Apa perbedaan jasa konstruksi dalam PPh 23 dan PPh 4 ayat (2)

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan, pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD adalah bendahara pemerintah. Termasuk dalam pengertian bendahara pemerintah adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama. Sebagai pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak, bendahara pemerintah harus mengetahui aspek-aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta Pajak Pertambahan Nilai.

Kewajiban bendahara pemerintah sehubungan dengan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai antara lain adalah pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Penghasilan Pasal 23, Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai.

Download Buku Bendahara Mahir Pajak versi 2016

Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat (2) adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan antara lain melalui pemotongan atau pemungutan pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:

  1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

a. PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

  1. Objek PPh Final adalah sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, bangunan industri.
  2. Besarnya PPh Final yang dipotong adalah 10%dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan.
  3. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).

  1. Objek PPh final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar- menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
  2. Besarnya PPh Final yang dipungut adalah 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  3. Pembebasan PPh Final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada :
    1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Pembebasan diberikan melalui penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
    2. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu pembebasan tanah oleh pemerintah untuk proyek-proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, dan fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
    3. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak (seperti: pemerintah dan perwakilan negara asing). Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan 3) diberikan tanpa melalui penerbitan SKB.

  1. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  2. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  3. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
  4. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
  1. Wajib Pajak yang dikenai PPh Final adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
    1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
    2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tertentu tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
  2. Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
    1. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
    2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
    3. Usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
    4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
  3. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
  4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/ atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain melalui Surat Keterangan Bebas yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak.

Ada beberapa jenis penghasilan yang dikenakan dengan pemotongan pajak final PPh Pasal 4 Ayat 2. Masing-masing penghasilan memiliki tarif yang berbeda dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Di bawah ini berbagai objek pajak dengan tarif masing-masing sesuai dengan peraturan :

No. Objek PPh Pasal 4 Ayat 2Tarif (%)Peraturan yang Berlaku
1.Bunga deposito / tabungan, diskonto SBI dan jasa giro****20Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP 131 Thn 2000 jo KMK 51/KOM.04/2001
2.Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi ^10Pasal 4 (2) a & Pasal 17 (7) jo PP No.15 Thn 2009
3.Bunga obligasi (surat utang & SUN lebih dari 12 bulan) ^^^Pasal 4 (2) a UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3a.Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP dalam negeri & BUT15UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3b.Bunga dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai P3B20UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3c.Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai BUT*15UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3d.Diskonto dari obligasi dengan kupon bagi WP luar negeri non BUT seusai P3B*20UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3e.Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP dalam negeri dan BUT**15UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3f.Diskonto dari obligasi tanpa bunga bagi WP luar negeri non BUT sesuai P3B**20UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3g.Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2009 – 2010.0UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3h.Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP5UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
3i.Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2014, dst.15UU PPh jo PP No. 16 Thn 2009
4.Deviden yang diterima/diperoleh WP orang pribadi dalam negeri10Pasal 17 (2c) dan Pasal 4 (2) UU PPh
5.Hadiah undian25Pasal 4 (2) b UU PPh jo PP No. 132 thn 2000
6.Transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa***2,5Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 17 thn 2009
7a.Transaksi penjualan saham pendiri0,5PP No. 14 Thn 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 dan SE 06/PJ.4/1997
7b.Transaksi penjualan bukan saham pendiri0,1PP No. 14 Thn 1997 jo KMK 282/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 dan SE 06/PJ.4/1997
8.Jasa Konstruksi (JK)
8a.Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi kecil2Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Thn 2008 jo PP No. 40 thn 2009
8b.Pelaksana Jasa Konstruksi tanpa sertifikasi4Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Thn 2008 jo PP No. 40 thn 2009
8c.Pelaksana Jasa Konstruksi sertifikasi sedang dan besar3Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Thn 2008 jo PP No. 40 thn 2009
8d.Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh penyedia JK bersertifikasi usaha4Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Thn 2008 jo PP No. 40 thn 2009
8e.Perancang atau pengawas Jasa Konstruksi oleh penyedia JK tanpa bersertifikasi usaha6Pasal 4 (2) c UU PPh jo PP No. 51 Thn 2008 jo PP No. 40 thn 2009
9.Persewaan atas tanah dan/atau bangunan10Peraturan Pemerintah No. 29 Thn 1996 jo PP No.05 thn 2002
10aWaP yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (termasuk usaha real estate)^*5Pasal 4 (2) d UU PPh jo PP no. 71 thn 2008
10bPengalihan Rumah Sederhana & Rumah Susun Sederhana oleh WP yang usaha pokoknya melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan1Pasal 4 (2) d UU PPh jo PP no. 71 thn 2008
11Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura0,1PP No. 4 tahun 1995

Tarif pajak untuk UMKM, wiraswasta dan bisnis online ini menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah 1 % (satu persen) yang dipotong dari total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan.

Contohnya :

Dalam 1 bulan jumlah total penghasilan (omzet) yang didapat salah satu UMKM ini adalah sebesar Rp55.000.000.

PPh pasal 4 ayat 2 final atas penghasilan tersebut adalah sebesar: Rp55.000.000 x 1% = Rp550.000

Tarif  PPh Final Jasa Konstruksi

Dalam peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi ada ketentuan bahwa sebelum mengajukan mengajukan permohonan untuk meminta surat izin usaha jasa konstruksi, pengusaha harus terlebih dahulu mengajukan sertifikasi dan registrasi kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) untuk memperoleh Sertifikat Badan Usaha (SBU). Ini semacam dokumen formal yang menyatakan kemampuan atau kompetensi dari si pengusaha jasa konstruksi. Dalam kesehariannya, SBU ini sering hanya disebut dengan kualifikasi usaha atau sertifikat kualifikasi usaha.
Khusus untuk jasa pelaksanaan konstruksi, kualifikasi usaha itu bahkan dibagi ke dalam tiga kelompok yakni: kecil, menengah dan besar. Menurut Peraturan LPJK Nomor 11 Tahun 2006 pengelompokkan tersebut didasarkan pada apa yang disebut ‘grade’ yaitu tingkat kemampuan atau kompetensi dari si kontraktor, seperti tampak pada tabel berikut:

Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi :

KUALIFIKASIKELOMPOKGRADEKOMPETENSIPERUNTUKAN
KecilK3Grade 1Rp. 0 Juta s.d Rp. 100 JutaPengusaha, Perorangan, Badan Usaha
KecilK2Grade 2Rp 100 Juta s.d. Rp 300 JutaPengusaha, Perorangan, Badan Usaha
KecilK1Grade 3Rp 300 Juta s.d Rp 600 JutaPengusaha, Perorangan, Badan Usaha
KecilGrade 4Rp 600 Juta s.d Rp 1 MilyarPengusaha, Perorangan, Badan Usaha
MenengahMGrade 5Rp 1 Milyar s.d. Rp 10 MilyarBadan Usaha
BesarB2Grade 6Rp 1 Milyar s.d. Rp 25 MilyarBadan Usaha
BesarB1Grade 7Rp 1 Milyar s.d. tidak dibatasiBadan Usaha (termasuk asing)

Tetapi dalam kenyataannya tidak sedikit pengusaha jasa konstruksi (kontraktor) yang tidak memiliki sertifikat tersebut. Ada juga kontraktor yang tidak memperpanjang masa berlaku sertifikat kualifikasi usaha. Asal tahu saja, sertifikat kualifikasi usaha itu memiliki masa berlaku layaknya SIM atau KTP. Kalau tidak salah, masa berlaku SBU atau sertifikat kualifikasi usaha ini selama 3 tahun.

Kembali ke soal tarif PPh Final jasa konstruksi, menurut PP Nomor 51 Tahun 2008 tarif untuk kontraktor yang punya SBU atau sertifikat kualifikasi usaha dibedakan dengan tarif untuk kontraktor yang tidak punya SBU (termasuk kontraktor yang masa berlaku SBU-nya sudah habis tetapi tidak atau belum diperpanjang).

Tarif PPh Final jasa konstruksi sebagaimana ditetapkan oleh PP Nomor 51 Tahun 2008 adalah seperti berikut :

JasaTarifSyarat
Perencanaan Konstruksi4%jika kontraktor mempunyai sertifikat kualifikasi usaha (SBU); atau
6%jika kontraktor tidak mempunyai sertifikat kualifikasi usaha
Pelaksanaan Konstruksi2%jika kontraktor mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha kecil (kelompok Grade 1, Grade 2, Grade 3 dan Grade 4);
3%jika kontraktor mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha menengah maupun besar (kelompok Grade 5, Grade 6 maupun Grade 7); atau
4%jika kontraktor tidak mempunyai sertifikasi kualifikasi usaha.
Pengawasan Konstruksi4%jika kontraktor mempunyai sertifikat kualifikasi usaha; atau
6%jika kontraktor tidak mempunyai sertifikat kualifikasi usaha.

Penghasilan Batas Waktu PenyetoranBatas Waktu Pelaporan
Omzet penjualan (peredaran bruto) usahaTanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhirJika sudah validasi NTPN, WP tidak perlu lapor lagi. Cukup menyertakan lampiran laporan PPh Final 1% pada pelaporan SPT Tahunan Badan / Pribadi (SPT 1770)
Bunga, deposito/tabungan, diskonto SBI, bunga/diskontoTanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir20 hari setelah masa pajak berakhir
Transaksi penjualan sahamTanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya transaksi penjualan saham
Tanggal 25 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham
Hadiah undianTanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak20 hari setelah masa pajak berakhir
Persewaan tanah dan/atau bangunanTanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) atau tanggal 15 (bagi WP pengusaha persewaan) dari bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.20 hari setelah masa pajak
berakhir
Jasa konstruksiTanggal 10 (bagi Pemotong Pajak) dan tanggal
15 (bagi WP jasa konstruksi) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
20 hari setelah masa pajak
berakhir

  1. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh;
  2. PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71 Tahun 2008;
  3. PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 5 Tahun 2002;
  4. PP Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 Tahun 2009;
  5. Keputusan Menteri Keuangan 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009;
  8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.

47,505 kali dilihat, 261 kali dilihat hari ini

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA