Apa pengertian konflik menurut Lewis A Coser?

Ilustrasi konflik. (Photo on Freepik)

Bola.com, Jakarta - Kehidupan masyarakat yang heterogen tidak dapat dipisahkan dari potensi konflik yang terjadi, baik antara individu maupun kelompok.

Lalu, apa yang dimaksud dengan konflik? Istilah konflik berasal dari bahasa Inggris, yaitu 'conflict', yang artinya pertentangan atau perselisihan.

Dalam sosiologi, konflik adalah suatu proses sosial antara dua individu atau kelompok, di mana satu di antara satu pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain, dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya dengan cara yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.

Biasanya, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu atau kelompok dalam suatu interaksi sosial.

Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Kendati begitu, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap kehidupan bermasyarakat. Akan mustahil jika kehidupan individu atau kelompok masyarakat tidak pernah mengalami konflik.

Mungkin itulah sedikit penjelasan mengenai konflik. Adapun untuk lebih lengkapnya, kamu bisa menyimak pembahasan mengenai konflik berikut ini, seperti dikutip dari laman Zonareferensi dan Dosensosiologi, Senin (13/12/2021).

Berita video curhat beberapa Jakmania tentang spanduk nyeleneh yang dibentangkan di tribun saat Persija Jakarta bermain pada laga kandang Liga 1 2019.

1. Pengertian Konflik Sosial Menurut Para Ahli

  • Menurut Taquiri dan Davis, konflik adalah warisan kehidupan sosial yang terjadi dalam berbagai keadaan sebagai akibat dari bangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi, dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih secara terus-menerus.
  • Menurut Lewis A. Coser, konflik adalah perjuangan nilai atau tuntutan atas status dan merupakan bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada masyarakat maka akan muncul konflik.
  • Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu keadaan pertentangan antara dua pihak untuk berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak lawan.
  • Menurut Robbins, konflik adalah proses sosial dalam masyarakat yang terjadi antara pihak berbeda kepentingan untuk saling memberikan dampak negatif, artinya pihak-pihak yang berbeda tersebut senantiasa memberikan perlawanan.
  • Menurut Alabaness, konflik adalah keadaan masyarakat yang mengalami kerusakan keteraturan sosial yang dimulai dari individu atau kelompok yang tidak setuju dengan pendapat dan pihak lainnya sehingga mendorong terjadinya perubahan sikap, perilaku, dan tindakan atas dasar ketidaksetujuannya.

2. Faktor Penyebab Konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian kemudian perasaan.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
  • Perubahan-perubahan nilai yang ekspres dan mendadak dalam penduduk.
  • Kurangnya keharmonisan dalam hal interaksi sosial.

3. Jenis-Jenis Konflik

  • Konflik individu, yakni konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau dengan kelompok masyarakat.
  • Konflik rasial, yakni konflik yang terjadi antara dua ras atau lebih yang berbeda.
  • Konflik agama, yakni konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok yang memiliki agama dan keyakinan berbeda.
  • Konflik antara kelas sosial, yakni konflik antara kelas atau kelompok masyarakat yang berbeda.
  • Konflik politik, yakni konflik yang terjadi karena adanya perbedaan pandangan di dalam kehidupan politik.
  • Konflik sosial, yakni konflik yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat.
  • Konflik internasional, yakni  konflik yang terjadi antarnegara di dunia secara global.

4. Dampak Konflik

- Dampak Negatif Konflik

  • Merusak integrasi sosial masyarakat.
  • Menyebabkan trauma secara sosial dan psikologis.
  • Menimbulkan kerusakan harta benda dalam masyarakat.
  • Timbulnya rasa dendam dan tidak bisa menciptakan kehidupan harmonis.

- Dampak Positif Konflik

  • Konflik sejatinya memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih belum tuntas.
  • Terjadinya konflik menimbulkan penyesuaian kembali serangkaian norma dan makna nilai yang berlaku dalam masyarakat.
  • Konflik mampu mendorong solidaritas mekanik dan solidaritas organik di antara angota kelompok yang ada di masyarakat perkotaan serta pedesaan.
  • Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.
  • Terjadinya konflik dapat memunculkan kompromi baru yang dikenal dengan akomodasi dalam sosiologi.
  • Integrasi sosial lebih kuat.

Sumber: zonareferensi.com, dosensosiologi.com

Yuk, baca artikel pengertian lainnya dengan mengeklik tautan ini.


Sosiologi Info – Tahukah anda, bahwa konflik yang terjadi dalam masyarakat/antar kelompok sosial tidak selalu mengarah pada fungsi yang negatif. Konflik juga dapat bersifat positif bagi tatanan suatu masyarakat atau kelompok sosial. Nah, berikut konflik menurut Luwis Coser yang menyebutkan konflik memiliki fungsi yang positif.

Teori konflik menurut perspektif Coser merupakan sebuah sistem sosial yang bersifat fungsional. Menurut Coser, konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak semata-mata menunjukkan fungsi negatif. Tetapi, konflik dapat pula menimbulkan dampak yang positifi bagi berlangsungnya tatanan masyarakat.

Bagi Coser, konflik merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu diingkari keberadaannya. Coser bemaksud, bahwa konflik tidak harus merusakkan atau bersifat disfungsional bagi sistem yang bersangkutan. Karena konflik bisa juga menimbulkan suatu konsekuensi yang bersifat positif.

Coser memberikan gambaran kepada kita, bahwa konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan kekuasaan, status, dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya tidak mencukupi.

Selanjutnya, Coser menyatakan bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung antara individu, kumpulan (collectivities) atau individu dengan kumpulan tersebut. Kita dapat melihat konflik individu dengan individu, masih ingat ketika kita sekolah di bangku SMA/SMK/MA secara tidak sadar kita sudah menciptakan konflik yang positif, yaitu dalam tingkatan kompetisi, dalam ajang perlombaan, bersaing untuk menjadi juara kelas, dan pengalaman konflik positif yang sudah kita lalui.

Pada konflik yang bersifat negatif, bisa kita lihat pada hasil akhir dari kompetisi yang mana hasil tidak sesuai dengan harapan, seperti misalnya tawuran antar pendukung/suporter bola, debat kusir yang tidak memberikan pembelajaran kepada kita, serta contoh konflik negatif yang dapat merugikan banyak masyarakat. Oleh karena itu, sudah semestinya kita menghindari konflik yang bersifat negatif tersebut.

Konflik itu merupakan unsur interaksi yang penting dan sama sekali tidak boleh dikatakan konflik selalu tidak baik atau memecah belah dan merusak. Konflik dapat berkontribusi banyak kepada kelestarian kelompok dan mempersatukan/mempererat hubungan antara anggotanya. Seperti menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, serta membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri.

Fungsi Positif Konflik Menurut Lewis Coser. Konflik merupakan cara atau alat untuk mempertahankan, mempersatukan, dan mempertegas sistem sosial yang ada. Misalnya, fungsi positif konflik dalam hal yang menyangkut dinamika hubungan antara in group (kelompok dalam), dengan out group (kelompok luar). Berikut ini beberapa proposisi yang diutarakan Lewis Coser :

Pertama, kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam akan bertambah tinggi apabila tingkat permusuhan atau konflik dengan kelompok luar bertambah besar.

Kedua, integritas yang semakin tinggi dari kelompok yang terlibat dalam konflik dapat membantu memperkuat batasan antara kelompok itu dan kelompok lainnya dalam lingkungan tersebut, khususnya kelompok yang bermusuhan  atau secara potensial dapat menimbulkan permusuhan.

Ketiga, didalam kelompok itu ada kemungkinan berkurangnya toleransi akan perpecahan atau pengotakan, dan semakin tingginya tekanan pada konsensus dan konformitas.

*Konsensus adalah sebuah frasa untuk menghasilkan atau menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen untuk mendapatkan konsensus pengambilan keputusan.

*Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. (Sumber : id.wikipedia.org)

Keempat, para penyimpang dalam kelompok itu tidak lagi ditoleransi, kalau mereka tidak dapat dibujuk masuk ke jalan yang benar, mereka mungkin akan diusir atau dimasukan dalam pengawasan yang ketat.

Kelima, sebaliknya apabila kelompok itu tidak terancam konflik dengan kelompok luar yang bermusuhan, tekanan yang kuat pada kekompakkan, konformitas, dan komitmen terhadap kelompok itu mungkin berkurang. 

Ketidaksepakatan internal mungkin dapat muncul kepermukaan dan dibicarakan, dan para penyimpang mungkin lebih ditoleransi. Umumnya, individu akan memperoleh ruang gerak yang lebih besar untuk mengejar kepentingan pribadinya.

Menurut Coser, fungsi konflik eksternal dapat juga untuk memperkuat kekompakkan internal dan meningkatkan moral kelompok, sehingga kelompok-kelompok dapat memancing antoganisme dengan kelompok luar atau menciptakan musuh dengan orang luar agar mempertahankan atau meningkatkan solidaritas internal.

Ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok akibat adanya gesekan-gesekan yang membuat konflik itu terjadi. Untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan konflik yang terjadi, Lewis Coser mempunyai cara atau mekanisme untuk dapat meredakan atau menyelesaikan suatu konflik tersebut.

Mekanisme yang Coser sebutkan yaitu dinamakan dengan safety valve atau sebutan lainnya katup pengaman. Coser mengakui bahwa konflik dapat membahayakan persatuan. Oleh karena itulah, perlu adanya cara penyelesain, yang mana itu disebut Coser sebagai katup pengaman/safety valve.

Bagi Coser, katup pengaman ini merupakan sebagai institusi (safety valve institution). Dalam tatanan elemen masyarakat yang luas, akan kita temukan banyaknya kepentingan-kepentingan sosial yang mungkin saja tidak bisa dipenuhi dengan cepat. Perlu adanya lembaga atau institusi yang menjadi katup pengaman dari kepentingan tersebut, sehingga tidak akan terjadi konflik dalam masyarakat.

Mari kita lihat pada institusi atau lembaga legislatif yang mana terdiri dari perwakilan rakyat, seperti DPR RI di Indonesia. Adanya lembaga ini adalah sebagai penyelamat atau sebagai katup pengaman akan terjadinya konflik yang tinggi. Pasalnya setiap daerah sudah mempunyai perwakilan dalam ranah penyampain kebutuhan sosial masyarakat setiap daerahnya.

Perihal pelaksanaannya dilapangan, tegantung bagaimana masyarakat merespon dan para wakil memberikan apa yang menjadi hak konstituennya. Dengan demikian konflik yang besar tidak perlu terjadi, karena sudah ada wadah untuk menyampaikan aspirasi.

Selain itu, menurut Coser, katup pengaman juga tidak mesti pada institusi, bisa juga katup pengaman berdasarkan tindakan-tindakan atau kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengurangi ketegangan, karena  konflik tidak dapat tersalurkan.

Misalnya, melalui lelucon yang diselipkan dalam situasi tegang, yang mana dapat mengurangi atau menghilangkan ketegangan saat itu, sekalipun sebenarnya lelucon itu sendiri boleh jadi tetap mengandung nilai-nilai kritik.

Pendapat coser mengenai konflik yang mana konflik itu bersifat fungsional (baik) dan atau bersifat disfungsional (buruk) bagi hubungan-hubungan dan struktur yang tidak terangkum dalam sistem sosial sebagai suatu keseluruhan. Perhatian Coser memang lebih kepada fungsional suatu konflik, Coser tidak melihatnya sebagai disfungsionalnya.

Coser mendifiniskan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan-kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan, dieliminasi saingan-saingannya.

Pandangan Coser dengan konflik fungsionalnya menyatakan bahwa konflik dapat mengubah bentuk interaksi, sedangkan ungkapan perasaan permusuhan tidaklah demikian. Oleh karena itu, konflik yang terjadi dalam masyarakat, baik secara individu dengan individu, atau kelompok dengan kelompok, serta individu dengan kelompok merupakan salah satu cara dalam mempersatukan elemen masyarakat. 

Pasalnya konflik yang terjadi tidaklah selalu bersifat negatif, melainkan konflik juga bersifat positif dalam hal mempersatukan berbagai kepentingan sosial didalamnya.

Buku Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma oleh PROF DR IB WIRAWAN

Sumber foto : dok.internet


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA