Zat warna naftol berikut yang bersifat monogenetik hanya memberikan warna kearah satu warna adalah

Pencelupan dengan Zat Warna Naftol
Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warnayang terbentuk di dalam serat dari komponen penggandeng(coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit, yaitu senyawadiazonium yang terdiri dari senyawa amina aromatik. Zatwarna ini juga disebut zat warna es atau ”ice colours”, karenapada reaksi diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es.Penggunaannya terutama untuk pencelupan serat selulosa.Selain itu juga dapat dipergunakan untuk mencelup seratprotein (wol, sutera) dan serat poliester. Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yangtidak larut dalam air. Untuk membedakan dengan jenis zatwarna azo lainnya sering juga disebut zat warna azoic.Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosakurang baik dan bervariasi, sehingga dapat digolongkandalam 3 golongan, yaitu yang mempunyai substantivitasrendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang,misalnya Naftol AS – G dan substantivitas tinggi, misalnyaNaftol AS – BO.Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknyayang kurang, terutama tahan gosok basah, sedang tahancuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftolbaru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelahdiubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannyadalam larutan alkali.Garam diazonium yang dipergunakan sebagaipembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa,sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selaludimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat,kemudian baru dibangkitkan dengan garam diazonium.Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapatmemberikan bermacam-macam warna, bergantungkepada macam garam diazonium yang dipergunakan dandapat pula brsifat monogetik, yaitu hanya dapatmemberikan warna yang mengarah ke satu warna saja,

tidak bergantung kepada macam garam diazoniumnya

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 2 “IDENTIFIKASI ZAT WARNA PADA SELULOSA” NAMA : Wahyu Robi’ah Nuralhasanah NPM : 16020009 GROUP : 2K1 DOSEN : Khairul U., SST., MT. ASISTEN : Kurniawan, S.T., MT. Samuel M., S.ST. POLITEKNIK STTT BANDUNG 2017 I. JUDUL PRAKTIKUM 1.1 Identifikasi Zat Warna pada Selulosa Golongan I 1.2 Identifikasi Zat Warna pada Selulosa Golongan II 1.3 Identifikasi Zat Warna pada Selulosa Golongan III & IV II. TANGGAL PRAKTIKUM 2.1 30 Agustus 2017 2.2 6 September 2017 2.3 13 September 2017 III. MAKSUD DAN TUJUAN  Maksud Mengidentifikasi zat warna pada selulosa dengan mengetahui dari empat golongan zat warna yang memungkinkan mencelup serat selulosa sebagai contoh uji dengan cara melakukan pelunturan zat warna pada contoh uji.  Tujuan Melunturkan zat warna yang terdapat pada selulosa sebagai contoh uji dengan menggunakan pereaksi tertentu dan larutan ekstraksinya diamati daya celupnya atau kharakteristik khusus untuk mengetahui golongan zat warna yang sesuai terhadap contoh uji. IV. DASAR TEORI 4.1 Serat selulosa Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis Gossypium hirsutum dan Gossypium barbadense. Kedua tanaman berasal dari Amerika, Gossypium hirsutum kemudian terkenal dengan nama kapas ”Upland” atau kapas Amerika dan Gossypium barbadense kemudian dikenal dengan nama kapas ”Sea Island”. Kapas upland merupakan kapas yang paling banyak diproduksi dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas sea island meskipun produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik karena seratnya halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk tekstil kualitas tinggi. Komposisi Kapas Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain selulosa dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas dicantumkan pada tabel. Tabel Komposisi Serat Kapas Senyawa Kandungan (%) Selulosa 94 Protein 1,3 Pektin 1,2 Lilin 0,6 Abu 1,2 Pigmen dan zat lain 1,7 Sifat Serat Kapas Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas termasuk serat selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat selulosa. Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam larutan asam sulfat 70% serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalam larutan NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah mengalami proses merserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator selama terkontrol kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat. Morfologi serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang memanjang seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang ditengah yang disebut lumen. Gambar Morfologi Serat Beberapa karakteristik serat kapas tercantum dalam tabel berikut : Tabel Karakteristik Serat Kapas Daya serap : Hidrofilik, Moisture Regain : 8.5 %. Elastisitas : Kurang baik. Kimia : tidak tahan terhadap asam yang kuat, tidak tahan terhadap alkali, tidak tahan terhadap bahan kimia yang berlebihan. Pembakaran : terbakar habis, tidak meniggalkan abu. Stabilitas : dapat terjadi penyusutan jika dilakukan pencucian yang tidak dimensi sesuai. Kekuatan : 2 – 3 gram/denier, kekuatan akan meningkat 10 % lebih kuat ketika basah. Mulur : Mulur serat kapas berkisar antara 4-13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %. Gambar Struktur Serat Kapas Penggunaan Serat Kapas Serat kapas banyak digunakan untuk tekstil pakaian, tekstil rumah tangga. Serat-serat yang sangat pendek yang disebut linter karena sulit dipintal, umumnya digunakan sebagai bahan baku serta rayon. 4.2 Zat warna pada serat selulosa Zat warna yang ada mungkin digunakan untuk mencelup serat selulosa adalah : zat warna direk, asam, basa, direk dengan penyempurnaan resin, belerang, bejana, anilin, direk dengan pengerjaan iring, naftol, pigmen dan zat warna reaktif. Pengujian zat warna pada serat kapas dan rayon dilakukan dengan cara yang sama. Identifikasi zat warna pada selulosa digolongkan menjadi empat golongan dan cara pengujian dilakukan berturut-turut. Zat warna yang dipakai untuk mencelup serat selulosa dapat digololongkan sebagai berikut: Golongan 1 : Zat warna Direk, Asam, Basa, Direk dengan penyempurnaan resin. Golongan 2 : Zat warna Belerang, Bejana, Hidron (Bejana-Belerang), Oksidasi. Golongan 3 : Direk-iring logam, Direk-iring. formaldehid, Naftol, zw Azo tidak larut, zw yang diazotasi/dibangkitkan. Golongan 4 4.3 : Pigmen dan Reaktif Zat Warna Golongan I Zat warna golongan I merupakan zat warna yang luntur dalam larutan amonia atau asam asetat encer mendidih. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna direk, zat warna asam, zat warna basa, dan zat warna direk dengan resin.  Zat Warna Direk Zat warna direk umumnya adalah senyawa azo yang disufonasi, zat warna ini disebut juga zat warna substatif karena mempunyai afinitas yang besar terhadap selulosa. Beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikiatan hydrogen. Zat warna direk umumnya mempunyai ketahanan terhadap sinar cukup, tidak tahan terhadap oksidasi dan rusak oleh zat pereduksi. Pencelupan kembali pada kain kapas didalam larutan amonia dengan penambahan gram dapur yang menghasilkan warna yang sama dengan warna contoh asli, menunjukkan zat warna direk. Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan luntur hasil celupannya kurang baik. Zat warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat selulosa, beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikatan hidrogen. Kebanyakan zat warna direk merupakan senyawa azo yang disulfonasi. Kelarutan zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian hasil celupnya lebih rendah. Contoh struktur zat warna direk dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar C.I. Direct Blue 95  Zat Warna Asam Zat warna asam mengandung asam-asam mineral / asam-asam organic dan dibuat dalam bentuk garam-garam natrium dari organik dengan gugus anion yang merupakan gugus pembawa warna (kromofor) yang aktif. Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk merupakan senyawa yang mengandung gugusan sulfonat atau karboksilat sebagai gugus pelarut. Ikatan yang terbentuk antara zat warna serat adalah ikatan elektrovalen atau ionic yang lebih kuat dari pada ikatan hydrogen. Zat warna asam dapat mencelup seratserat binatang, poliamida dan poliakrilat berdasarkan ikatan elektrovalen / ikatan ionik. Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa. Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya. Contoh struktur zat warna asam dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar C.I. Acid Brown 87  Zat Warna Basa Zat warna basa adalah zat warna yang mempunyai muatan positif / kation. Zat warna basa merupakan suatu garam ; basa zat warna basa yang dapat membentuk garam dengan asam. Asam dapat berasal dari hidro klorida atau oksalat. Zat warna basa mampu mencelup serat-serat protein sedangkan pada serat poliakrilat yang mempunyai gugus-gugus asam dalam molekulnya akan berlaku/bersifat seperti serat-serat protein terhadap zat warna basa. Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai untuk mencelup serat protein seperti wol dan sutera. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, akan tetapi dengan pengerjaan pendahuluan (mordanting) memakai asam tanin, dapat juga mencelup serat selulosa. Zat warna basa yang telah dimodifikasi sangat sesuai untuk mencelup serat poliakrilat dengan sifat ketahanan yang cukup baik. Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat utama dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan cuci pada umumnya juga kurang baik beberapa di antaranya mempunyai ketahanan cuci sedang. Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat warna basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang berwarna bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna kationik. Contoh struktur zat warna basa dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar C.I.Basic Brown 5 4.4 Zat Warna Golongan II Zat warna golongan II merupakan zat warna yang akan berubah warnanya karena reduksi dengan Natrium hidrosulfit (Na2S2O4) pada suasana basa (alkali) dan akan kembali warnanya kewarna aslinya karena proses oksidasi oleh udara. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna bejana, belereang hidron dan oksidasi.  Zat Warna Bejana Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut amemiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk semula yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana golongan indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit dan di dalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning. Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna yang berikatan ionik dengan serat. Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam suasana alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan tidak memerlukan proses pembejanaan. Zat warna bejana yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan nama dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon dikenal dengan nama dagang antraso. Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat warna bejana larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan luntur warna terhadap pencuciannya tinggi karena pada akhir proses pencelupannya zat warna bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut. Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna bejana larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol. Sifat-sifat umum : - larut dalam air - berikatan kovalen dengan serat Contoh struktur molekul zat warna bejana dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar C.I. Vat Green 3 Reduksi pigmen zat warna bejana dengan senyawa hidro- (dihidrat sodium ditionit atau hidrosulfit)  Zat Warna Belerang Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor. Sturktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Unutk membentuk zat warna semula maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya. Zat warna belerang terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf murah, dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah. Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar. Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya. Contoh struktur zat warna belerang dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar C.I. Sulphur Yellow 8 Reaksi pencelupan dengan zat warna belerang: 4.5 Zat Warna Golongan III Zat warna golongan III adalah zat warna yang rusak dalam larutan Natrium Hidrosulfit yang bersifat alkali dan larutan ekstraksinya didalam air, air-amonia atau asam asetat tidak mencelup kembali serat kapas putih atau warna tidak kembali kewarna asli setelah oksidasi. Zat warna yang termasuk dalam golongan ini adalah: zat warna direk dengan pengerjaan iring logam, zat warna diek dengan pengerjaan iring formaldehida, zat warna naftol, zat warna azo yang tidak larut dan zat warna yang diazotasi atau dibangkitkan.  Zat Warna Naftol Zat warna naftol merupakan zat warna yang terbentuk dalam serat pada waktu pencelupan dan merupakan hasil reaksi antara senyawa naftol dengan garam diazonium (kopling). Sifat dari zat warna naftol yaitu: tidak larut dalam air, luntur dalam piridin pekat mendidih, bersifat poligenetik dan monogenetik, karena mengandung gugus azo maka tidak tahan terhadap reduktor. Zat warna ini juga disebut zat warna es atau ”ice colours”, karena pada reaksi diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es. Penggunaannya terutama untuk pencelupan serat selulosa. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk mencelup serat protein (wol, sutera) dan serat poliester. Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam air. Untuk membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut zat warna azoic. Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang baik dan bervariasi, sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu yang mempunyai substantivitas rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang, misalnya Naftol AS – G dan substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS – BO. Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang, terutama tahan gosok basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannya dalam larutan alkali. Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan dengan garam diazonium. Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat memberikan bermacammacam warna, bergantung kepada macam garam diazonium yang dipergunakan dan dapat pula brsifat monogetik, yaitu hanya dapat memberikan warna yang mengarah ke satu warna saja, tidak bergantung kepada macam garam diazoniumnya. Contoh struktur zat warna naftol dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar Naftol AS-BO Dalam reaksi diazotasi dan kompling kerap kali memerlukan es untuk memperoleh temperatur yang rendah; maka zat warna golongan ini sering disebut zat warna es atau icecolours. Proses pencelupan atau pembentukan zat warna tersebut dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Pelarutan senyawa naftol dengan kostik soda untuk memperoleh larutan yang jernih dari senyawa natrium naftolat yang terionisasi dalam pelarutan ini sering dilakukan pemanasan. NH2 NH2 HO HO NaOH H2O Cl Cl ONa OH Larut dan Substantif Tidak larut dan tidak Substantif 2. Pencelupan bahan tekstil dengan naftolat yang dapat dikerjakan dengan tekanan rol atau dengan sistem penyerapan biasa dalam bejana celup, karena daya serap naftol kecil maka perlu penambahan garam dapur untuk mendorong penyerapan. Setelah bahan tercelup perlu direaksikan dengan senyawa diazonium oleh karena  - naftol mempunyai daya serap atau subtantivitas yang kecil 3. Pemerasan menghilangkan naftolat yang hanya berada dipermukaan serat sehingga pembangkitan warna terjadi didalam serat, mengurangi alkalinitas dan menghemat pemakaian naftol. 4. Pembangkitan Penggabungan naftolat dengan garam diazonium atau base yang harus didiazotasi dengan menggunakan NaNO2 dan HCl. NH2 HO O2N Cl ONa N+ NCl- Kekurangan beta naftol sebagai komponen zat warna naftol adalah kurangnya daya serap terhadap serat selulosa sehingga perlu pengerjaan pengeringan. Senyawa-senyawa naftol AS mempunyai daya serap terhadap serat selulosa sehingga proses pengeringan setelah pencelupan dengan senyawa tersebut tidak perlu dikerjakan lagi. Deretan naftol AS dari derivat asam beta-oksi naftolat mempunyai sifat poligenetik yaitu akan memberikan beraneka warna menurut senyawa diazonium yang dipergunakan. Naftol AS-G merupakan jenis naftol yang bersifat monogenetik artinya bahwa naftol tersebut akan mengarah kesatu warna tertentu misalnya kuning dengan berbagai jenis senyawa diazonium sebagai pembangkit. Jenis naftol ini merupakan derivat amida dari asam asetil-asetat, dimana kopling terjadi pada gugusan metilennya. 4.6 Zat Warna Golongan IV Zat warna yang sukar dilunturkan dalam berbagai pelarut seperti ammonia, asam asetat dan piridina. Termasuk dalam golongan ini adalah zat warna pigmen dan reaktif.  Zat Warna Pigmen Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder. Unsur-unsur yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain garam-garam organic, oksida organic, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam dimetil formadida pekat dan dimetil formmida 1:1. Kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik. Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsurunsur yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam dimetilformamida pekat dan dimetilformamida 1:1 kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik. Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil, maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas kasar sampai sedang. Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan untuk mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan cara padding dan pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas pada waktu curing. Contoh struktur molekul zat warna pigmen dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar C.I. Pigment Green 37 Beberapa kelemahan pencelupan dengan zat warna pigmen adalah:  Ketahanan gosok kurang baik  Sulit mencelup warna tua  Pegangan kaku Keuntungan yang diperoleh adalah:  Selesai pencelupan tidak perlu ada proses pencucian  Prosesnya yang sederhana, biaya pencelupannya paling murah  Warnanya bervariasi, dari warna biasa hingga warna metalik Untuk memperbaiki tahan luntur hasil pencelupan zat warna pigmen, kedalam resep larutan pad zat warna pigmen dapat ditambahkan zat pemiksasi (fixer) atau resin anti kusut yang bersifat reaktan sehingga setelah proses thermofiksasi zat warna pigmen akan diikat oleh lapisan film dari binder dan dari resin. Sedangkan untuk mengurangi kekakuan kain hasil pencelupan dengan zat warna pigmen, kedalam resep pencelupan zat warna pigmen dapat ditambahkan zat pelembut (softener).  Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu zat warna ini mempunyai ketahanan cuci yang baik. zat warna ini baik dibandingkan dengan zat warna direk. Sifat umum dari zat warna reaktif yaitu: larut dalam air, berikatan kovalen dengan serat, karena kebanyakan gugusnya azo maka zat warna ini mudah rusak oleh reduktor kuat dan tidak tahan terhadap oksidator yang mengandung klor (NaOCl). Zat warna reaktif yang pertama diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang baik. Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Karena mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul kecil maka kilapnya baik. Contoh struktur molekul zat warna reaktif dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar C.I. Reactive yellow 15 Beberapa contoh zat warna reaktif panas antara lain Procion H, Drimarene X, Sumifik, Remazol, Sumifik Supra dan Drimarene Cl. Zat warna Procion H dan Drimarene X yang masing-masing mempunyai sistem reaktif triazin dan pirimidin termasuk zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi nukleofilik (SN)2. Dengan laju reaksi = k . [Zat warna][Sel-O] jadi dalam pencelupannya membutuhkan alkali untuk merubah selulosa menjadi anion selulosa (sebagai nukleofil). Semakin banyak alkali yang ditambahkan, pembentukan anion selulosanya semakin banyak, maka reaksi fiksasi semakin cepat. Secara singkat reaksi fiksasi tersebut dapat ditulis: D-Cl + sel-OH D-O-sel + HCl Selain itu selama proses pencelupan dapat terjadi reaksi hidrolisis sehingga zat warna menjadi rusak dan tidak bias fiksasi/berikatan dengan serat. D-Cl + H-O-H D-O-H Reaksi hidrolisis ini sangat dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi air, bila pH, suhu dan konsentrasi air meningkat, reaksi hidrolisis akan semakin besar. Beruntung reaksi hidrolisis ini lebih kecil dari reaksi fiksasi karena kenukleofilan OH- lebih lemah dari sel-O, namun demikian dalam proses pencelupan perlu diusahakan agar reaksi hidrolisis ini sekecil mungkin antara lain dengan cara memodifikasi skema proses pencelupan sedemikian rupa. Misalnya dengan cara menambahkan alkali secara bertahap. Kelemahan zat warna reaktif selain mudah rusak terhidrolisis juga hasil celupnya kurang tahan terhadap pengerjaan asam, sebagai contoh bila hasil celup dilakukan proses penyempurnaan resin finish dalam suasana asam maka ketuaan warna hasil celupnya akan sedikit turun. Zat warna reaktif yang kelompok kedua yaitu Sumifik dan Remazol merupakan jenis zat warna yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme adisi nukleofilik. Zat warna tersebut dijual dalam bentuk sulfaetilsulfon yang tidak reaktif dan baru berubah menjadi vinilsulfon yang reaktif setelah ada penambahan alkali. Berbeda dengan jenis triazin atau pirimidin, reaksi fiksasi dan hidrolisis zat warna jenis vinil sulfon bersifat dapat balik Bila dilihat dari reaksinya maka zat warna ini cocok untuk dicelup dengan metoda pre pad alkali dan metoda all in yang pemasukan alkalinya didepan. Kelebihan zat warna vinil sulfon adalah relatif lebih tahan alkali, tetapi kelemahannya adalah hasil celupnya mudah rusak oleh pengerjaan dalam suasana alkali. Contoh bila terhadap hasil pencelupan dilakukan proses pencucian dengan sabun dalam suasana alkali dengan suhu yang terlalu panas, maka ketuaan warnanya akan sedikit turun lagi. Adanya kekurangan dari kedua golongan zat warna tersebut maka saat ini banyak digunakan zat warna reaktif dengan gugus fungsi ganda (bifunctional reactive dyes), seperti sumifik supra (monochloro triazin (MCT) – vinil sulfon (VS)) dan drimarene CL (trichloropirimidin (TCP) – vinil sulfon (VS)), sehingga zat warnanya lebih tahan hidrolisis, efisiensi fiksasinya tinggi dan hasil celupnya lebih tahan alkali dan asam. Varian zat warna reaktif lainnya juga dibuat misalnya zat warna reaktif yang lebih tahan panas dan afinitasnya lebih besar maupun zat warna reaktif yang dapat fiksasi pada suasana netral. V. ALAT DAN BAHAN 5.1 Identifikasi zat warna pada selulosa golongan I  Alat : - Tabung reaksi - Rak tabung reaksi - Pipet tetes - Piala gelas - Penangas listrik - Batang pengaduk  Bahan : - Contoh uji - Larutan amonia 10% - Larutan NaCl - Larutan asam asetat 10% 5.2 - Larutan asam asetat glasial - Larutan natrium hidroksida Identifikasi zat warna pada selulosa golongan II  Alat - Tabung reaksi - Rak tabung reaksi - Pipet tetes - Piala gelas - Penangas listrik - Batang pengaduk  5.3 Bahan - Contoh uji - NaOH 10% - Na2S2O4 - Na2CO3 - HCl 16% - SnCl2 10% - Kertas timbal asetat - Air - NaOCL10% - Parafin Identifikasi zat warna pada golongan III & IV  Alat : - Tabung reaksi - Rak tabung reaksi - Pipet tetes - Piala gelas - Penangas listrik - Batang pengaduk  Bahan : VI. - Contoh uji - NaOCl - H2SO4 - DMF 1:1 - DMF 100% - NaOH - Parafin - HCl CARA KERJA  Zat Warna Direk 1) Masukkan contoh uji ke dalam tabung reaksi 2) Tambahkan  4 ml amonia 10 % 3) Didihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi 4) Ambil CU dari larutan ekstrak zat warna ( *catatan : sebaiknya larutan ekstraksi dibagi menjadi dua, satu bagian untuk uji zw direk dan satu bagian lagi untuk uji zw asam) 5) Masukkan kapas putih, wol putih dan akrilat putih masing-masing  10 mg kemudian tambahkan 5-10 mg NaCl. 6) Didihkan selama 0,5-1 menit kemudian biarkan menjadi dingin. 7) Ambil kain-kain tersebut cuci dengan air, amati warnanya. 8) Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan dengan wol dan akrilat menunjukkan zat warna direk.  Zat Warna Asam Apabila dalam uji zw asam terjadi pelunturan warna tetapi tidak mencelup kembali kain kapas atau hanya menodai dengan warna yang sangat muda, maka dikerjakan pengujian untuk zw asam. 1) Netralkan larutan ekstraksi yang diperoleh dari larutan amonia dengan asam asetat 10 % (periksa dengan kertas lakmus atau kertas pH). 2) Tambahkan lagi  1 ml asam asetat 10 %. 3) Masukkan kain-kain kapas, wol dan akrilat, didihkan selama satu menit. 4) Ambil kain-kain tersebut, cuci dengan air, amati warnanya. 5) Pencelupan kembali wol putih oleh larutan ekstraksi dalam suasana asam menunjukkan adanya zat warna asam.  Zat Warna Basa Apabila dalam uji zw direk tidak terjadi pelunturan atau hanya luntur sedikit maka dilakukan pengujian untuk zw basa. 1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi 2) Tambahkan  1 ml asam asetat glasial, tambahkan 3-5 ml air, didihkan sampai terjadi ekstraksi. 3) Ambil CU dan bagilah ekstraksi menjadi 2 bagian (1 bagian untuk pencelupan dan 1 bagian lagi untuk uji penentuan). 4) Masukkan kain kapas, wol dan akrilat 5) Didihkan selama 1-1,5 menit 6) Pencelupan kembali kain akrilat dengan warna tua menunjukkan adanya zw basa  Pengujian Pendahuluan Golongan II 1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi 2) Tambahkan 2-3 ml air, tambahkan  2 ml NaOH 10 %, didihkan selama 1 menit, tambahkan Na2S2O4, didihkan lagi selama 1 menit 3) Keluarkan CU, angin-angin / oksidasi dengan udara. 4) Warna kembali kewarna semula maka menunjukkan zat warna golongan II  Zat Warna Belerang 1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi 2) Tambahkan 2-3 ml air, Na2CO3 , panaskan kemudian masukkan Na2S. 3) Panaskan sampai mendidih selama 1-2 menit 4) Ambil CU, masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-2 menit 5) Ambil kapas tersebut, letakkan diatas kertas saring atau cuci dengan air biarkan terkena udara. 6) Kain kapas akan tercelup kembali dengan warna yang sama dengan warna contoh asli tetapi lebih muda. Uji Penentuan 1 1. Didihkan CU dalam 3 ml larutan NaOH 10 % kemudian cuci bersih (2 kali dengan air mengalir) 2. Masukkan CU (bersih) tambahkan  2 ml HCl 16 % 3. Didihkan selama 0,5-1 menit biarkan dingin 4. Tambahkan  3 ml SnCl2 10 % 5. Letakkan kertas timbal asetat pada mulut tabung (kertas Pb asetat : kertas saring dibasahi dengan larutan Pb asetat 10 %) 6. Warna coklat atau hitam pada kertas Pb asetat menunjukkan zw belerang. Uji Penentuan 2 1. Rendam contoh uji dengan larutan NaOCl 10 % 2. Zw belerang akan rusak dalam waktu 5 menit.  Zat Warna Bejana 1) Masukkan Cu tambahkan  2 ml air dan  2 ml NaOH 10 % 2) Didihkan dan tambahkan Na2S2O4 3) Didihkan selama 1 menit 4) Ambil CU masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-1,5 menit, biarkan dingin. 5) Ambil kapas tersebut, letakkan diatas kertas saring dan biarkan kena udara. 6) Kapas tercelup kembali dengan warna contoh asli tetapi lebih muda Uji Penentuan 1 1) Masukkan CU kedalam lelehan paraffin dalam kiu porselen 2) Apabila padatan paraffin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zw bejana ( * zw belerang tidak mewarnai paraffin)  Pengujian Pendahuluan Golongan III 1) Contoh uji dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan ± 3 ml air, ± 2 ml NaOH 10% dan Na2S2O4. 2) Dipanaskan sampai mendidih selama 3 menit. 3) Semua zat warna golongan III akan rusak, ditandai dengan perubahan warna terhadap contoh uji atau larutan ekstraksi menjadi putih, abu-abu, kuning atau jingga warna tidak kembali setelah oksidasi  Zat Warna Naftol Uji Penentuan 1 1) Masukkan CU kedalam tabung reaksi 2) Tambahkan 1 ml NaOH 10 % dalam 3 ml alcohol didihkan. 3) Tambahkan Na2S2O4 panaskan / didihkan (warna akan tereduksi) 4) Dinbginkan, ambil CU amati warnanya 5) Warna rusak menunjukkan adanya zw naftol atau reaktif (dengan oksidasi warna kembali) 6) Kedalam filtrate (lunturan) masukkan kapas putih dan NaCl didihkan selama 2 menit 7) Kapas berwarna kuning dan berpendar dibawah sinar ultra lembayung menunjukkan zw naftol Uji Penentuan 2 Lelehan dalam paraffin positif  Zat Warna Pigmen 1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan DMF 1 : 1 2) Didihkan selama  2 menit amati warnanya 3) Ulangi pengerjaan butir (1) dan (2) dengan DMF 100 % 4) Pewarnaan muda dalam larutan DMF 1 : 1 dan pewarnaan tua dalan DMF 100 % menunjukkan adanya zw pigmen Uji Penentuan 1 1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan HCl 1 % didihkan selama  5 menit 2) Cuci bersih 3) Ambil seratnya, amati dibawah mikroskop 4) * Bila terdapat partikel-partikel zw pada permukaan serat menunjukkan zw pigmen dengan zat pigmen 5) Bila partikel warna terdapat diseluruh serat menunjukkan zw pigmen dengan pencelupan polimer Uji Penentuan 2 Khusus zw pigmen yang berwarna biru Apabila : - CU ditetesi HNO3 pekat  warna violet - CU ditetesi H2SO4 pekat  warna hijau Menunjukkan zw pigmen Alcian Biru  Zat Warna Reaktif 1) Masukkan CU dalam 3 ml larutan DMF 1 : 1 didihkan selama 2 menit 2) Ulangi pengerjaan butir (1) dalam 3 ml larutan DMF 100 % 3) Amati warna kedua larutan ekstraksinya 4) Ekstraksi DMF 1 : 1 akan terwarnai sangat muda 5) Ekstraksi DMF 100 % tidak terwarnai menunjukkan zw reaktif Uji Penentuan 1 1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 ml larutan NaOH 5 % 2) Didihkan selama 2 menit 3) Asamkan dengan larutan H2SO4 pekat (  2-3 tetes) 4) Masukkan serat wol dan didihkan 5) Pewarnaan serat wol menunjukkan zw reaktif Uji Penentuan 2 1) Masukkan CU ke dalam tabung reaksi yang berisi 3 ml larutan (asam sulfat 0,2 % dan 6 mg Na2SO4) 2) Didihkan beberapa menit 3) Masukkan serat wol dan didihkan 4) Pewarnaan pada serat wol menunjukkan zw reaktif VII. DATA PERCOBAAN Terlampir. VIII. DISKUSI 8.1. Identifikasi zat warna pada selulosa golongan I Berdasarkan praktikum yang telah dikerjakan, zat warna golongan I luntur oleh NH4OH 10%. Untuk 1 kain ontoh uji dibagi 3 bagian yaitu untuk uji zat warna direk, asam dan basa. Zat warna direk mempunyai ketahan yang kurang baik terhadap pencucian, zat warna asam sendiri bisa mencelup atau mudah mencelup serat serat yang berasal dari binatang dan poliamida, karena bedasarkan ikatan elektrovalen/ikatan ion, dan zat warna basa ini mudah mencelup zat warna protein. Saat melakukan pengujian zat warna direk dan asam, kain untuk pengujian zat warna direk dan asam dilunturkan dengan NH4OH 10%. Lalu larutan ekstraknya dibagi dua. Satu bagian larutan ekstrak dilanjutkan degan pengujian zat warna direk. Setelah itu, masukkan kapas, wol dan akrilat. Masingmasing ditambahi NaCl. NaCl ditambahkan sebagai zat pembantu tekstil untuk menambah penyerapan zat warna direk (mempunyai gugus pelarut banyak) pada kain. Selulosa bermuatan negatif tapi disisi lain zat warna direk cenderung bermuatan negative juga sehingga terjadi tolak menolak. Elektrolit akan mengion dalam air dan ion positifnya akan menetralkan selulosa sehingga zat warna terserap. Berdasarkan literatur, zat warna direk akan mencelup kapas dengan baik dibandingkan wol dan akrilat, hal ini disebabkan zat warna direk mempunyai mempunyai afinitas dan substantifitas yang lebih besar terhadap selulosa, sehingga pada penentuanya pencelupan kembali kain kapas yang lebih tua. Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa sangat berpengaruh pada pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hidrogen dari gugusan hidroksil tersebut diganti dengan gugusan asetil maka serat tidak dapat mencelup zat warna direk. Hal ini dikarenakan gugusan hidroksil dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan gugusan-gugusan hidroksil, amina dan azo dalam molekul zat warna. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi antara selulosa dengan zat warna direk: AR1 – N = N = AR2 – SO3Na Ikatan hidrogen Sel-OH Jadi hasil pengujian zat warna direk akan terwarnai tua pada kain kapas dibandingkan pada wol dan akrilat. Hasil praktikum menunjukkan bahwa tidak hanya kapas yang terwarnai tua wol pun juga terwarnai tua. Pada pengujian zat warna asam, praktikan menggunakan larutan ekstrak lunturan NH4OH yang telah dibagi dua untuk direk dan asam pada awal pengujian zat warna direk. Pada ekstraksi lunturan tersebut ditambah asam asetat 10% untuk menghilangkan sifat alkali. Pengecekan pH bisa dilakukan dengan kertas lakmus. Tambahan lagi asam asetat jika suasana pencelupan belum mencapai suasana asam. Masukkan kapas, wol dan akrilat lalu didihkan. Hasil praktikum menunjukkan bahwa wol terwarnai tua. Hal ini disebabkan zat warna asam sangat dipengaruhi oleh kondisi pH sehingga penambahan asam asetat sangat membantu penyerapan pada wol. Zat warna asam dan serat wol akan menghasilkan ikatan ionik seperti reaksi berikut: ZW – SO3H ZW SO3- + H+ Ikatan ionik HOOC wol N+H3 Saat pengujian untuk zat warna basa, kain dilunturkan dengan asam asetat glasial lalu dididihkan. Hasil lunturan dalam asam asetat glasial akan dibagi dua. Pada uji zat warna basa ini, hanya ditambahkan serat akrilat saja. Zat warna basa termasuk zat warna yang tidak larut, tetapi dalam larutan yang bersifat asam zat warna akan berubah menjadi bentuk garam yang mudah larut. Zat warna basa secara alami bersifat kationik, sehingga dapat digunakan untuk mencelup serat akrilat, dimana zat warna basa akan berikatan secara ionik dengan gugus-gugus sulfonat atau karboksilat yang ada dalam serat sehingga tahan lunturnya cukup baik. Dalam pencelupan larutan harus diatur pH nya dengan menggunakan asam asetat agar terbentuknya kation zat warna basa. Sebaiknya pH yang digunakan yaitu sebesar 4,5 apabila terlalu besar maka kelarutan zat warna akan berkurang dan warna akan berubah kearah yang lebih pendek sehingga menimbulkan warna yang muda dan menyulitkan untuk pengamatan. Sedangkan apabila pH rendah terbentuknya muatan negatif pada gugus karboksilat pada serat akan lebih sulit, sehingga laju pencelupan akan lebih lambat dan akan terjadi penurunan kekuatan bahan yang dicelup. 8.2. Identifikasi zat warna pada selulosa golongan II Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, zat warna golongan II akan direduksi oleh natrium hidrosulfit yang menyebabkan perubahan warna tetapi dalam suasana alkali (basa), zat warna ini akan kembali ke warna semula setelah di tambah natrium hidrosulfit oleh oksidasi kembali dengan udara. Pad praktikum ini, praktikan diberi 2 kain contoh uji. Praktikan harus membuktikan zat warna mana yang beleraang dan juga bejana. Pada pengujian zat warna belerang kain ditambahkan natrium karbonat dan Na2S. Struktur molekul zat warna belerang merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air, tetapi zat warna belerang dapat larut didalam larutan Na2S sebagai pereduksi, dengan atau tanpa penambahan soda abu untuk melarutkannya. Dalam hal ini jembatan belerang direduksi oleh Na2S menjadi komponen yang dapat larut dalam air dan menjadi subtantif terhadap serat selulasa. Proses oksidasi merupkan hal yang harus dilakukan setelah pencelupan yang dapat dilakukan dengan cara oksidasi udara. Berdasarkan literatur, kain kapas yang dicelup pada lunturan zat warna belerang akan terwarnai warna muda. Tetapi ada perbedaan pada hasil praktikum. Hasil praktikum menunjukkan bahwa sampel yang tercelup pada zat warna belerang alah tidak terwanai sama sekali. Lalu dilakukan uji penentuan 1 dan 2. Pada uji penentuan 1, dilakukan uji dengan kertas Pb asetat. Namun saat praktikum, praktikan menggunakan kertas saring yang ditetesi oleh larutan Pb asetat. Zat warna belerang akan menimbulkan noda coklat pada kertas saring yang telah ditetesi Pb asetat. Uji penentuan 2 adalah perendaman dengan NaOCl. Kapas putih direndam selama 10 menit, lalu hasil yang menunjukkan terwanai lebih muda dari sampel asli adalah zat warna bejana. Pada hasil praktikum, sampel no 38 adalah sampel yang dicelup dengan zat warna belerang. Berikut ini adalah reaksi proses pengujian zat warna belerang: ZW - S - S - ZW  2 H Na 2CO  3  2 ZW - SNa (tidak larut) (larut dalam air) Selulosa  2 Zw - SNa  (selulosa 2 Zw - SNa) 2O Selulosa 2 Zw - SNa H   Selulosa 2 Zw - SH (mudah larut) (sukar larut) On Selulosa 2 Zw - SH  Selulosa - Zw - S - S - Zw (tidak larut) Pada pengujian zat warna bejana, kain contoh uji akan dilunturkan oleh Na2S204 dan 2 ml NaOH 10% lalu didihkan. Penambahan NaOH yang berfungsi untuk melarutkan leuco zat warna bejana dan untuk merubah asam leuco yang tidak larut menjadi garam leuco yang larut. Dipanaskan agar proses berlangsung dengan cepat, lalu dilakukan penambahan Na2S2O4 yang berfungsi sebagai reduktor untuk mereduksi zat warna bejana menjadi asam leuco. Kapas putih dicelup, larutan yang mengandung zat warna bejana akan mewarnai kapas putih. Kapas putih tercelup dengan warna asli tapi lebih muda. Pada uji penentuan, dilakukan pengujian menggunakan parafin. Parafin dilelehkan lalu kain contoh uji dimasukkan. Parafin yang terwarnai adalah parafin yang mengandung zat warna bejana. Pada hasil praktikum, sampel no 23 adalah sampel yang dicelup dengan zat warna bejana. 8.3. Identifikasi zat warna pada selulosa golongan III & IV Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, zat warna golongan III tidak akan larut oleh air, dan tidak tahan terhadap reduktor karena mengandung gugus azo. Praktikan diberikan 3 kain contoh uji, salah satunya adalah golongan III (naftol) dan yang lain adalah golongan IV (pigmen dan reaktif) Untuk zat warna naftol, dilakukan uji penentuan 1 untuk melihat kapas mana hasil berpendar pada kain di bawah sinar UV. Kapas akan berpendar berwarna kuning sebelum dilakukan kopling dengan garam diazonium Lalu uji penentuan dilakukan uji parafin. Parafin dilelehkan lalu dilihat lelehan mana yang akan terwarnai. Namun warna pada parafin akan mudah hilang karena terreduksi. Zat warna golongan IV adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air dan pelarut, tidak memiliki afinitas terhadap serat sehingga susah untuk dilarutkan. Zat warna pigmen mengandung kromofor, sehingga saat mencelupnya perlu di bantu dengan zat pengikat atau Binder dan zat warna reaktif memiliki berat molekul yang kecil dan memiliki ketahanan yang baik dan larut oleh air. Zat warna ini zat warna yang tidak luntur oleh perlarut anorganik. Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak larut pada air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna muda dan pada dimetilformamida 100% lunturan berwarna tua, sedangkan zat warna reaktif merupakan zat warna yang larut dalam air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna lebih tua dibandingkan dengan lunturan pada dimetilformamida 100%. Uji penentuan zat warna pigmen dapat dilihan oleh mikroskop dengan penampang yang terlihat pada mikroskop hanya sebagian yang terwarnai/terlihat pecahpecah (cracking). Pada pengujian zat warna reaktif dengan dimetilformamida 1:1 menunjukkan bahwa contuh uji yang mengandung zat warna reaktif akan terwarnai sangat muda. Sedangkan pada dimetilformamida 100% tidak kan terwarnai. Hal itu disebabkan zat warna reaktif luntur dengan air, sedangkan di dalam pelarut dimetilformamida 100% tidak ada air yang menyebabkan zat larutan ekstrak tidak terwarnai. Pada uji penentuan 1, lunturan ditambah NaOH dan diasmkan dengan H2SO4 pekat. Wol dimasukkan dan yang menghasilkan warna tua adalah zat warna reaktif. Begitu juga uji penentuan 2 yang ditambah dengan campuran asam sulfat dengan Na2SO4, warna yang tua menunjukkan zat warna reaktif. Uji penentuan 3 adalah ketika contoh uji direndam selama 10 menit dalam larutan NaOCl, warna pada kain akan luntur/rusak sehingga warna pada kainnya memudar. Hal ini dikarenakan zat warna reaktif mengandung gugus reaktif dan akan bereaksi dengan klor. Sedangkan, pada contoh uji lain yang tidak dicelup dengan zat warna lain tidak akan luntur/rusak zat warnanya ketika direndam dengan larutan NaOCl. IX. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapat kesimpulan sebagai berikut:  Identifikasi zat warna golongan I Contoh uji no. 53 dicelup menggunakan zat warna direk. Contoh uji no. 37 dicelup menggunakan zat warna asam. Contoh uji no. 47 dicelup menggunakan zat warna basa.  Identifikasi zat warna golongan II Contoh uji no. 38 dicelup menggunakan zat warna belerang. Contoh uji no. 23 dicelup menggunakan zat warna bejana.  Identifikasi zat warna golongan III & IV Contoh uji no. 48 dicelup menggunakan zat warna reaktif. Contoh uji no. 62 dicelup menggunakan zat warna naftol. Contoh uji no. 57 dicelup dengan zat warna pigmen. X.

DAFTAR PUSTAKA Soeprijono, P., Poerwati, Widayat & Jumaeri. 1974. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil. Hariyanti, Rahayu, S.Teks.,MT. 1993. Penuntun Praktikum Evaluasi Kimia Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Merdoko, Wibowo. Dkk. 1975. Evaluasi Tekstil (Bagian Kimia). Bandung : Institut Teknologi Tekstil Djufri, Rasjid. Dkk. 1973. Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil..

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA