hanya itu, prosesi dalam Ngaben juga diramaikan dengan berbagai acara kebudayaan.

Pada hari besar, semua orang akan berkumpul untuk beramai-ramai mengantarkan almarhum.

Acara ini juga diramaikan dengan tarian adat tradisional yang cukup meriah dan penuh sukacita.

Perlu diketahui, Ngaben harus dirayakan dengan perasaan suka dan bahagia, Moms.

Tidak boleh ada unsur kesedihan di dalamnya. orang Bali percaya bahwa itu akan menghambat semangat kehidupan almarhum selanjutnya.

5. Perlu Dilakukan Segera

Sebenarnya, upacara Ngaben bisa dilakukan kapanpun hingga persiapan telah lengkap.

Namun, jika Ngaben ditunda terlalu lama, rohnya dipercaya akan gentayangan dan menjadi bhuta cuwil.

Demikian pula pada yang orang meninggal dunia dikubur di tanah tanpa melakukan ritual upacara.

Hal itu disebabkan karena roh-roh tersebut belum melepaskan keterikatannya dengan alam kehidupan di dunia.

Maka dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kemtian terjadi.

Baca Juga: Serunya Pernikahan Adat Palembang, Banyak Aksesoris Penuh Makna

Menurut Leo Howe dalam The Changing World of Bali, Religion, Society and Tourism, Ngaben termasuk upacara yang cukup mahal.

Maka dari itu, perlu diadakan Ngaben sebagai prosesi lengkap saat kematian terjadi.

Jika yang meninggal dunia seorang pendeta, maka harus segera melakukan prosesi upacara dan haram hukumnya menyentuh tanah.

Dalam upacara Ngaben, seluruh masyarakat Bali dari status sosial apapun harus membantu dalam persiapan.

Salah satu tujuannya untuk persiapan persembahan dan berbagai keperluan arak-arakan yang dibuat.

  • //factsofindonesia.com/ngaben-in-bali
  • //indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/ngaben/

Ilustrasi Upacara Ngaben di Bali - Ngaben merupakan prosesi pembakaran jenazah atau kremasi. Berikut tujuan dan jenisnya.

TRIBUNNEWS.COM - Simak penjelasan mengenai Upacara Ngaben dalam artikel ini.

Ngaben merupakan prosesi upacara pembakaran jenazah atau kremasi.

Upacara Ngaben dilakukan oleh umat Hindu di Bali.

Orang Bali percaya, Ngaben dapat menyucikan roh anggota keluarga yang sudah meninggal dunia menuju ke tempat peristirahatan terakhir.

Baca juga: Mengenal Pencak Silat, Seni Bela Diri Warisan Budaya asal Indonesia yang Diakui UNESCO

Baca juga: Setahun Lebih Terhenti, Mulai Gelar Upacara Ngaben di Bali dengan Protokol Kesehatan Ketat

Asal-usul Upacara Ngaben

Dikutip dari Indonesia Kaya, menurut Nyoman Singgin Wikarman, kata “Ngaben” berasal dari kata “beya” yang artinya bekal.

Ngaben disebut juga palebon yang berasal dari kata “lebu” yang berarti prathiwi atau tanah (debu).

Untuk membuat tubuh manusia meninggal dunia menjadi tanah, salah satunya dengan dibakar.

Dalam ajaran Hindu, selain dipercaya sebagai dewa pencipta, Dewa Brahma memiliki wujud sebagai Dewa Api.

Jadi upacara Ngaben adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar menggunakan api agar bisa kembali ke Sang Pencipta.

Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Ngaben" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
(Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)

Ngaben merupakan salah satu upacara yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali dan tergolong sebagai upacara Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur).[1]

Upacara Ngaben di Ubud

Upacara Ngaben terdiri dari 5 jenis:

Ngaben Sawa Wedana

Sawa Wedana adalah upacara ngaben dengan melibatkan jenazah yang masih utuh (tanpa dikubur terlebih dahulu) . Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3-7 hari terhitung dari hari meninggalnya orang tersebut. Pengecualian biasa terjadi pada upacara dengan skala Utama, yang persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan. Sementara pihak keluarga mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara maka jenazah akan diletakkan di balai adat yang ada di masing-masing rumah dengan pemberian ramuan tertentu untuk memperlambat pembusukan jenazah. Dewasa ini pemberian ramuan sering digantikan dengan penggunaan formalin. Selama jenazah masih ditaruh di balai adat, pihak keluarga masih memperlakukan jenazahnya seperti selayaknya masih hidup, seperti membawakan kopi, memberi makan disamping jenazah, membawakan handuk dan pakaian, dll sebab sebelum diadakan upacara yang disebut Papegatan maka yang bersangkutan dianggap hanya tidur dan masih berada dilingkungan keluarganya.

Ngaben Asti Wedana

Asti Wedana adalah upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Upacara ini disertai dengan upacara ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa. Hal ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa setempat, misalnya ada upacara tertentu di mana masyarakat desa tidak diperkenankan melaksanakan upacara kematian dan upacara pernikahan maka jenazah akan dikuburkan di kuburan setempat yang disebut dengan upacara Makingsan ring Pertiwi (Menitipkan di Ibu Pertiwi).

Swasta

Swasta adalah upacara ngaben tanpa memperlibatkan jenazah maupun kerangka mayat, hal ini biasanya dilakukan karena beberapa hal, seperti: meninggal di luar negeri atau tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dll. Pada upacara ini jenazah biasanya disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan.

Ngelungah

Ngelungah adalah upacara untuk anak yang belum tanggal gigi.

Warak Kruron

Warak Kruron adalah upacara untuk bayi.

Upacara ngaben secara konsepsional memiliki makna dan tujuan sebagai berikut:

  1. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).
  2. Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka.
  3. Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.

Rangkaian upacara

Ngulapin

Upacara untuk memanggil Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dapat berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.

Nyiramin/Ngemandusin

Upacara memandikan dan membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah keluarga yang bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap (tidak cacat).

Ngajum Kajang

Kajang adalah selembar kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.

Ngaskara

Ngaskara bermakna penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar roh yang bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing kerabatnya yang masih hidup di dunia.

Mameras

Mameras berasal dari kata peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara ini dilaksanakan apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan cucu tersebutlah yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka lakukan.

Papegatan

Papegatan berasal dari kata pegat, yang artinya putus. Makna upacara ini adalah untuk memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut. Nantinya benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar rumah hingga putus.

Pakiriman Ngutang

Di laksanakan setelah upacara papegatan yang dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara "Baleganjur" (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar 3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.

Ngeseng

Ngeseng adalah upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah disediakan, disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, Tulang-tulang hasil pembakaran kemudian dikumpulkan dan dirangkai sesuai posisi tulang belulang itu sendiri pada tubuh saat masih utuh. Rangkaian dilakukan sedapatnya tulang yang terkumpul, tidak harus lengkap. Rangkaian tulang belulang itu diupacarai kemudian digilas dan dimasukkan ke dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya. Sisa tulang lainnya yang bercampur arang kayu dan sulit dikumpulkan dibungkus kain kafan.

Nganyud

Nganyud bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai.

Makelud/Ngaroras

Makelud biasanya dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Dalam bahasa Bali, 12 adalah roras. Makna upacara makelud/ngaroras ini adalah melepaskan Ekadasa Indrya (sebelas indria) dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Setiap hari dilepas 1 indria hingga hari ke-11. Di hari ke-12 dilakukan upacara penyucian. Mengenai Ekadasa Indrya dapat dibaca pada Manawa Dharma Sastra.

 

Prosesi Ngaben masal

Ngaben massal merupakan proses ngaben yang dilakukan oleh lebih dari satu pihak, bisa satu klan, satu desa, atau lingkup yang lebih luas, cara ini dianggap lebih efisien dan ekonomis, karena pihak yang terlibat tidak hanya satu lingkup keluarga, dengan asumsi semakin ramai yang mengikuti semakin murah biaya yang dikeluarkan[2]

  • Tiwah
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Cremations in Bali.

  1. ^ William A. Haviland; Harald E. L. Prins; Bunny McBride; et al. (2010). Cultural Anthropology: The Human Challenge. Cengage. hlm. 310. ISBN 0-495-81082-7. 
  2. ^ Esti Utami, Mengintip Tradisi Ngaben Massal di Bali, diakses tanggal 1 Mei 2019  Parameter |created= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ngaben&oldid=20837014"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA