Apa Koran pertama kali yang terbit di Indonesia

Ilustrasi © AbsolutVision/Unsplash

Penulis: Nur Annisa Kusumawardani

Gabung Telegram Kawan GNFI untuk dapat informasi seputar program dan tulisan terbaru Good News From Indonesia.

Pada perjalanan pers dulu hingga kini, telah terbit berbagai surat kabar yang menjadi media utama penyebaran informasi. Mulai dari bentuk koran konvensional yang dapat ditemui di toko buku, hingga surat kabar digital sesuai perkembangan jaman. Jalan yang ditempuh surat kabar hingga sampai ke generasi saat ini cukup panjang dan penuh sejarah.

Begitu pula dengan Bataviasche Nouvelles, surat kabar pertama yang terbit di Indonesia di abad ke-18. Surat kabar sederhana ini dicetak secara mandiri oleh seorang saudagar Belanda sebagai bagian dari inventarisasi dan catatan perdagangan VOC.

Bagaimana sejarah dan perjalanan Bataviasche Nouvelles?

Surat kabar dengan nama lengkap Bataviasche Nouvelles en Politique Raissonnementen (Berita dan Penalaran Politik Batavia) ini merupakan surat kabar pertama kali terbit di Batavia dan Indonesia. Surat kabar berbahasa Belanda ini diterbitkan oleh saudagar Jan Erdmans Jordens di Batavia (Jakarta) sejak 7 Agustus 1744.

Deretan Tokoh Perempuan Inspiratif yang Majukan Pers Indonesia

Lebih dekat dengan Bataviasche Nouvelles

Bataviasche Nouvelles en Politique Raissonnementen | Liputan 6

Surat kabar Bataviasche Nouvelles terbit dan dicetak oleh Belanda, tepatnya Vereenigde Oost Compagnie (VOC) dengan hampir seluruh halamannya berisi iklan. Hal ini juga yang menjadikan Bataviasche Nouvelles dinobatkan sebagai media cetak dengan iklan pertama yang terbit di Indonesia.

Menurut beberapa sumber, nama "Bataviasche" diambil dari kata "Batavia", yaitu nama Jakarta pada abad 18, masa di mana surat kabar ini terbit. Selanjutnya, nama "nouvelle" merupakan serapan bahasa Perancis yang berarti novel.

Surat kabar ini memuat berbagai berita yang dikemas melalui metode periklanan. Upaya promosi yang digunakan bersama surat kabar ini meliputi produk-produk baru untuk menarik minat masyarakat

Meskipun terbit pada Agustus 1744, izin terbit Bataviasche Nouvelles baru diberikan lima bulan setelahnya, yaitu pada Februari 1745. Hal ini dikarenakan pengaruh Gubernur Jenderal VOC periode 1743-1740, Willem Baron van Imhoff, khawatir akan adanya kritik terhadap pemerintahannya melalui edaran surat kabar tersebut.

Selain iklan, Bataviasche Nouvelles juga memuat berita tentang kapal dagang VOC, mutasi pejabat, berita perkawinan, kelahiran, dan kematian. Sayangnya, penikmat surat kabar ini hanya terbatas pada masyarakat Belanda sendiri.

Mengingat Perjalanan Pers Indonesia di Era Kolonial

Berkembang menjadi koran anti perbudakan

Diterbitkan seminggu sekali dengan 4 halaman berita tulis tangan, surat kabar yang awalnya memuat pengumuman dan iklan ini berangsur-angsur mulai berkembang menjadi koran yang berisi kritik terhadap perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC.

Hal tersebut mengakibatkan para direktur (VOC) yang berjumlah 17 orang di Nederland memerintahkan Imhoff untuk melakukan pembredelan terhadap Bataviasche Nouvelles karena dianggap merugikan dan membahayakan.

Berhenti cetak setelah dua tahun beredar

Diceritakan dalam buku “Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia lama di Tepi Muara Ciliwung" karya Thomas B. Ataladjar, Bataviasche Nouvelles resmi berhenti beredar tepat pada 20 Juni 1746. Belum genap dua tahun setelah kelahirannya, surat kabar yang pertama kali terbit ini juga menjadi yang pertama dibredel.

Meski sempat berhenti beredar, kisah Bataviasche Nouvelles belum berakhir. Surat kabar ini diterbitkan kembali pada bulan November 1809 oleh Verdu nieuws dengan bentuk surat kabar mingguan yang hanya berisi iklan saja.

Pada kemunculannya kali ini, Bataviasche Nouvelles berukuran lebih kecil dan hanya memuat advertensi. Orang Melayu dan Bumiputera menyebutnya dengan nama Surat Lelang. Surat kabar yang disensor sangat ketat ini hanya memuat publikasi tentang pelelangan yang diadakan VOC. Iklan lelang VOC dimuat secara gratis, sedangkan para pemasang iklan lainnya harus membayar.

Nama Bataviasche Nouvelles kemudian diubah menjadi Bataviasche Koloniale Courant pada pemerintahan Daendels. Perubahan ini juga mewajibkan para redaktur untuk membayar pajak dan mendahulukan kepentingan pemerintah dalam muatan surat kabarnya.

Perubahan nama dan perubahan fungsi telah dialami oleh Bataviasche Nouvelles, kini, surat kabar ini telah berhenti beredar. Namun, kisah dan sejarah yang menyertainya tetap merupakan bagian penting dari perjalanan pers di Indonesia.*

Referensi: Ensiklopedia Jakarta | Liputan 6 | Historia

Koran pertama di Indonesia

SRIPOKU.COM - Saat ini arus informasi sangat cepat karena berpacu dengan waktu.

Apalagi kini teknologi sudah serba modern dan canggih.

Sehingga untuk mengakses informasi pun tak butuh waktu lama berkat kecanggihan teknologi baik televisi hingga media online.

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan akan informasi pun mudah didapat.

Tak seperti zaman dulu, untuk mengetahui berita saja harus mendengar radio bahkan membeli koran atau surat kabar.

Kini, surat kabar pun semakin kurang diminati seiring dengan perkembangan zaman.

Hal ini dikarenakan banyaknya layanan akses informasi yang mudah dan memadai misalnya media online.

Kendati demikian, tahukah kamu koran atau surat kabar yang pertama kali terbit di Indonesia? Lalu seperti apa penampakannya?

Berikut ini ulasan selengkapnya yang telah dirangkums Sripoku.com.

Baca juga: VIRAL Foto Jadul Bocah Jualan Asongan di Alun-alun Yogyakarta, Disebut Sudah Punya Buyut!

Munculnya surat kabar di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tidak terlepas dengan perkembangan teknologi.

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: Sriwijaya Post

Tags:

Halaman 1 Bataviase Nouvelles, edisi 12 Oktober 1744. Foto: Public Domain.

jpnn.com - KORAN apa yang pertama terbit di Indonesia? Harian Berita Indonesia. Terbit pertama kali di Jakarta, 6 September 1945--20 hari paska proklamasi. 

Bila pertanyaannya, koran apa yang pertama terbit di negeri yang hari ini bernama Indonesia? Maka, jawabannya Bataviase Nouvelles, yang terbit perdana di Batavia, 7 Agustus 1744.   

BACA JUGA: Si Patai, Robinhood Padang Kota (3/habis)

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

Batavia, pertengahan abad tujuh belas…

BACA JUGA: Inilah Penampilan Ibu Soed dan WR Soepratman pada 28 Oktober 1928

Jan Erdman Jordens pegawai VOC yang punya bisnis kecil-kecilan. Hari itu, ia tampak asyik dengan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. 

Obrolan seputar kedatangan teknologi baru ke Batavia; mesin cetak. Mulanya, mesin itu digunakan hanya untuk menggandakan laporan-laporan VOC terkait negeri jajahan. Istilahnya bookbinder.

BACA JUGA: Si Patai, Robinhood Padang Kota (2)

Jordens menyampaikan ide brilian. Menerbitkan surat kabar. Gayung bersambut. Gubernur Jenderal VOC ke-27 itu setuju. Mereka menamai koran itu Bataviase Nouvelles.

Bataviase merujuk pada sebutan untuk orang-orang Batavia, mereka yang hidup di Batavia dan mereka yang berselera Batavia. 

Istilah Bataviase ini, mengingatkan kita pada istilah Parisian untuk orang-orang Paris, New Yorker untuk orang-orang New York atau Berliner untuk orang-orang Berlin. 

Sedangkan Nouvelles serupa dengan news. Kurang lebih artinya berita baru.

Pendek kisah, 7 Agustus 1744, edisi perdana Bataviase Nouvelles terbit empat halaman. Dicetak dalam layout dua kolom. Ukurannya sedikit lebih besar daripada folio.

Koran pertama itu, “terbit seminggu sekali. Tapi Jordens punya angan menjadikannya harian,” tulis Kasijanto Sastrodinomo dalam Media dan Monopoli Dagang, Percetakan dan Penerbitan di Indonesia Pada Masa VOC, termuat dalam jurnal Wacana, Vol. 10 No. 2, Oktober 2008.

Karena diterbitkan oleh kamar dagang VOC, mula-mula beritanya hanya seputar perdagangan, berbagai ketentuan administrasi, pengangkatan dan pemberhentian pejabat hingga pemecatan dan kematian pegawai VOC.  

Tak ketinggalan informasi kedatangan kapal, doa-doa keselamatan bagi kapal yang akan berlayar jauh menyeberang ke negeri induk, pesta-pesta, jamuan serta obituari. Khas mencerminkan kota pelabuhan. 

“Dalam beberapa edisi, koran itu juga menerbitkan karangan tentang sejarah awal koloni, dan sejarah gereja secara singkat. Semacam feature yang banyak ditulis dalam media sekarang,” tulis Kasijanto.

Sebagai koran dagang, Batavise Nouvelles memenuhi sebagian besar halamannnya dengan iklan dan berita lelang.

Mendapat sambutan hangat dari masyarakat Batavia, pada 9 Februari 1745 surat izin usaha Bataviase Nouvelles diperpanjang hingga tiga tahun ke depan. 

Namun, lain lubuk memang lain pula ikannya. De Heeren Zeventien (Tuan-tuan XVII, yakni 17 anggota Dewan Direktur VOC) di Amsterdam, Belanda, khawatir koran itu akan membuka informasi yang sifatnya “rahasia.” 

Maka, melalui sepucuk surat bertanggal 20 November 1745, De Heeren Zeventien meminta van Imhoff memberedel Bataviase Nouvelles.

Jordens dibuat termenung. Mengingat-ingat berita di koran itu tak pernah mengkritisi VOC. Begitu pula Gubernur Jenderal van Imhoff.

Sekadar catatan, Imhoff adalah orang yang membangun kantor pos pertama di Batavia. Dia pula yang menyatukan sembilan perdikan (perkampungan) di Pakuan, sekitar Istana Peristirahatan Gubernur jadi satu wilayah administratif bernama Buitenzorg (kini Bogor). 

Apa daya, van Imhoff tak kuasa melawan perintah atasan. Sejak 20 Juni 1746, Bataviase Nouvelles tidak lagi menjadi bagian dari sarapan pagi masyarakat dan para pelaut di Batavia.

Cikal Bakal

Setelah memeriksa sejumlah literatur sejarah, semangat menerbitkan Bataviase Nouvelles sebetulnya diilhami Memorie der Nouvelles milik Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal keempat Serikat Dagang Hindia Timur atau VOC (1617-1623).

Saat menjabat, Coen memerintahkan anak buahnya membuat lembaran berita internal. Empat halaman kertas folio ditulis tangan. 

Isinya berita ringkas kegiatan perdagangan serta kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal niaga, baik di Batavia maupun di berbagai factorijen, pos-pos perdagangan Belanda.

“Memorie diedarkan di kalangan pejabat dan pegawai kompeni setelah melalui proses pemeriksaan,” ungkap F. de Haan, sejarawan kolonial penulis buku Oud Batavia.

Karena prosesnya manual--belum ada mesin cetak--oplah “surat kabar” yang coba-coba dirintis Coen itu tentu sangat terbatas. 

Mesin cetak baru masuk ke Hindia Timur pada 1668, ada juga yang menyebut 1659. Yang terakhir merujuk laporan Niehoff dalam Zae en Lantreise, dilansir dari Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007 karya Agung Dwi Hartanto. 

Begitu mesin cetak masuk Batavia inilah, Jan Erdman Jordens pegawai VOC yang punya bisnis kecil-kecilan menyampaikan gagasan menerbitkan koran yang jauh lebih modern dibanding Memorie. 

Di mana pun di dunia ini, sejarah pers memang bertaut-paut dengan keberadaan mesin cetak. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Patai, Robinhood Padang Kota (1)


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA